04 Mei 2010

UU Pers Tegaskan Hak Jawab

Dewan Pers Bisa Jadi Mediator

Jakarta, Kompas - Ketentuan Undang-Undang No 40/1999 tentang Pers menegaskan penggunaan hak jawab bagi orang yang keberatan terhadap suatu pemberitaan. Jika hak jawab tidak digunakan, hal itu menunjukkan bahwa orang tersebut tidak merasa keberatan terhadap suatu pemberitaan.

Hal itu diungkapkan pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia, Amir Effendi Siregar, yang menjadi saksi ahli dalam sidang perkara gugatan perdata terhadap RCTI, Kompas dan Kompas.com, serta Warta Kota (tergugat) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa (4/5). Sidang dipimpin ketua majelis hakim Moestofa.

"Di Indonesia, diatur dengan UU No 40/1999 tentang Pers. Penyelesaian dilakukan dengan hak koreksi dan hak jawab," kata Amir Effendi menjawab pertanyaan seorang kuasa hukum tergugat, Nurhasyim Ilyas.

Sebelumnya, Nurhasyim bertanya, jika ada orang yang merasa dirugikan dari suatu karya jurnalistik, apa ada ketentuan tersendiri yang mengatur cara penyelesaiannya.

Dalam UU No 40/1999 disebutkan, hak jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Amir menjelaskan, hak jawab sebaiknya disampaikan langsung kepada redaksi media yang bersangkutan. Jika tidak ada kesepakatan, sesuai dengan UU No 40/1999, Dewan Pers dapat menjadi mediator. Ia menambahkan, jika penyelesaian berlanjut ke pengadilan, acuan hukum yang digunakan adalah UU No 40/1999 tentang Pers.

Gugatan terhadap ketiga media di PN Jakarta Barat itu diajukan Raymond Teddy (penggugat) melalui kuasa hukum Togar Nero. Ketiga media itu dinilai telah merugikan pihak penggugat karena memberitakan tersangka Raymond dalam kasus dugaan tindak pidana perjudian yang disampaikan Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri) pada 2008.

Dalam gugatan di PN Jakarta Barat itu, pihak penggugat meminta ganti rugi materiil kepada para tergugat sebesar 16 juta dollar Amerika Serikat (AS). Selain itu, pihak penggugat juga minta ganti rugi imateriil sebesar 20 juta dollar AS. Itu berarti nilai ganti rugi dalam gugatan mencapai 36 juta dollar AS. Dengan nilai tukar Rp 9.000, ganti rugi mencapai Rp 324 miliar.

Mabes Polri

Amir Effendi menegaskan, jika terdapat kekeliruan dalam pemberitaan penangkapan para tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana perjudian yang disampaikan Mabes Polri, pihak Mabes Polri sendiri sebenarnya dapat membuat hak koreksi atau hak jawab.

"Kalau berita bersumber dari kepolisian yang dimuat terdapat kekeliruan, apakah lembaga (Polri) bisa mengajukan keberatan atau koreksi," tanya Nurhasyim.

"Bisa membuat koreksi dan bisa membuat hak jawab juga," kata Amir Effendi.

Kuasa hukum penggugat, Togar Nero, mempertanyakan, mungkinkah kebebasan pers disalahgunakan. Atas pertanyaan itu, Amir mengungkapkan, kebebasan pers mungkin saja disalahgunakan. Jika disalahgunakan, masyarakat dapat dirugikan. (FER) http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/05/03130236/uu.pers.tegaskan.hak.jawab.

Tidak ada komentar: