14 Juni 2008

Rieke Dyah Pitaloka dan Sebatang Pohon Jengkol

Budi Suwarna

Rieke Dyah Pitaloka meramu rumahnya dari material tua dan bekas pakai. Hasilnya, sebuah "puri" cantik bergaya kampung di daerah Kukusan, Beji, Depok, Jawa Barat.

Pemeran Si Oneng dalam sinetron komedi Bajaj Bajuri itu mengaku merancang sendiri rumahnya. "Pengerjaannya dilakukan beberapa tukang dari Ciamis, Jawa Barat, dan dari Jawa Tengah," kata Rieke, Rabu (11/6). (Iyalah, masak Rieke sendiri yang mengerjakan. Memangnya kuat?).

Konsep rumah yang dibangun tahun 2007 itu, ujar Rieke, adalah rumah kampung. Gayanya dicomot dari sana-sini. Ada unsur rumah Jawa dan Tionghoa di situ. "Gue sendiri bingung ini rumah model apa. Tetapi, kayaknya unsur Jawa lebih banyak deh," kata Rieke yang gaya bicaranya ceplas-ceplos.

Unsur Jawa bisa dilihat dari adanya delapan tiang utama (soko guru) yang menopang bagian atap rumah. Selain itu, ada gebyok besar di depan pintu masuk kamar tidur. Unsur Tionghoa terlihat pada beberapa daun pintu dan jendela kayu yang dicat warna hijau, merah, dan emas.

Rumah itu secara garis besar terdiri dari dua bangunan. Tepat di sebelah kanan pintu masuk terdapat bangunan joglo tanpa dinding. Joglo yang difungsikan sebagai panggung terbuka ini seolah menegaskan Rieke adalah seorang artis. Dia mengaku biasa berlatih teater bersama teman-temannya di panggung itu.

"Latihan monolog perempuan dilakukan di sini," ujar Rieke. Yang dia maksud adalah monolog Perempuan Menuntut Malam yang dipentaskan Maret lalu. Ini adalah naskah drama yang ditulis Rieke bersama Faiza Madzoeki.

Berhadapan dengan joglo, terdapat bangunan utama dengan jendela-jendela lebar dari kayu yang dibiarkan polos tanpa cat. "Kalau ada latihan di joglo, orang bisa nonton melalui jendela ini," ujar Rieke.

Dari jendela ini pula, Rieke bisa melihat hamparan rumput hijau di halaman rumah, tanaman bunga, teras, dan kolam ikan koi. "Rumah ini dikelilingi teras dan atapnya tanpa talang. Kalau hujan turun, gue bisa lihat air langsung jatuh dari teritisan. Kalau sudah begitu, gue bisa langsung nulis puisi," kata dia.

Di samping kanan bangunan utama terdapat perpustakaan pribadi. Koleksi bukunya tertata rapi di rak kayu yang tinggi hingga menyentuh langit-langit. Sebagian buku ditumpuk begitu saja di atas meja-meja kayu besar. "Di sini gue atau suami biasa belajar. Ceilee... belajar," sambar Rieke mengomentari dirnya sendiri.

Rieke mengaku menyukai hampir semua sudut rumahnya. "Gue puas sama rumah ini. Gue merasa nyaman banget kalau sedang di dalam rumah," jelas dia.

Bongkaran

Wajar jika Rieke mengaku sangat puas dengan rumahnya. Pasalnya, rumah itu dia bangun dengan segenap usaha dan tentunya dana. Tiga tahun sebelum rumah berdiri, Rieke telah berburu dan mengumpulkan kayu-kayu tua, daun pintu, dan jendela dari beberapa daerah.

Dia juga berburu genting, keramik, dan ubin tegel yang sering kita jumpai di sekolah inpres zaman Orde Baru. Material-material tua itu sebagian dia beli langsung dari pedagang barang bongkaran. Genting yang sekarang terpasang di rumahnya, misalnya, bekas genting sekolah tua di Grogol, Jakarta Barat.

Setelah semua material terkumpul, Rieke baru memulai pembangunan rumahnya. "Gue memang terobsesi sama barang-barang tua," kata Rieke tentang alasan memilih material tua.

Rieke terobsesi barang tua sejak kecil. Dulu, setiap pulang dari sekolah di Garut, Jawa Barat, kenang Rieke, dia sering mampir ke kuburan china. Di tempat itu, dia mengagumi bentuk kuburan dan ornamennya yang bagus. Ketika dewasa dan sudah punya duit banyak, Rieke mulai mewujudkan obsesinya dengan mengumpulkan barang-barang tua.

Mebel dan pajangan di rumah Rieke juga sebagian besar berusia tua. Barang yang tampak modern di rumah itu hanya dua televisi layar datar.

Di kamar tidur tamu, ada lemari peninggalan nenek moyangnya. Di kamar tidur Rieke, ada lemari tua bekas rak obat sebuah apotek. Di dapur ada termos es tua dan dua jeriken bensin dari kaleng yang sudah berkarat. Di ruang tengah, ada sepeda roda tiga untuk anak-anak. Ada pula radio tua, botol-botol minuman tua, dan toples tua yang dipajang di rak. Bahkan, dia pun memajang guci tua bekas menyimpan abu jenazah. Hiii... sereeeeem.

Pokoknya, kalau Anda ingin membuang barang bekas, Anda bisa menghubungi Rieke terlebih dahulu. Barangkali dia mau menampungnya.

Saking sayangnya, Rieke tidak mau membuang gelondongan batang pohon jengkol yang ditebang dari halaman rumahnya. Dia justru menyuruh tukangnya membuatkan kaki meja pada batang jengkol itu. Jadilah meja televisi dari batang jengkol yang dibiarkan kasar apa adanya.

Rieke sudah tidak ingat berapa banyak barang bekas dan tua yang telah dia kumpulkan. "Karena sudah terlalu banyak, sebagian saya jual," kata Rieke.

Begitulah, dari pengumpul, Rieke sekarang jadi bakul (pedagang) mebel tua. Dia, bahkan, mulai membuka toko mebel di Depok.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/15/01555389/sebatang.pohon.jengkol


Renungan Kloset, Tidak Lagi Merenung di Kloset

Lima tahun lalu, Rieke Dyah Pitaloka suka sekali merenung di kamar mandi. Dari kebiasaan itu munculah buku kumpulan puisi berjudul Renungan Kloset. Apakah sekarang dia masih suka merenung-renung di kamar mandi?

"Enggak. Itu kan dulu waktu gue tinggal di (rumah) kos-kosan. Kalau sekarang, gue biasa diskusi sama suami sambil gosok gigi berdua di kamar mandi he-hehe...," kata Rieke sambil tersenyum sumringah.

Kamar mandi Rieke yang sekarang mungkin lebih nyaman dari kamar mandinya dulu di rumah kos-kosan. Kamar mandi itu dihiasi pancuran, kaca besar, batu alam, dan kloset yang bagus. Pokoknya seperti kamar mandi hotel.

Kalau di kamar mandi kos-kosan Rieke mampu mewujudkan renungannya menjadi buku, mestinya dengan kamar mandi yang sebagus sekarang dia bisa menyulap renungannya menjadi novel.

Artis yang bersikap cuek dan bicara ceplas-ceplos itu mungkin sudah tidak punya banyak waktu merenung di toilet. Maklum, kegiatannya sebagai artis dan aktivis partai jumlahnya seabrek.

Hampir setiap hari Rieke biasa bangun sekitar pukul 05.00. Sejam kemudian, dia sudah harus meluncur ke stasiun Trans TV untuk membawakan acara Good Morning. Setelah itu, dia melanjutkan dengan kegiatan lain. Rieke baru pulang ke rumah pada sore atau malam hari.

Rieke juga sekarang sering bepergian ke luar kota untuk kegiatan politik. "Saya memang jarang di rumah. Kadang-kadang sedih juga tidak bisa menikmati suasana rumah. Saya ini sebenarnya orang rumahan," kata dia.

Untungnya, kata Rieke, suaminya memahami benar aktivitasnya yang seabrek itu. "Kalau saya tidak di rumah, dia kan bisa main-main sama ikan koi peliharaan dia," ujar Rieke.

Donny Gahral Adian (34), suami Rieke, memelihara ikan koi di kolam depan dan samping rumah. Ikannya besar-besar dan montok. Beberapa di antaranya pernah menang kontes. Pada Rabu sore Rieke dan Donny yang belum dikarunia anak memiliki kesempatan bermain-main dengan ikan koi mereka.

Ketika tangan Rieke dan Donny dicelupkan ke kolam, ikan-ikan koi itu berebutan menghampiri. "Come to mama, come to papa," kata Rieke sambil tertawa lepas. (BSW)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/15/01552781/tidak.lagi.merenung.di.kloset

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sabtu, 30 Agustus 2008 10:14

KOMENTAR FANS MARISSA HAQUE Kapanlagi.com - Artis papan atas Marissa Haque mengatakan bahwa dirinya gelisah dunia entertainment yang selalu menyorot artis dari sisi popularitas saja. Sudah saatnya artis yang memang berlatar akademis tidak hanya disorot keartisannya. Marissa menunjuk Baim, mantan vokalis Ada Band dan Artika Sari Devi yang yang keduanya lulusan sarjana S-2 hukum.

"Selalu saja kami disorot dari sisi artis. Saya jarang dimintai pendapat tentang hal lain di luar keartisan. Bagi publik, hal itu juga membuat image artis tidak cerdas. Saya ingin jadi akademisi negarawati sejati," kata Marissa Haque, saat berbincang dengan KapanLagi.com di Hotel Grand Mercure Yogyakarta, Jumat (29/8).


Wanita kelahiran Balikpapan 15 Oktober 1962 ini mengatakan bahwa dirinya 2-3 pekan lagi lulus sarjana S3 dari IPB jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Selain itu, Marissa juga sedang kuliah magister S2 di MM UGM jurusan Human Resources and Organization. Selain di UGM, Marissa juga mengambil jurusan S2 Magister Humaniora di Unika Atmajaya Jakarta dengan spesialisasi pengajaran untuk anak tuna rungu.


Pada kesempatan di Yogyakarta ini Marissa terpilih sebagai Duta batik Adiningrat dan batik Ningrat. Batik Adiningrat beralamat di Malioboro 73, dan batik Ningrat di Jalan Maliboro 23 ini merupakan gerai bisnis retail batik Pertiwi Group. Penandantanganan Marissa dipilih sebagai Duta batik Adiningrat dan Batik Ningrat MOU Marissa sebagai duta batik tersebut dimulai sejak 1 Agustus kemarin, dengan kurun waktu 1 tahun lamanya.


"Saya sangat bersyukur bisa menjadi duta batik, karena saya mencintai karya Indonesia. Apalagi melihat perkembangan batik yang berjalan begitu pesat. Rancangan dari batik pun beraneka ragam dan pakaiannya sudah menjadi suatu rancangan yang modern," ujar Marissa yang juga Ketua bidang Lembaga Keuangan Mikro Syariah Partai PPP ini.


Saat di Hotel Grand Mercure Yogyakarta kemarin, Marissa juga panjang lebar bertutur tentang batik, lingkungan, hukum, dan persoalan politik.


Hilman Hakim, Manager Operasional Pertiwi Grup mengatakan, setahun penuh Pertiwi Grup akan memakai jasa Marissa sebagai media promosi produk batiknya. Marissa adalah publik figur cerdas. Ia juga tak terimbas isu dari perkawinannya dengan Ikang Fawzi. (kpl/tia)

Lihat Foto Marissa Haque di Yogyakarta