30 Mei 2008

Siaran Kampanye Terselubung Perlu Dicermati

kpi.go.id 29/5/08 - Cukup banyak kelemahan pengaturan siaran kampanye yang ada dalam UU Pemilu 2008. Salah satunya adalah definisi siaran kampanye yang dinilai kurang mencukupi saat dipertemukan dengan fakta yang ada dalam media penyiaran. Diantaranya adalah banyaknya variasi program acara televisi sehingga sangat potensial dijadikan ajang kampanye terselubung serta karakter media penyiaran televisi yang sangat ketat dalam pengaturan waktu tayang.

Menurut pengamat media dan penyiaran Ade Armando, saat menjadi narasumber dalam Dialog Publik "Mewujudkan Siaran Kampanye yang Jujur, Adil, dan Mencerdaskan", yang diselenggarakan KPI Pusat, hari ini (29/5) di komplek sekretariat KPI Pusat, masalah awalnya dimulai dari definisi siaran kampanye yang dalam UU Pemilu dibatasi sebagai pesan yang isinya berbentuk penawaraan visi, misi dan program dari peserta pemilu. Menurut Ade, ini bisa memicu tafsir bahwa asal sebuah pesan kampanye tidak secara eksplisit menawarkan visi, misi, dan program, maka tidak dapat disebut sebagai siaran kampanye.

Ade menilai keterbatasan ini dapat memicu munculnya bentuk-bentuk kampanye terselubung dalam berbagai program televisi yang ada sekarang ini. "Ini bisa saja muncul dalam acara-acara yang sebenarnya sifatnya program hiburan. Ini, misalnya, seperti saat Pemilu 2004 lalu ada kandidat presiden tiba-tiba muncul dalam acara ajang pemilihan bakat di sebuah stasiun televisi, atau mungkin siaran tentang aktivitas seorang kandididat. Apakah yang ini akan disebut kampanye atau tidak?" ujar Ade yang juga pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi UI ini.

Soal materi kampanye yang bisa saja disiasati oleh lembaga penyiaran dan peserta pemilu untuk untuk disembunyikan dalam kemasan berbagai program acara juga diungkapkan beberapa peserta diskusi. Misalnya, bisa saja karena jangka waktu kampanye yang sampai sembilan bulan, materi kampanye dikemas dalam bentuk program-program kreatif seperti sinetron atau kuis.

Menyoroti program berita, khususnya jika ada maksud mengatur keseimbangan durasi pemberitaan, Ade menyampaikan pengalaman pengaturan siaran pemilu di Amerika yang dipakai saat ini sudah tidak lagi mengaturnya, "Dulu di Amerika juga mengaturnya (durasi pemberitaan), namun saat ini sudah tidak diberlakukan lagi," katanya.

Kaitannya dengan kampanye sebagai media pendidikan pemilih, Ade Armando melihat ada kesulitan yang cukup mendasar dari media televisi. Dengan durasi iklan kampanye sepanjang 30 detik, menurut Ade, sulit bagi iklan kampanye akan muncul sebagai media pendidikan pemilih. Belum lagi, tambahnya, karena setiap televisi juga punya karakter masing-masing, sehingga program kampanye yang berbentuk siaran monolog, dialog, atau debat menjadi tidak pas ketika disiarkan televisi tersebut. "Misalnya, apakah mungkin jika siaran tersebut juga diwajibkan untuk televisi seperti spacetoon, yang fokus pada program anak," tambah Ade.

"Saran saya, sebaiknya siaran kampanye yang berbentuk monolog, dialog, atau debat itu memang tidak diwajibkan kepada semua lembaga penyiaran. Apalagi televisi swasta sangat ketat dalam soal waktu, sehingga siaran tersebut bisa tidak maksimal karena diselingi banyak iklan. Namun, karena siaran kampanye seperti ini sangat penting, saran saya, bisa diwajibkan kepada lembaga penyiaran publik, yakni TVRI dan RRI, karena mereka jelas milik publik," terang Ade yang juga mantan anggota KPI Pusat periode 2003-2006. Red

Tidak ada komentar: