16 Desember 2009

KPID Jatim Panggil 10 Televisi Nasional

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Provinsi Jawa Timur memanggil para pengelola 10 stasiun televisi nasional yang bersiaran di daerah itu.

"Selasa (15/12), 10 stasiun televisi swasta itu akan kami panggil ke kantor terkait penerapan sistem stasiun jaringan," kata Ketua KPI Daerah Jatim, Fajar Arifianto Isnugroho, di Surabaya, Senin kemarin.

Mereka akan dimintai pertanggungjawaban terkait komitmennya untuk menerapkan sistem stasiun berjaringan dengan batas waktu pelaksanaan pada 28 Desember 2009.

Ia menyebutkan, 10 stasiun televisi swasta yang akan dimintai pertanggungjawaban terkait komitmennya itu adalah RCTI, SCTV, Indosiar, Anteve, TPI, Metro TV, TV One, Trans TV, Trans 7, dan Global TV.

Dari 10 stasiun televisi swasta yang bersiaran di Jatim, hanya Metro TV dan TV One yang sudah menjalani Evaluasi dan Dengar Pendapat (EDP) sebagai prasyarat untuk bisa bersiaran di daerah.

Sementara itu SCTV, TPI, dan Global TV sudah mengajukan badan hukum lokal sebelum menjalani EDP di KPI Daerah Jatim.

"KPI pusat sebenarnya sudah memberlakukan sistem stasiun jaringan sejak 2007. Meskipun tertunda dua tahun, rekomendasi itu akan berlaku efektif, jika pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika juga menunjukkan peran aktifnya dengan meminta stasiun televisi swasta nasional untuk membentuk jaringan di daerah," paparnya.

Menurut Fajar, hal itu merupakan amanat undang-undang, sehingga tidak ada alasan lagi bagi stasiun televisi swasta nasional untuk tidak menaati aturan itu karena sebelumnya KPI sudah memberi kelonggaran kepada lembaga penyiaran televisi.

Ia menyebutkan, penundaan pemberlakuan sistem stasiun jaringan ini disebabkan adanya tiga faktor penghambat, yakni regulasi, teknis, dan kelembagaan.

"Persoalan regulasi dikarenakan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengalami keterlambatan dalam pelaksanaannya, karena adanya proses peninjauan kembali di MK (Mahkamah Konstitusi)," ucap mantan koresponden televisi swasta nasional itu.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran LPS mengalami keterlambatan dalam pelaksanaannya karena adanya "judicial review" di Mahkamah Agung (MA).

Sementara itu, kendala teknis, menyangkut keterbatasan infrastruktur ("transponder satelit, fiber optic, dan microwave") untuk menghubungkan induk atau anggota stasiun jaringan dengan stasiun relai di wilayah provinsi yang sama.

Untuk persoalan kelembagaan, diperlukan waktu dalam memisahkan aset perusahaan menjadi beberapa badan hukum yang berdiri sendiri, khususnya bagi lembaga penyiaran yang sudah "go public", memerlukan investasi yang besar untuk membentuk stasiun-stasiun penyiaran lokal.

Perlunya peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di daerah, masih terbatasnya potensi pasar iklan lokal, dan belum tersedianya regulasi yang mendukung pelaksanaan sistem stasiun jaringan.

Terjadinya penundaan ini juga telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Penerapan Sistem Stasiun Jaringan.

Dalam Permen itu, juga dijelaskan mengenai rencana pembentukan tim yang bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif penerapan UU Penyiaran, PP, dan UU terkait lainnya. Red/ST dari Formatnews -- http://www.kpi.go.id/?etats=detail&nid=1562

Tidak ada komentar: