Meski sudah berusia lebih dari tujuh tahun, hingga kini masih delapan provinsi yang belum memiliki KPID. Mereka adalah DKI Jakarta, Jambi, Riau, Bengka Belitung, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat dan Papua Barat. Padahal, sesuai UU Penyiaran pasal 61, KPI harus sudah dibentuk selambat-lambatnya satu tahun UU diberlakukan. Alasan belum dibentuknya KPID adalah mengenai paying hukum yang kurang kuat dan minimnya anggaran daerah. Dengan demikian ada stagnasi sistem birokrasi yang ada di daerah.
Mochamad Riyanto meluruskan salah paham tentang dasar hukum keberadaan KPID ini. Menurutnya, UU Penyiaran telah mengamanatkan pembentukan KPID untuk mengatur, mengawasi dan mengembangkan penyiaran di daerah. "Kalau tidak ada KPID, berarti penyiaran di daerah sangat rawan" jelasnya.
Terlebih, tambah Riyanto, saat ini Mendagri telah mengeluarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2008 tentang Sekretariat KPID. "Jadi kalau Gubernur masih ragu dengan pendirian KPID, Permendagri ini menjadi titik awal dan payung hukum sehingga tidak ada alasan untuk menunda pendirian KPID" ujar mantan Ketua KPID Jawa Tengah ini.
Penyiaran Liar
Ketiadaan KPID juga berakibat pada tumbuh suburnya penyiaran liar. Mereka ini, kata Riyanto, bersiaran semaunya sendiri karena tidak ada yang mengawasi. Keberadaan mereka diduga juga memicu iklim persaingan industri penyiaran yang tidak sehat.
Selain itu, karena ketiadaan KPID, masyarakat atau pemilik lembaga penyiaran yang hendak mengajukan izin baru atau perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran pun harus berurusan melalui KPI Pusat yang ada di Jakarta. Riyanto menilai ini menjadikan pelayanan masyarakat di bidang penyiaran bersifat sentralistik dan menyita waktu banyak. "Kasihan orang Manokwari kalau mau mengurus izin harus ke Jakarta," terang Riyanto. Red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar