09 Desember 2008

Brin, Pengetahuan, dan Pencerahan


Oleh NINOK LEKSONO

"Sergey Brin, salah satu pendiri Google, yakin bahwa pengetahuan selalu merupakan hal baik—dan (karena itu) mestinya ada lebih banyak lagi pengetahuan yang bisa dibagi." (The Economist, Enlightenment Man, 6-12/12)

Sebagai salah satu pendiri perusahaan internet terbesar di dunia (Google), Sergey Brin adalah sosok yang besar pengaruhnya, selain sebagai salah seorang terkaya Amerika.

Belum lama ini muncul kisah tentang sosok kelahiran Moskwa 35 tahun silam yang ahli matematika ini. Tanggal 18 September 2008 ia meluncurkan blog pribadi di too.blogspot.com. Dalam posting pertama, Brin—seperti dilaporkan Michael Arrington di situs Techcrunch—tampak bercanda. Namun, dalam posting kedua, ia terdengar serius. Ia bicara tentang perusahaan 23andMe (yang salah satu pendirinya adalah istrinya, Anne Wojcicki). Menurut perusahaan yang bergerak dalam riset DNA ini, ia punya mutasi gen yang terkait dengan penyakit parkinson (G2019S). Dengan itu, Brin termasuk orang yang bisa terkena penyakit parkinson.

Tetapi, laporan kali ini bukan untuk membahas kemungkinan Brin terkena parkinson, melainkan untuk mengupas sikap dan pandangannya tentang keterbukaan informasi dan pengetahuan. Hal ini ia sampaikan dalam Konferensi Zeitgeist yang diselenggarakan Google. Inilah pertemuan eksklusif bagi kaum inteligensia. (Zeitgeist, dari Bahasa Jerman, zeit 'waktu' dan geist 'semangat'. Selain harfiah berarti "semangat zaman", ungkapan ini menguraikan suasana keintelektualan, keberbudayaan, moral, etik, iklim politik satu zaman.)

Di forum ini, mereka yang dikenal sebagai "pemimpin pemikiran" (thought leaders) dunia berkumpul selama dua hari untuk membicarakan upaya menemukan jalan keluar bagi problem dunia paling berat dengan menerapkan nilai-nilai penalaran dan sains pencerahan yang didukung oleh Google.

Dalam kaitan penemuan 23andMe, salah seorang hadirin Pertemuan Zeitgeist menanyakan, apakah mengetahui dirinya berpotensi terkena parkinson baik atau tidak bagi Brin. Dalam satu hal, orang mengatakan "Tidak tahu itu merupakan berkah". Bukankah setelah Brin tahu tentang gen parkinson, ia akan hidup dilanda kecemasan?

Mendapat pertanyaan itu, Brin pertama-tama menyampaikan, "Siapa yang cemas?" Toh yang ia sampaikan hanyalah statistik bahwa untuk orang seperti dirinya, peluang mendapat parkinson adalah 20 persen hingga 80 persen. Itu saja.

Selebihnya, dengan mengetahui adanya kans sebesar itu, ia justru lalu mengambil langkah agar bisa terhindar dari penyakit tersebut. Ia, seperti dikutip The Economist di atas, menyebutkan bahwa olahraga membantu (mencegah parkinson).

Arti pengetahuan

Dengan uraiannya tentang peluang terkena parkinson, baik di blog pribadinya maupun di Konferensi Zeitgeist, Sergey Brin ingin menegaskan bahwa pengetahuan itu baik dan selalu lebih baik dari ketidaktahuan.

Berbekal pandangan itu, Brin lalu mendanai dan mendorong dilakukannya riset terhadap mutasi gen yang juga disebut dengan nama LRRK2 dan juga terhadap penyakit parkinson.

Sebagai tokoh internet terkemuka, Brin lalu memperlakukan gen tadi sebagai penyakit (bug) pada kode personalnya, jadi tidak ada bedanya dengan bug di komputer yang setiap hari dibereskan oleh teknisi Google. Brin—selain melakukan upaya mendahului (pre-emptive)—juga mengembangkan semangat berbagi. Dengan menolong dirinya sendiri, ia lalu bisa menolong orang lain.

Selain menjunjung pengetahuan, dalam sikap Brin juga terkandung pencerahan, hal yang tecermin dari visi yang kemudian juga dijadikan moto Google, yakni membuat semua informasi di dunia ini "bisa diakses dan dimanfaatkan secara universal". Bersama dengan mitranya, pendiri Google lainnya, Larry Page, kedua tokoh ini terus berupaya membawa semua informasi ke internet.

Daya transformatif

Dalam hidup, kita juga pernah mendengar kalimat bijak yang menyebutkan, "berbeda dengan uang, ilmu yang dibagikan tak akan habis, tapi malah bertambah". Dengan caranya, Brin tampak meyakini makna penyebaran pengetahuan.

Kisah Google sendiri sebelum ini telah ditulis oleh David Vise dan Mark Malseed dalam buku The Google Story (2006).

Dari kesehatan, Google dan kedua pendirinya juga mencoba berbuat untuk kebajikan lain. Di China mereka sepakat untuk menyensor hasil pencarian melalui mesin pencari Google. Mungkin itu untuk menyenangkan pihak Komunis, tetapi mereka berpandangan hal itu dilakukan dengan keyakinan bahwa di luar informasi yang disensor, warga China akan bisa mendapatkan informasi lebih banyak, dan itu akan membuat mereka lebih sejahtera.

Dalam Konferensi Zeitgeist, Brin mengumumkan, biarkan setiap orang menemukan genomnya masing-masing, lalu nyamanlah untuk berbagi kode yang diperoleh tadi agar pihak lain—pasien, dokter, dan peneliti—bekerja memecahkan sandi dan menemukan biang kerok (bug).

Semangat zaman yang diusung Brin bercorak keterbukaan informasi, yang diharapkan bisa memacu terbentuknya masyarakat berbasis pengetahuan. Untuk tujuan pragmatis, hal itu dimaksudkan agar masyarakat tersebut lebih berdaya saing. Namun, Brin tak menyinggung soal ini. The Economist juga mengaitkan Zeitgeist ala Brin lebih dalam konteks pencerahan.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/10/02433689/brin.pengetahuan.dan.pencerahan

Tidak ada komentar: