02 Maret 2009

IKLAN POLITIK - Pembatasan Iklan Tak Berguna

Jakarta, Kompas, 3 Maret 2009 |  - Setelah pasal tentang sanksi yang mengatur iklan politik di media cetak dan elektronik dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi, pembatasan iklan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD menjadi tak berguna.

Tak ada sanksi apa pun bagi partai politik dan media elektronik yang mengiklankan diri ataupun menyiarkan iklan kampanye melebihi ketentuan.

Demikian diungkapkan anggota Komisi Penyiaran Indonesia, M Izzul Muslimin, di Jakarta, Senin (2/3). Kondisi itu terjadi karena Pasal 98 dan 99 UU No 10/2008 yang memuat sanksi atas penayangan iklan politik dibatalkan, sedangkan pembatasan iklan dalam Pasal 93,94, dan 95 UU yang sama tak dihapuskan.

 "Sanksi atas pelanggaran pengaturan iklan kampanye di lembaga penyiaran diserahkan ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), apakah mau memberikan sanksi atau tidak," katanya.

Aturan mengenai iklan kampanye ataupun iklan politik itu juga tidak tercantum dalam UU No 32/2003 tentang Penyiaran serta Pedoman Penyelenggaraan Penyiaran dan Standar Isi Siaran. UU Penyiaran hanya membatasi jumlah iklan maksimal di lembaga penyiaran maksimal 20 persen dari jam tayang.

"Dalam kondisi sekarang, untuk iklan lembaga penyiaran mencapai 20 persen sangat sulit tercapai," lanjutnya.

Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara mengatakan, iklan politik di lembaga penyiaran memang harus diatur karena menggunakan frekuensi yang jumlahnya terbatas. Lembaga penyiaran juga dapat hadir tanpa perlu izin kepada masyarakat sebagai konsumen. Keberadaan lembaga penyiaran ini berbeda dengan media cetak. Pihak yang tidak suka dengan gaya pemberitaan media cetak tertentu bebas membuat media cetak baru tanpa perlu izin apa pun. Karena itu, siapa pun dapat membuat media cetak sendiri sesuai keinginannya. (MZW)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/03/05461977/pembatasan.iklan.tak.berguna

Tidak ada komentar: