11 Maret 2008

MELINDUNGI TAYANGAN NEGATIF HARUS SEJAK DINI

Aktivis perempuan yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Heritage Foundation, Ratna Megawangi, menyatakan, untuk menangkal tayangan negatif dari media massa, maka pencegahan itu harus dilakukan sejak anak berusia dini.


Siapkan struktur otak anak untuk tidak bisa tune in dengan hal-hal yang negatif," katanya dalam acara seminar "Melindungi Anak dari Pengaruh Media" yang digagas oleh Ikatan Keluarga Karyawan ANTARA (IKKA), di Jakarta, Jumat.

Ratna Megawangi yang merupakan istri Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil itu mengatakan jika otak anak terbiasa dicekoki atau sudah di tune-in dengan tindak kekerasan, maka anak terbiasa melakukan tindakan kekerasan.

Sebab , hasil riset otak mutakhir, menyebutkan usia tiga tahun pertama, yakni, membangun struktur otak anak yang pembentukannya secara permanen hingga berpengaruh secara permanen pula.

Selanjutnya, kata dia, hampir seluruh perkembangan otak atau hampir 90 persennya, terjadi di bawah usia tujuh tahun, serta semua pengalaman baik positif maupun negatif pada masa kecil mempunyai pengaruh jangka panjang.

"Kemampuan seseorang untuk mengelola emosi sepanjang hidupnya, tergantung pada sistem biologis yang dibentuk oleh pengalaman emotional bonding ketika masa kecil," kata istri Sofyan Djalil itu .

Penyiapan struktur otak anak itu, merupakan, bagian dari internal control atau pencegahan dari dalam, termasuk pula dengan parental guidance, yakni, membahas dan memberikan pengertian tentang perilaku baik dan buruk yang terlihat di media.Serta melarang dengan reasoning atau anak merasa memutuskan sendiri bahwa tantangan tertentu tidak baik untuk dilihat.

"Internal control itu, sangat efektif," katanya.

Ratna Megawangi menilai cara menangkap media negatif melalui "external control" dengan membuat lingkungan steril terhadap media dan melarang menonton program-program tertentu, kurang efektif.

Dampak dari negatif kekerasan itu sendiri, ia mengatakan, dapat menghambat perkembangan moral anak yang menjadi pembohong, tidak mempunyai self esteem dan menumpulkan nurani, serta meningkatkan perilaku kenakalan pada remaja.

"Serta berpeluang pula menjadi pelaku kekerasan dan kriminal pada usia dewasa," katanya.

Dampak lainnya bisa membuat jiwa labil, seperti ketidakstabilan emosi, mudah sedih, tidak mampu menghadapi tekanan, mudah tersinggung dan marah, serta berpandangan negatif pada lingkungannya, seperti, selalu khawatir, was-was, penuh curiga, dan merasa lingkungan memusuhi dirinya.

"Dampak lainnya menarik diri dari pergaulan, tidak dapat bersifat hangat dan sulit untuk dijadikan kawan," katanya.(ro/miol)

Tidak ada komentar: