Di media massa cetak, kini muncul dua kelompok besar. Kelompok pertama yang benar-benar positif, dan kelompok kedua yang benar-benar negatif. Kelompok pertama menguntungkan masyarakat (publik) karena isinya positif sesuai dengan UU Pers dan kode etik jurnalistik, serta menjalankan fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, sosial kontrol, memajukan perekonomian. Bahkan, mereka bisa menjual murah produknya. Pada kelompok kedua terjadi sebaliknya, negatif karena hanya mengejar keuntungan. Sedangkan, isinya melanggar UU Pers dan kode etik serta jauh dari ketentuan hukum dan norma-norma yang berlaku. Media yang tergabung dalam kelompok ini selalu menampilkan
tulisan/berita sejenis propaganda, fitnah, kekerasan, dan pornografi.
Tentu saja kita harus melawan media yang negatif dengan tidak membelinya. Dengan tidak dibeli maka media negatif itu akan mati (tutup) dengan sendirinya. Bagaimana dengan media elektronik? Hemat kita kondisinya hampir sama saja dengan media massa cetak. Masing-masing stasiun televisi menampilkan tayangan negatif bagi pemirsanya. Namun, ada yang selintas (sedikit) saja, ada pula yang banyak bahkan terkesan disengaja. Namun, tetap ada saja stasiun yang menjaga imej sehingga tidak larut dalam menampilkan tayangan sampah yang berdampak negatif bagi masyarakat, khususnya dalam rumah tangga.
Oleh karena itu, kita mendukung upaya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang mendata tayangan-tayangan televisi swasta dan meminta masyarakat untuk mewaspadai 10 program acara yang ditayangkan sembilan stasiun TV swasta nasional Indonesia. Ke-10 acara TV tersebut paling banyak melanggar Standar Program Siaran KPI, antara lain melanggar norma kesopanan dan kesusilaan dengan banyak menampilkan kekerasan, menampilkan kata-kata kasar, merendahkan, dan melecehkan orang lain.
KPI menganalisis tiga jenis program tayangan TV dengan pertimbangan pengaduan masyarakat yang paling banyak, yaitu sinetron, variety show, dan acara anak. Ke depan kita harapkan seluruh media massa baik cetak, elektronik lebih berkualitas dengan adanya pengawalan dari pihak terkait, terutama publik.
Wawan Budayawan, S.Pd, Pemerhati Masalah Budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar