01 Juni 2008

Tukul dan Kebangkitan Nasional

Mengaitkan Tukul, presenter kocak acara Empat Mata di salah satu stasiun televisi swasta, dengan Kebangkitan Nasional agaknya seperti dicari-cari. Tukul atau Mas Tukul, kalau diamati, tentunya bagi yang rajin mengikuti acara tersebut adalah seorang tokoh teladan dalam pembinaan generasi muda. Dia adalah motivator kaum muda, khususnya yang masih belum beruntung dalam karier hidupnya, untuk tidak mudah menyerah kepada keadaan. Saya sangat mengaguminya.

Akan tetapi, ada salah satu leluconnya—yang boleh jadi tidak disadarinya dalam jangka panjang dapat merugikan kepentingan nasional bangsa. Seperti yang sering kita lihat, Mas Tukul selalu melecehkan nama-nama lokal, seperti nama-nama Jawa, misalnya Paimin dan Darsono. Walaupun ini dilakukan hanya sebagai lelucon, tanpa disadari hal itu akan menimbulkan rasa malu bagi keluarga-keluarga muda yang menamai anak-anaknya dengan nama-nama lokal.

Dengan demikian, dalam jangka panjang nama-nama lokal akan berganti dengan nama-nama mancanegara, dan jadilah salah satu jati diri bangsa telah hilang jejaknya. Padahal, nenek moyang kita mengajarkan kepada kita, Candi Buddha yang dibuat oleh nenek moyang kita adalah candi termegah dibandingkan dengan candi-candi Buddha lain di seluruh dunia. Nama Mpu Sendok jelas tidak ada di negara mana pun.

Sekalipun Aceh dijuluki Serambi Mekkah, nama Cut Nyak Dien dan Teuku Umar adalah nama-nama lokal yang ditakuti Belanda. Bali terkenal di seluruh dunia, tetapi nama-nama Kompyang, Jelantik, serta nama bersaudara seperti Ketut, Made, dan Nyoman itu pasti tidak dikenal di negara beragama Hindu mana pun. Nama-nama lokal di Indonesia yang membuat kita mempunyai kebanggaan sebagai bangsa yang memiliki budaya yang sangat beragam dan sangat indah. Sunarno Sudagaran TR 3/1089, Tegalrejo, Yogyakarta

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/02/00052511/redaksi.yth

Tidak ada komentar: