Mungkin tidak pernah terlintas dalam benak finalis Idola Cilik Siti Nur Qomaria, menyanyi di hadapan ratusan orang. Meski aktif sebagai pengamen cilik, impian itu hanya sebatas mimpi saja. Namun, peserta asal Surabaya ini bukan main gembira saat terpilih sebagai finalis.
Senada dengan itu, kontestan asal Jakarta Zahra Damarvia juga merasakan kebahagiaan yang sama. Kebahagiaan itu, katanya, bahkan dirasakan seluruh keluarganya. Semua pihak kecipratan sibuk memberi dorongan kepadanya saat berlomba.
"Keluargaku senang banget, mereka kerepotan. Setiap aku tampil mereka bikin sesuatu, tapi mereka senang ngerjainnya," ujar Zahra saat dihubungi melalui telepon, Rabu (28/5).
Zahra dan Siti merupakan kontestan tujuh besar kompetisi Idola Cilik yang diadakan di RCTI. Mereka telah melewati beberapa tahap seleksi dalam kompetisi tersebut. Kontes dengan beragam latar belakang finalis ini dikhususkan untuk menemukan pemenang yang akan dianugerahi gelar idola cilik.
Merebut Perhatian
Ajang ini telah merebut perhatian khalayak ramai. Kompetisi ini tidak sekadar menyajikan penampilan para kontestan, tapi juga sajian "bumbu" lain. Misalnya, keterlibatan dua pengamen cilik, Siti dan Nur Wahid Hidayat. Selain itu, para juri yaitu Ira Maya Sopha, pembawa acara Dave Hendrik, finalis Indonesian Idol Winda Viska Ria, dan vokalis Sheila On 7 Duta semakin menambah ramai acara ini.
Zahra mengaku keinginannya mengikuti ajang Idola Cilik didorong oleh kesempatan untuk mengeksplorasi diri. Dia menegaskan ingin mencoba tantangan untuk bekerja keras. Bahkan, siswa kelas lima sekolah dasar ini (SD) mengatakan bersedia mengikuti sesi latihan vokal yang melelahkan.
Berbeda dengannya, Siti mengungkapkan inisiatif mengikuti audisi Idola Cilik justru datang dari beberapa pembinanya di Sanggar Alang-alang. Siti bergabung di sanggar itu sejak lima tahun lalu.
Namun, kesempatan bersiap menjadi idola cilik ternyata menyisakan persoalan. Siti sudah lebih dari sebulan meninggalkan bangku sekolah, membuatnya sulit untuk menghadapi ujian sekolah.
"Terpaksa kalau ujian aku nyontek, ya nyonteknya 10 persen, ngerjain sendiri 90 persen. Kalau ditanya, "Kamu nyontek ya?" Ngga, cuma nanya," tutur siswa kelas empat SD itu terus terang.
Terkait hal itu, mantan artis cilik Dhea Ananda mengungkapkan, kewajiban bersekolah harus tetap diprioritaskan.
"Kadang gini, anak bilang ngga capek, kan anak ngga tahu kapasitas dia. Ini capek atau ngga sih, kadang-kadang senang saja syuting. Nah orangtua harus lebih peka," tandas mantan anggota Trio Kwek-kwek ini.
Dia mengungkapkan, manajemen Trio Kwek-kwek diatur oleh orangtua para personelnya. Sejumlah tawaran menyanyi kata Dhea, selalu dinegosiasikan dengan anak.
"Oh iya, karena kami bukan robot walaupun kami anak kecil, kami kan juga punya pendapat, punya ide, itu juga dimasukkin. Kayak misalnya, kalau kita nyanyi maunya koreografernya kaya gini nih," jelasnya.
Bagi Dhea, kondisi itu menolongnya menikmati peran sebagai artis cilik. Dia merasa selalu dilibatkan dalam tiap pengambilan keputusan. Meski dalam beberapa kesempatan, orangtuanya bisa saja menolak dengan tegas tawaran syuting.
Seorang artis cilik, tuturnya, tetap memerlukan kesempatan bermain. Dia mengungkapkan inisiatif itu harus datang dari orangtua. Menurutnya, pekerjaan seorang anak harus dikondisikan sebagai hal yang menyenangkan.
Maraknya anak-anak yang ikut dalam ajang adu bakat menyanyi tidak sepenuhnya berdampak positif. Sebagian dari mereka justru kehilangan waktu bermain dan belajar. Sayangnya, para orangtua tidak menyadari dampak negatif tersebut. Anak-anak seolah dipaksa mengukir prestasi sejak dini demi memenuhi ambisi atau sekadar membantu ekonomi keluarga.
Aksi unjuk gigi anak-anak di industri hiburan mulai menjamur dengan adanya ajang Idola Cilik. Program televisi yang menjanjikan ketenaran dan berbagai hadiah berhasil memikat para orangtua memasukkan anak mereka sebagai peserta.
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi menilai, ajang mencari bakat seperti Idola Cilik menarik untuk mengasah talenta dan kemampuan anak bernyanyi. Namun, konsep acaranya harus dibuat 'ramah anak'. Acara tidak boleh dikemas ekstrem dengan air mata apabila anak harus gugur dari pertandingan, sehingga, anak-anak yang ikut kontes tidak trauma atau takut kalah.
Pendapat anak, menurut Kak Seto juga harus menjadi prioritas orangtua sebelum memasukkan anak dalam ajang perlombaan. Ada beberapa anak yang minat bernyanyi, namun ada juga yang dipaksa menyanyi karena takut pada orangtuanya. Bagi anak yang gemar menyanyi, ajang Idola Cilik memang pas. Anak bisa lepas mengekspresikan dirinya. [NCW/EAS/N-5]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar