06 Mei 2008

Deddy Mizwar, Chelsea Olivia Wijaya,

Deddy Mizwar
Keragaman Tema



















Rabu, 7 Mei 2008 | 02:04 WIB

Aktor terbaik Indonesian Movie Award 2008, Deddy Mizwar (53), agak kecewa dengan wajah film Indonesia sekarang. Katanya, dari kegairahan perfilman belakangan ini, yang menonjol justru film tentang hantu-hantuan dan komedi seks.

Dalam diskusi film di Teater Populer, Jakarta Pusat, Minggu (4/5) malam, ia mengatakan, film Indonesia semestinya lebih beragam karena kita punya akar budaya yang beragam pula. Akar budaya itu bisa menjadi inspirasi para pembuat film.

"Kita bangsa yang majemuk dan sangat dinamis. Seharusnya film Indonesia beragam juga, tidak hanya tentang hantu-hantuan dan komedi seks," katanya.

Menurut pria yang bermain dalam film Naga Bonar ini, keragaman tema film merupakan bagian dari demokratisasi dunia perfilman. Film dengan unsur demokratis itu bisa mengajarkan masyarakat tentang semangat demokrasi sekaligus menghargai hasil karya orang lain.

Dia juga berharap pemerintah lebih serius memerhatikan keberlanjutan perfilman nasional yang tengah bergairah.

"Yang kita butuhkan adalah dukungan konkret (dari pemerintah) seperti hukum perfilman, serta subsidi yang bisa membantu memajukan perfilman nasional. Sampai saat ini kita belum melihat itu. Payung hukumnya juga belum dibahas," ungkapnya. (NAL)

 

Chelsea Olivia Wijaya: "Summer Breeze"

Rabu, 7 Mei 2008

Bermain dalam film terbarunya, pemain sinetron Buku Harian Nayla, Chelsea Olivia Wijaya, tampak makin matang. Memerankan gadis cantik bernama Reina, Olivia tampil dewasa.

"Ini film layar lebar keduaku setelah Bukan Bintang Biasa. Aku senang bisa menjadi pemain utama," katanya. Film drama ini disutradarai Allan Lunardi dan ceritanya merupakan adaptasi dari novel Summer Breeze karya Orizuka.

Konflik saudara kembar, Ares (Mischa Chandrawinata) dan Orion (Marchell Chandrawinata), yang punya karakter berbeda menjadi alur utama film ini. Ares, Orion, dan Reina bersahabat sejak kecil, hingga Reina meninggalkan keduanya. Ia pergi ke Amerika Serikat.

Dalam film yang akan diputar mulai 15 Mei nanti, Allan Lunardi lebih menekankan pada adegan-adegan realistik. Gaya penyutradaraan inilah yang, kata Chelsea, membuat dia merasa lebih mudah menguasai setiap babak dramanya.

Adegan Reina menangis dilakukan Chelsea secara cepat. Katanya, hanya dengan "masuk" ke alur cerita itu, dia langsung bisa merasa sedih.

"Kami sudah reading sebelumnya, tidak seperti di sinetron yang biasanya dihafal (dialognya) saat di lokasi shooting," kata gadis kelahiran 29 Juli 1992 ini. (AMR)

 

Bob Tutupoly: Menyanyi di Malaysia
Rabu, 7 Mei 2008 

Bob Tutupoly (68) masih "berkibar". Penyanyi kelahiran Surabaya ini tetap aktif di dunia hiburan. "Untuk acara on air, saya sudah jarang, tetapi saya masih sering diundang menyanyi di Malaysia," kata Bob yang ditemui di sela-sela acara Country Road di studio TVRI Pusat, Senayan, Jakarta, pekan lalu.

Bob yang pernah membawakan acara Tembang Kenangan di Indosiar, antara lain, diundang menyanyi pada acara perayaan ulang tahun beberapa sultan di negeri jiran itu. Dia juga kerap menyanyi pada acara yang diadakan kepolisian Malaysia, bahkan juga di depan PM Malaysia Abdullah Badawi.

Kata Bob, para pengundang itu biasanya meminta dia melantunkan lagu-lagu lama seperti Widuri, Kerinduan, Jangan Pernah Berkata Benci, Lidah Tak Bertulang, dan Tiada Maaf Bagimu.

"Mereka menonton Tembang Kenangan di Malaysia karena acara itu juga ditayangkan televisi negeri jiran. Mungkin karena usia mereka tak jauh berbeda dengan saya (jadi cocok)," kata Bob yang menjadi pembawa acara Tembang Kenangan selama lima tahun.

Sejak dua tahun lalu acara itu tak lagi mengudara. Menurut Bob, ada tawaran dari stasiun televisi lain yang ingin menayangkan kembali Tembang Kenangan. "Tetapi saya belum memutuskan," kata pria yang mengaku tak merasa tua itu.... (KSP)

 

Djaduk Ferianto :Jazz Jawa

Rabu, 7 Mei 2008 

Bagaimana orang Jawa memersepsikan jazz? Itulah yang akan disuguhkan Djaduk Ferianto (45) dan kawan-kawan dari Kua Etnika pada konser Vertigong di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 7-8 Mei 2008 malam.

Konser ini menampilkan Trie Utami dan Christopher Abimanyu yang melantunkan tembang jawa, Tetungkul.

"Dalam wilayah karawitan itu ada unsur seperti dalam jazz. Misalnya, kelonggaran-kelonggaran dalam menyikapi waktu," kata Djaduk.

"Dalam konser ini kita akan melihat jazz dalam persepsi orang Jawa. Ini bisa juga dibalik, bagaimana melihat Jawa dalam persepsi jazz. Jadi, kami bermain di wilayah abu-abu. Ini menunjukkan kita ini memang generasi abu-abu, he-he-he...," kata Djaduk.

Dalam kesempatan itu, dia juga akan menjual album terbaru Kua Etnika berjudul Mengintip Indonesia secara Jenaka.

Kelompok musik asal Bantul, Yogyakarta, itu juga akan menampilkan komposisi Purwanto, salah seorang anggota Kua Etnika.

"Kali ini saya hanya sebagai pemain. Komposisi yang ditampilkan dari Purwanto. Kami kan juga belajar berdemokrasi, he-he-he," kata Djaduk yang juga bakal melibatkan kakak kandungnya, Butet Kartaredjasa, dalam perhelatan ini. (XAR)

http://www.kompas.com/kompascetak.php/namaperistiwa

Tidak ada komentar: