04 Desember 2008

Saat Krisis Tetap Perlu Investasi

Belanja Iklan Surat Kabar Tumbuh Paling Tinggi

Jakarta, Kompas - Pelaku bisnis dipandang perlu menerapkan strategi pemasaran tepat dan intensif untuk memperkuat posisi pascakrisis. Di sisi lain, media massa semakin dituntut untuk mengakomodasi berkurangnya waktu pembaca atau pemirsa. Dari sisi belanja iklan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada surat kabar.

Pandangan tersebut mengemuka dalam presentasi media dan pemasaran Nielsen, Kamis (4/12) di Jakarta.

Direktur Retailer Service AC Nielsen Indonesia Yongky Surya Susilo menjelaskan, studi di Harvard, Amerika Serikat, menunjukkan, perusahaan yang berinvestasi untuk pemasaran selama masa krisis berhasil melewati krisis dan mencapai pertumbuhan penjualan hingga 275 persen dalam waktu lima tahun kemudian.

Sebaliknya, perusahaan yang tidak berinvestasi untuk pemasaran selama masa krisis hanya tumbuh 19 persen dalam waktu lima tahun berikutnya.

"Pada masa krisis, pasti ada yang mengurangi investasi pemasaran, misalnya untuk belanja iklan. Perusahaan yang tidak mengurangi belanja pemasaran tentu akan unggul dalam menanamkan citra di benak konsumen. Begitu krisis berlalu, perusahaan-perusahaan yang berinvestasi itulah yang mendapat posisi lebih kuat," ujar Yongky.

Pada masa krisis, pemasaran dinilai perlu dikembangkan berdasarkan riset terhadap konsumen. Belanja pemasaran perlu dipertahankan dengan fokus pada nilai-nilai keluarga, penyesuaian harga dan portofolio produk, serta dukungan terhadap distributor.

Belanja iklan

Survei Nielsen menunjukkan belanja iklan di televisi dan media cetak, tidak termasuk radio, di Indonesia pada Januari-September 2008 mencapai Rp 31,4 triliun atau tumbuh 22 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2007. Televisi masih menyerap porsi terbesar dari belanja iklan, yakni Rp 19,6 triliun atau tumbuh 16 persen.

Meski demikian, belanja iklan di surat kabar tumbuh paling tinggi dibandingkan jenis media yang lain, yakni 34 persen dengan serapan belanja senilai Rp 10,5 triliun.

"Iklan pada pemilihan kepala daerah lebih banyak menggunakan surat kabar daripada televisi karena lebih memberi ruang eksplorasi," ujar Associate Director Nielsen Media Research Ika Jatmikasari.

Akan tetapi, Ika mengingatkan, tingkat keterbacaan surat kabar, majalah, dan tabloid saat ini mulai berkurang. Sekitar 72 persen responden yang disurvei Nielsen di sembilan kota besar Indonesia mengungkapkan mereka kini lebih sibuk sehingga waktu untuk membaca berkurang. Sekitar 35 persen pembaca koran dan 45 persen pembaca majalah juga mengatakan bahwa kenaikan harga media memengaruhi kebiasaan baca mereka.

Waktu menonton berkurang

Terkait dengan itu, waktu rata-rata yang dihabiskan seseorang untuk menonton televisi juga berkurang. Associate Director AGB Nielsen Hellen Katharina mengungkapkan, rata-rata jam menonton pemirsa turun 5 persen menjadi 2 jam 27 menit per hari. "Jeda iklan yang panjang dirasa mulai mengganggu," ujar Hellen.

Minimnya "gangguan" iklan itu pula yang, antara lain, mendorong pertumbuhan televisi berbayar di Indonesia. Pada 2006, rumah tangga yang memasang televisi berbayar di Indonesia hanya 0,1 persen. Jumlah itu meningkat menjadi 1,0 persen pada 2007.

Pada tahun 2008, persentase rumah tangga pengguna televisi berbayar melonjak 803 persen menjadi 8,9 persen. (DAY)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/05/00464732/saat.krisis.tetap.perlu.investasi

Tidak ada komentar: