12 September 2008

DPR: Cabut Izin "Aora TV" - Tersangka Kasus Siaran Ilegal Astro Ditahan

Sp/Charles Ulag - Theo L Sambuaga

[JAKARTA] Kalangan DPR mendesak pemerintah segera mencabut izin penyiaran PT Karyamegah Adijaya (PTKMA)/Citra TV/Aora TV karena diduga memperjualbelikan izin prinsip penyelenggaraan penyiaran. DPR menilai tindakan itu melanggar UU Penyiaran.

Manajemen Aora TV juga dianggap melecehkan DPR karena tidak mau hadir dalam rapat dengar pendapat (hearing) antara Komisi I DPR, Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI), dan Indonesia Media Law and Policy Centre (IMLPC). Padahal, rapat tersebut membahas tentang dugaan adanya KKN dalam pemberian izin prinsip penyiaran PT KMA yang telah menyita perhatian publik.

"Saya menyayangkan ketidakhadiran manajemen PT Karyamegah dalam forum ini. Itu sama saja melecehkan parlemen, apalagi alasan ketidakhadiran mereka sangat tidak masuk akal," kata anggota Komisi I DPR Deddy Jamaludin di Jakarta, Kamis (11/9). Menurut dia, pemerintah harus bersikap tegas terhadap PT KMA dengan mencabut izin penyiaran Aora TV karena telah melanggar UU Penyiaran.

Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga juga menyesalkan ketidakhadiran pihak manajemen PT KMA, apalagi alasannya karena direksi sedang tugas ke luar kota. "Memangnya pihak manajemen hanya satu orang. Kalau mereka tidak bisa hadir kan bisa diwakili. Kami menjadwalkan untuk memanggil manajemen PT KMA kembali guna menjelaskan persoalan yang ada," kata dia.

Hal senada diungkapkan Komisi I DPR Djoko Susilo. ""Ini namanya contempt of parliament. Kami akan memakai UU No 2/2003 pasal 30 untuk memanggil secara paksa. Apalagi alasan surat direksi PT KMA atas ketidakhadiran tersebut sangat sumir, hanya menyebutkan bahwa manajemen sedang melakukan perjalanan ke luar kota. Kami harus tahu penjelasan spesifik perjalanan dinas seperti apa, atau jangan-jangan hanya pelesiran saja," katanya sambil menunjukkan surat PT KMA.

Melanggar Peraturan

Dalam rapat dengar pendapat itu, IMLPC menjelaskan, PT KMA telah melanggar UU Penyiaran karena diduga melakukan jual beli izin prinsip penyiaran. Hal itu dibuktikan dengan adanya perubahan kepemilikan saham PT KMA ketika baru saja menerima izin prinsip. "Tindakan ini juga bertentangan dengan Keputusan Menteri No 21/2007 dengan sanksi pencabutan izin," kata Direktur Eksekutif IMLPC Hinca Panjaitan.

Hal senada diungkapkan Ketua MPPI Amir Efendi. "Kami berharap DPR dapat memberi tekanan kepada pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya secara bersama-sama untuk menegakkan demokratisasi penyiaran dan peraturan perundangan.

Amir Efendi Siregar juga melaporkan kepada Komisi I DPR tentang sejumlah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang penyiaran yang dibiarkan berlangsung dan disetujui oleh negara (Depkominfo). Hal ini menyangkut persoalan jual beli/perpindahan tangan/penguasaan kepemilikan PT KMA/Citra TV/Aora TV. MPPI, kata dia, mendukung langkah IMLPC untuk menggugat pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam kasus PT KMA di Pengadilan Jakarta Pusat. "Kami berharap DPR dapat memberikan tekanan kepada pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mencabut izin penyiaran yang jelas-jelas melanggar aturan, termasuk PT KMA. Ini demi demokratisasi penyiaran dan tegaknya peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.

Menurut Hinca, IMLPC menemukan sejumlah kejanggalan dalam pemberian izin penyiaran PT KMA yang mendapatkan izin prinsip penyiaran pada 3 September 2007. Pada 29 November 2007, kurang dari tiga bulan setelah izin prinsip diberikan, tanpa realisasi investasi apa pun, KMA mengumumkan secara terbuka mengenai perubahan kepemilikan saham dari Hamzah Irawan (99,8%) kepada PT Arono Indonesia (95%) milik Rini Soemarno. Perubahan itu terealisasi pada 7 Januari 2008.

Perubahan itu melanggar Keputusan Menteri No 21/2001 dan Keputusan Menkominfo/9/2007 yang menyebutkan izin prinsip dilarang dipindahtangankan. Terkait seriusnya kasus tersebut, Djoko Susilo menegaskan, Komisi I akan memanggil kembali PT KMA, IMPLC, MPPI minggu depan. Apabila PT KMA tidak menghadiri pertemuan kedua, kata dia, Komisi I DPR bisa menggunakan kewenangannya, yakni mengadukan para petinggi Aora TV kepada Mabes Polri dan meminta untuk "menahan" para petinggi tersebut selama maksimum 15 hari.

Djoko Susilo menambahkan, Komisi I DPR menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan akan dugaan penyalahgunaan wewenang Menkominfo tentang pemberian izin operasi Aora TV. Dugaan ini muncul dikarenakan proses pemberian izin operasi yang sangat cepat, sedangkan para operator TV berbayar lainnya yang sudah beroperasi sejak lama harus menunggu, bahkan sampai saat ini masih ada yang belum memperoleh izin.

Ditemui usai rapat dengar pendapat, Deddy menilai ada inkonsistensi pemerintah dalam pemberian izin penyiaran.

"Kasus ini harus mendapat perhatian publik, termasuk menggugat Menkominfo yang telah memberikan izin. Apalagi ada dugaan izin penyiaran seringkali dijadikan ladang bisnis yang diperjualbelikan dengan harga antara Rp 500 juta hingga Rp 1 triliun," katanya.

Untuk itu, lanjut dia, Komisi I DPR akan meminta pertanggungjawaban Menkominfo dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR yang rencananya akan dilakukan pada Senin (15/11). "Kita akan meminta menteri terkait menjelaskan kasus ini secara terbuka kepada dewan," tegas dia.

Menurut dia, kasus ini harus dilaporkan ke KPK karena ada dugaan kuat KKN terkait proses pemberian izin pada PTKMA yang hanya butuh waktu dua hari, padahal normalnya butuh waktu satu tahun. "Patut diduga ada kolusi antara Aora TV dengan oknum di SKDI dan KPI karena sangat mustahil bila tidak ada upaya tidak sehat dapat menerimanya sangat cepat," ujarnya.

Ditangkap

Sementara itu, Polda Metro Jaya menyatakan, telah menahan tersangka kasus siaran ilegal Astro Malaysia di Indonesia. "Kami memang telah menahan beberapa orang sebagai tersangka. Tim penyidik Polda sedang memeriksa tersangka tersebut," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ketut Untung Yoga Ana, saat dikonfirmasi tentang kasus siaran ilegal PT Astro Malaysia.

Sebelumnya, tim dari Polda Metro Jaya menemukan hasil tayangan siaran langsung Astro Malaysia ke pelanggan Astro yang ada di kompleks ruko Pasar Modern Sarua, Perumahan Vila Dago, Ciputat, Tangerang, Sabtu (6/9). Ketika itu, sejumlah teknisi yang dipekerjakan dealer Astro Malaysia baru saja selesai memasang dekoder dan parabola. Pelanggan itu juga menunjukkan bukti transfer berlangganan siaran televisi dari Astro. Dan Senin (8/9) lalu, pelanggan dan teknisi itu diperiksa di Polda Metro Jaya.

Terkait kasus siaran ilegal Astro Malaysia, Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi (SKDI) Depkominfo Freddy Tulung mengatakan, pemerintah belum mengambil sikap. "Sampai saat ini kami terus mencermati perkembangan berita sampai adanya temuan baru dan terbukti secara hukum," ujar Freddy. [G-5/Y-4/L-8]

http://www.suarapembaruan.com/News/2008/09/12/index.html

Tidak ada komentar: