06 Mei 2008

Film Kartun Tidak Sama dengan Tontonan Anak

SEMARANG- Masyarakat sering salah kaprah mengira bahwa semua film kartun adalah tontonan anak. ''Film kartun tidak sama dengan tontonan anak,'' kata peneliti televisi Kajian Media dan Literal Televisi (Kamelia TV) Drs Teguh Imawan saat menjadi pembicara pada Forum Jumpa Anak Indonesia.

Acara itu bertema ''Dampak Tayangan Kekerasan di Televisi terhadap Perilaku Anak'' kerja sama Badan Informasi Publik Dekominfo dan PWNU Jateng, di Hotel Grasia, Selasa (6/5).

Kesalahkaprahan itu, lanjut dia, menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap perilaku anak akibat tontonan televisi. ''Kekerasan bisa berupa verbal, fisik, perkelahian, tembak-tembakan, pelecehan seksual, dan sebagainya.''
Ia mencontohkan, tayangan kartun Sponge Bob yang sering menggunakan kata-kata mengandung kekerasan verbal  dan tidak pantas didengar anak-anak. Begitu pula berbagai adegan dalam film Tom & Jerry. Ditemukan banyak adegan yang mengandung kekerasan fisik tabrakan, merusak barang, dan sebagainya.

Adegan tikus pria bersiul-siul saat melihat tikus perempuan lewat, dinilainya sebagai bentuk pelecehan seksual. Karena itu, ia berharap orang tua ikut mendampingi putra-putrinya saat menonton televisi agar dapat memberikan pengertian. Lantas sebagai penonton, apa yang harus kita lakukan? ''Pilihlah tayangan yang manusiawi, yakni memposisikan penonton sebagai manusia. Kita juga harus cerdas memilih tontonan. Jadi, pilihlah acara yang dapat meningkatkan produktivitas.''

Semisal, tayangan yang tidak memposisikan penonton sebagai manusia seperti kuis SMS, serta yang mengandung pembodohan seperti mistis dan cerita alam kubur.

Keprihatinan

Pada acara yang dihadiri guru dan murid Se-Kota Semarang itu, mereka mengungkapkan keprihatinannya atas acara-acara televisi yang tidak mendidik. Mereka juga mempertanyakan peran KPID terhadap penayangan acara tersebut dan mengapa pengaduan yang disampaikan masyarakat tidak ditindaklanjuti.
Sekretaris PWNU Jateng, Drs Najahan Musyafak MA juga Korbid Kelembagaan KPID Jateng menjelaskan, setiap pengaduan telah disampaikan kepada TV Nasional dan lokal. Namun demikian, televisi tetaplah berpedoman pada rating berkait tontonan mana yang paling sering/diminati masyarakat.

Berkait dampaknya pada anak, ia menjelaskan, anak dalam posisi yang tidak memiliki referensi. Sehingga apa yang dilihat dan didengarnya, dengan mudah akan ditiru. Hal itu yang menyebabkan mereka mudah menirukan adegan kekerasan yang dilihat di televisi.

Rektor IAIN Walisongo Prof  Dr Abdul Djamil MA sebagai keynote speaker menjelaskan, pencanangan gerakan membaca koran pada Hari Pers belum lama ini oleh Presiden SBY memiliki makna mendalam. Pasalnya, selama ini ada kecenderungan masyarakat kita, lebih suka menonton daripada membaca.

Menurut penelitian, tandas dia, 70% penonton memanfaatkan televisi sebagai alat pelarian dan bukan sarana untuk meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan. ''Kita memang tidak bisa menyetop tayangan televisi, namun orang tua memiliki tanggungjawab membatasi anak menonton tv.'' (H11-56) -- Suara Merdeka, SEMARANG & SEKITARNYA 07 Mei 2008

http://www.suaramerdeka.com/

Tidak ada komentar: