01 Juni 2010

Deposit untuk Lindungi Kemerdekaan Pers

Sebagai pilar keempat demokrasi, nasib media massa di negeri ini tak semegah sebutannya. Masih ada saja pekerja pers yang dijadikan tersangka karena terkait pemberitaan atau usaha pers yang terancam karena keberatan seseorang atau sekelompok orang. Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin kemerdekaan itu.

Pekerja pers memang manusia. Karena itu, UU Pers memberikan jaminan, jika ada keberatan terhadap pemberitaan, hak jawab adalah jalan terbaik. Dewan Pers akan memfasilitasi. Sekalipun, hal ini tidak mengurangi hak hukum seseorang untuk mempersoalkan media massa dan pekerja pers melalui jalur hukum.

Di sisi lain, pengelola media massa memang dituntut untuk terus meningkatkan profesionalismenya. Pekerja pers, terutama wartawan, harus lebih baik dalam menjalankan tugasnya, terutama senantiasa berpatokan pada kode etik jurnalistik (KEJ) dan UU No 40/1999. Peliputan dan pemberitaan harus proporsional dan berimbang.

Direktur Pemberitaan Metro TV Suryopratomo mengakui, sistem dan kondisi penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait sengketa pengaduan masyarakat yang merasa dirugikan pemberitaan media massa, terkesan masih amburadul. Penegak hukum terkesan masih ragu dan enggan menggunakan UU Pers dalam menangani kasus seputar pemberitaan.

"Akhirnya, setiap pengaduan diteruskan saja prosesnya. Sementara sebagai dampak reformasi, kebebasan pers menjadi sangat bebas dan masyarakat juga merasa bebas untuk mengadukan pers setiap kali mereka merasa dirugikan oleh pemberitaan walau sebetulnya pers sudah profesional dan menerapkan kode etik saat memberitakan," ujar Suryopratomo.

Dalam kondisi seperti itu, kata Suryopratomo, tidak bisa tidak media massa terus berupaya meningkatkan kemampuan dan penguasaan wartawannya dalam subyek liputan masing-masing. Penguasaan seperti itu juga diimbangi dengan pemahaman dan pengetahuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh untuk diberitakan sesuai KEJ.

Ia menambahkan, apa yang diterapkan di Singapura sangat menarik dan bukan tidak mungkin patut dicontoh di Indonesia. Di negara itu, orang tidak bisa secara serampangan dan asal mengadukan pihak lain hanya karena secara subyektif merasa dirugikan atau dicemari nama baiknya.

Setiap orang yang memilih ingin menempuh jalur hukum, misalnya karena merasa dicemari nama baiknya atau diperlakukan tidak menyenangkan oleh pihak lain, diwajibkan terlebih dahulu menyetor deposit sebesar 2.000 dollar Singapura kepada polisi. Jika ternyata tidak terbukti, orang itu akan kehilangan uang depositnya.

"Jadi, jika ternyata orang itu asal mengadukan saja, uang depositnya akan langsung hangus. Tidak perlu dituntut balik pun orang itu akan langsung rugi 2.000 dollar Singapura. Nah, kalau di kita kan enggak. Setiap orang bisa mengadukan begitu saja, sementara penegak hukum merasa tak bisa menolak pengaduan," ujar Suryopratomo.

Ancaman pada masyarakat

Senin, dari Semarang, Jawa Tengah, dilaporkan, Pemimpin Redaksi Suara Merdeka Hendro Basuki menilai, ancaman terhadap kebebasan pers dalam bentuk apa pun perlu dilawan. Pembiaran terhadap kemerdekaan pers yang terus dirongrong sama halnya dengan menekan kebebasan masyarakat untuk beraspirasi.

"Negara yang tak menghargai kebebasan pers adalah negara yang setengah hati dalam menegakkan demokrasi," ujarnya.

Menurut Hendro, kemerdekaan pers adalah cerminan kebebasan masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan mendapatkan informasi. Kredibilitas pemerintah juga ditentukan dari seberapa jauh kemerdekaan pers itu dapat dihargai.

Untuk itu, pemerintah seharusnya memastikan kemerdekaan pers tetap terjaga. Namun, kebebasan pers harus tetap berlandaskan KEJ dan UU Pers.

Hendro mengakui, kalangan pers juga harus meningkatkan profesionalitasnya, termasuk memahami dengan benar KEJ agar terhindar dari masalah. "Wartawan jangan mengundang persoalan," katanya.

Pemimpin Redaksi Wawasan, Semarang, Sriyanto Saputro menambahkan, penegak hukum juga harus memahami penerapan UU No 40/1999. Dengan demikian, jika ada persoalan yang timbul akibat pemberitaan, dapat diselesaikan dengan mekanisme hak jawab hingga mediasi melalui Dewan Pers. "Jangan sampai sedikit-sedikit dipidanakan," ucapnya.

Pemimpin Redaksi Republika Ikhwanul Kiram Mashuri menambahkan, saat ini mulai ada kedewasaan, baik dari kalangan pers maupun masyarakat, untuk menggunakan hak jawab untuk menyelesaikan kasus pers. Hanya beberapa kasus yang akhirnya berujung pada penggunaan jalur hukum, seperti gugatan perdata dari Raymond Teddy H.

"Dahulu banyak kasus pers yang didemo kelompok tertentu yang tidak puas dengan pemberitaan. Namun, beberapa tahun terakhir ini sudah jarang," ujar dia.

Ikhwanul pun mengapresiasi penegak hukum, khususnya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangkan Republika dan Detik.com dalam perkara sengketa pers terkait kasus Raymond. "Kami berharap hakim di tingkat banding mengikuti apa yang diputuskan PN Jaksel," ujarnya.

Di antara dua karang

Secara terpisah, Pemimpin Redaksi Suara Karya Ricky Rachmadi mengakui, media massa dan jurnalis tidak selalu benar. Sebab itu, media massa memang harus selalu terbuka terhadap masukan dan kritik, terutama dari mereka yang merasa dirugikan oleh pemberitaan.

"Perimbangan dalam memberitakan harus selalu diterapkan. Pemberitaan itu ibarat meniti atau berselancar di antara dua karang. Jurnalis harus ekstrahati-hati. Caranya, ya selalu menerapkan taktik menyediakan tempat berimbang untuk setiap pendapat pro dan kontra terkait kebijakan yang ada," ujar Ricky.

Pemimpin Redaksi Tribun Timur, Makassar, Dahlan Dahi menuturkan kiat sehingga media tak mendapatkan komplain, apalagi ancaman, dari pihak mana pun. Salah satunya adalah menanamkan sensor diri dan kesadaran bermedia terus-menerus kepada awak redaksi.

"Kesadaran bermedia adalah wartawan menyadari profesi yang ditekuninya sebagai agen kepentingan publik, terutama dalam kaitannya pemenuhan hak atas informasi, pencerahan, hiburan, dan kontrol sosial. Jangan mencederai kepentingan publik dengan informasi yang menyesatkan dan menyudutkan," kata Dahlan.

Untuk menghindari tekanan, Hendro dan Sriyanto menuturkan, berita yang termuat dipastikan tersaring dari sisi teknik jurnalistik, etika, dan hukum. Wartawan juga diminta untuk memperbaiki diri dengan membuat berita yang sesuai dengan standar penulisan jurnalistik.

Ricky juga mengaku prihatin serta mengutuk tekanan dan kekerasan terhadap media massa dan jurnalis karena pemberitaan mereka dinilai merugikan pihak yang marah. Namun, ia juga mengingatkan agar jangan sampai pers dan jurnalis juga menyalahgunakan kemampuannya dalam menciptakan opini. Apalagi, sampai menciptakan bibit kebencian di masyarakat.

Dahlan menambahkan, awak media massa sebaiknya selalu menyosialisasikan literasi media kepada masyarakat, termasuk forum pelanggan dan pembaca. Literasi media dijabarkan sebagai upaya membangun kesadaran dan pemahaman bersama. "Media akan hidup dan langgeng bila antara pengelola dan pembacanya berinteraksi menyuguhkan informasi yang bermutu, menarik, akurat, dan proporsional," ujarnya.  (ana/dwa/ano/nar/ina/fer/ilo)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/02/03172463/deposit.untuk.lindungi.kemerdekaan.pers

Tidak ada komentar: