16 Februari 2010

Roy Suryo: 'Pak Ogah' Berteriak Kebebasan di Internet

Senin, 15 Februari 2010 JAKARTA - Hampir semua kalangan, khususnya pengguna internet menolak keberadaan Rancangan Peraturan Menteri Multimedia (RPM Multimedia) atas dasar kebebasan berinternet. Namun bagi Roy Suryo, mereka yang berteriak mengenai kebebasan berinternet itu seperti 'pak ogah' yang sering mengatur di jalan.

Istilah 'pak ogah', menurut anggota Komisi I DPR tersebut, didasari pada orang yang suka mengatur lalu lintas di jalanan secara sembarangan. Maksudnya, ketika jalanan dalam keadaan sepi dan lancar, pak ogah selalu membusungkan dada kalau dirinya yang sukses mengatur. Namun, ketika jalanan menjadi tambah parah, para juru atur lalu lintas tersebut malah kabur.

"Mereka yang berteriak tentang kebebasan internet secara (absolute), maunya mengatur sendiri. Tetapi, ketika ada masalah malah bersembunyi. Itukan seperti pak ogah namanya," tegas Roy, dalam perbincangannya dengan okezone, di Jakarta, Senin (15/2/2010).

Roy mencontohkan, masalah yang terjadi terkait penghinaan antara murid ke guru melalui Facebook di Riau, semua yang berteriak kebebasan berinternet itu hanya diam saja. Padahal, jika melihat berita yang bergulir, banyak pendapat yang saling bertentangan antara guru dan murid.

Untuk itulah, anggota pokja Kominfo di DPR itu setuju jika dibuat semacam rambu-rambu yang mengatur tindak tanduk pengguna internet, seperti RPM Multimedia ini. Kendati demikian, dia juga tidak menyetujui kalau pemerintah membentuk 'polisi' baru yang terbentuk dalam tim pengawas multimedia.

"Ibarat pengemudi di jalan raya, perlu dibuat rambu-rambu dalam bentuk peraturan. Tapi, tidak perlu sampai dibentuk 'polisi' baru, karena sudah ada penegak hukum yang ada. Jadi intinya, peraturan sebagai rambu, masyarakat turut mengawasi, dan polisi sebagai penegak hukumnya," tegas anggota DPR dari Fraksi Demokrat ini.

Roy juga tidak melihat RPM Multimedia ini saling tumpang tindih, antara peraturan satu dengan peraturan yang lain. Pasalnya, ada beberapa peraturan yang tidak tertuang secara jelas.

"Kalau kita merujuk pada KUHP, ya tidak bisa semudah itu. Nanti dijadikan alasan, peraturan itu tidak relevan karena tidak ada kata-kata internet nya," tandas Roy. (tyo)

Tidak ada komentar: