13 Mei 2008

Stasiun Televisi Didesak Perbaiki Konten

Selasa, 13 Mei 2008, TEMPO Interaktif, Jakarta: Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendesak stasiun televisi segera memperbaiki isi siaran yang dinilai bermasalah. "Evaluasi konten ini sangat serius," kata anggota KPI Yasirwan Uyun kepasa Tempo di Jakarta kemarin.

Ia menjelaskan, standar program siaran yang dibuat komisinya adalah amanah Undang-Undang Penyiaran. Apalagi, ketika stasiun televisi mengurus izin, mereka juga sudah menandatangani kesediaan memenuhi standar itu. "Seharusnya mereka tunduk."

Seperti diberitakan koran ini kemarin, stasiun televisi menanggapi dengan dingin hasil temuan tim analisa konten KPI mengenai 10 tayangan yang bermasalah. Padahal, dari evaluasi atas 198 episode dari 75 judul acara yang mencakup sinetron serial, variety show, dan tayangan anak menunjukkan beberapa konten melanggar standar program siaran.

Pelanggaran meliputi unsur kekerasan, baik fisik, sosial, psikologis, verbal maupun nonverbal, pelecehan terhadap kelompok masyarakat maupun individual, penganiayaan terhadap anak serta tidak sesuai dengan norma-norma kesopanan dan kesusilaan. Sepuluh acara itu diyatangkan oleh SCTV , RCTI, Trans TV, ANTV, TPI, dan Indosiar.

Direktur Program PT Indosiar Visual Mandiri Tbk. (Indosiar) Triyandi Suyatman mengatakan, tolok ukur utama tayangan sebuah program adalah pemirsa. "Penilaian buruk kan pendapat KPI, tapi sebuah program itu dinilai jutaan orang," katanya. Menurut General Manager Produksi PT Global Informasi Bermutu (Global TV) Irwan Hendarmin, masyarakat memang gandrung pada acara-acara yang dibumbui kekerasan, kemewahan, dan mimpi harapan. (Koran Tempo, 12 Mei)

Yasirwan menyatakan telah mengirim surat peringatan kepada mereka agar memperbaiki isi tayangan. Kalau tak dipenuhi, "Kami akan tegur lagi untuk menghentikan tayangannya," ujarnya. Ia sepakat standar program siaran bukan kitab suci sehingga tak sempurna. Tapi, stasiun televisi mesti memenuhi ketentuan perundangan.

PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNC), induk perusahaan RCTI dan TPI, menilai pelanggaran terjadi karena penafsiran standar program siaran tak jelas. "Seperti apa yang boleh dan yang tidak. Termasuk soal kriterianya," kata juru bicaranyanya, Gilang Iskandar.

Ia mengakui RCTI tak mencantumkan klasifikasi acara pada sinetron 'Jelita' dan 'Namaku Mentari.' Tapi, selama ini belum jelas mana klasifikasi yang dipakai, versi KPI, Lembaga Sensor Film (LSF), atau Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI).

Klasifikasi versi KPI adalah "program anak-anak", "orang tua", "dewasa", dan "semua umur". LSF menggolongkan acara dalam "17 tahun ke atas". Sedangkan ATVSI, mengkategorikan "tayangan dewasa", "semua umur", dan "bimbingan orang tua (BO)." "Selama ini kami pakai klasifikasi ATVSI."

Juru bicara PT Surya Citra Televisi (SCTV) Hardiyanto sependapat dengan MNC. Ia mengkritik standar program siaran, misalnya larangan kekerasan. "Di serial Doraemon ada adegan saling banting. Apakah itu harus dikategorikan sama dengan SmackDown?" katanya. Agoeng Wijaya

Tidak ada komentar: