02 Mei 2008

Kontroversi Penghentian Siaran Televisi Berlangganan Astro * Terjepit Aturan dan ketatnya Persaingan

Jawa Pos 14/4/2008 -- Seperti tenaga kerja Indonesia (TKI) di negeri jiran Malaysia, nasib operator televisi berbayar Malaysia yang mengais rezeki di Indonesia juga selalu diterpa masalah. Hanya 2,5 tahun berdiri, Astro terpaksa tutup operasi.

Kehadiran televisi berbayar asal Malaysia, Astro, melalui PT Direct Vision sejak akhir 2005, ternyata, banyak mengundang curiga. Baru setahun mencoba peruntungan di Indonesia, Astro bertubi-tubi digempur permasalahan berat. Entah siapa yang memulai, hak siar ekslusif English Premier League (EPL) yang dimiliki Astro dinilai melanggar UU Persaingan Usaha.

Atas kasus itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan untuk menindaklanjuti pengaduan dari beberapa kompetior Astro dengan indikasi memonopoli. Di antaranya, PT MNC Skyvision (Indovision), PT Indonusa Telemedia (Telkom Vision), dan PT Indosat M2 Vision (IM2). Perusahaan kompetitor itu menilai Astro memperoleh hak siar EPL tanpa tender.

Jika dugaan monopoli terbukti, Astro terancam denda hingga triliunan rupiah karena selain terkena sanksi administrasi dari KPPU, ketiga operator kompetitor Astro sepakat untuk meminta ganti rugi kepada Astro atas hilangnya kesempatan usaha mereka. Sanksi administrasi KPPU sesuai UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Persaingan Tidak Sehat berkisar Rp 1 miliar-Rp 25 miliar. Besaran ganti rugi bergantung pada tuntutan masing- masing operator pelapor.

Belum selesai dengan kasus tersebut, Astro kembali tersandung masalah perizinan dan kewajiban kepada pemerintah (regulator). Karena itu, Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) pada 19 Maret 2008 mengundang direksi PT Direct Vision selaku operator Astro untuk mengklarifikasi status kepemilikan izin dan kewajiban yang harus dipenuhi Astro. "Hasil klarifikasi tersebut menunjukkan, beberapa izin memang sudah dimiliki. Tetapi, ada beberapa kewajiban lain yang ternyata belum dipenuhi sehingga izin PT Direct Vision tidak dapat dikatakan telah sah secara hukum," ungkap Menkominfo Muhammad Nuh.

Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel Gatot S. Dewabrata mengatakan, terdapat empat kewajiban yang belum dipenuhi PT Direct Vision. Pertama, belum membayar tunggakan BHP (biaya hak penggunaan) frekuensi radio. Sejak beroperasi Desember 2005, PT Direct Vision memakai satelit Measat tanpa dilengkapi ISR (izin stasiun radio). "Dengan begitu, secara otomatis Direct Vision tidak membayar BHP frekuensi radio," ujarnya.

Memang benar, lanjut Gatot, PT Direct Vision telah bekerja sama dengan PT Broadband Multimedia sebagai penyelenggara jaringan. Bahkan, PT Broadband Multimedia-lah yang justru memiliki ISR, yang diterbitkan Ditjen Postel pada 6 Juni 2007. "Hanya, kerja sama tersebut belum memiliki dokumen kontrak yang disampaikan ke Departemen Kominfo," lanjutnya.

Kewajiban kedua yang belum dipenuhi Astro adalah kepemilikan sertifikat ULO (uji laik operasi) atas relokasi serta penambahan kapasitas serta perangkatnya. Ketika awal pelaksanaan ULO pada Februari 2005, PT Direct Vision disebutkan memakai satelit Palapa C. "Namun, kemudian setelah penambahan baru sarana pendukung pelayanan jasa televisi berbayar, penambahan kapasitas, dan relokasi stasiun pengendali, ternyata, Astro belum pernah mengajukan ULO lagi," jelasnya.

Kewajiban ketiga yang harus dipenuhi PT Direct Vision adalah membuat kontrak kerja sama hukum secara mengikat antara PT Direct Vision dan PT Broadband Multimedia dalam hal penggunaan satelit Measat. PT Direct Vision juga belum melaporkan perubahan lokasi atau domisili perusahaan. Kewajiban pelaporan resmi itu seharusnya disampaikan kepada Menkominfo. "Konsekuensinya, Astro harus off air terlebih dahulu sejak Jumat (11/4) dan baru dipertimbangkan dibuka jika semua kewajibannya terpenuhi," ungkapnya.

Meskipun tenggat waktunya hampir bersamaan, Gatot menegaskan bahwa pemberitahuan penghentian siaran Astro tersebut sama sekali tidak terkait dengan permasalahan hak monopoli acara Premier League oleh PT Direct Vision yang sedang diselidiki KPPU. "Ini murni semata-mata masalah pemenuhan kewajiban sebagaimana diatur dalam UU Telekomunikasi. Jadi, kebijakan pemerintah ini untuk menegakkan peraturan," jelasnya.

Penghentian sementara siaran Astro TV itu ternyata menimbulkan isu tak sedap. Kabarnya, penghentian sementara siaran Astro TV itu tak lepas dari lobi keras yang dilakukan oleh sebuah TV berlangganan lain yang jadi pesaing berat Astro.

Sebuah sumber mengatakan, perusaahaan yang memiliki pelanggan paling besar di Indonesia ini merasa terancam bisnisnya sejak Astro masuk Indonesia pada 2005. Perusahaan itu disebut-sebut telah mengadukan Astro TV ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Seperti diketahui, Astro dituding telah melakukan persaingan bisnis tidak sehat dalam penyiaran Liga Inggris (English Premier League). Tapi, sampai saat ini, investigasi yang dilakukan KKPU belum membuahkan hasil. Itu sebabnya, langkah melobi petinggi pemerintah pun diambil.(agus wirawan/kim)


Nuh: Astro Cedera Janji

JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh meminta agar pelanggan Astro memahami alasan penutupan siaran TV berbayar asal Malaysia itu. Menteri asal Jawa Timur tersebut menyatakan, Depkominfo menindak tegas karena Astro cedera janji.

"Ada yang mereka sampaikan berbeda dengan kenyataan," ujar Nuh kepada Jawa Pos kemarin (13/04).

Mantan rektor ITS itu mengaku banyak menerima e-mail (surat elektronik) yang memprotes penghentian siaran Astro. "Jadi, saya tegaskan, itu kami lakukan agar Astro tidak main-main dalam berbisnis," tegasnya.

Sebenarnya, Depkominfo sudah mengundang direksi PT Direct Vision pada 19 Maret 2008 untuk menjelaskan beberapa kekurangan mereka. Misalnya, sertifikat uji layak operasi dan pembayaran biaya hak penggunaan (BHP) yang tertunggak. "Tapi, sampai Jumat (11/4) kan belum semua terpenuhi. Jadi, kami ambil langkah tegas," jelasnya.

Jika ada konsumen yang dirugikan, Nuh mempersilakan berhubungan langsung dengan PT Direct Vision selaku operator Astro di Indonesia. "Itu wajar saja. Saya kira Astro juga telah memikirkan itu," ujarnya.

Nuh tidak bisa memprediksi sampai kapan siaran Astro dihentikan. "Kalau sudah dipenuhi semua, akan kami beri haknya. Kalau belum, ya kami menegakkan perizinan," katanya.

Di tempat terpisah, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menuturkan, konsumen bisa mengadukan Astro secara perdata. "Ada kerugian materiil sekaligus imaterial," ungkapnya kemarin.

Pihaknya siap memfasilitasi gugatan tersebut. "Tapi, biasanya, sebelum maju ke pengadilan, akan ada proses mediasi dulu," jelasnya.

Wakil Ketua Komisi I (Bidang Informasi) DPR Arif Mudatsir Mandan meminta agar pemerintah secepatnya berkoordinasi dengan PT Direct Vision untuk mencari jalan keluar. "Jangan terlalu lama karena masyarakat sebagai pelanggan dirugikan," tegasnya.

Menurut politikus senior PPP itu, komisi I pernah mengingatkan Depkominfo agar berhati-hati soal Astro. "Persoalannya sejak lama, tapi tak segera ada penyelesaian. Ujung-ujungnya, pelanggan yang sudah membayar dirugikan secara finansial," ungkapnya.

Ditjen Postel Gatot S. Dewabrata menegaskan bahwa pemberitahuan penghentian siaran Astro tersebut sama sekali tidak terkait dengan permasalahan hak monopoli acara Premier League oleh PT Direct Vision yang sedang diselidiki KPPU. "Ini murni semata-mata masalah pemenuhan kewajiban sebagaimana diatur dalam UU Telekomunikasi. Jadi, kebijakan pemerintah ini untuk menegakkan peraturan," jelasnya. (rdl/kim)


Tahan Gugatan Sampai Besok

Masuknya Astro membuat persaingan bisnis stasiun televisi DTH (direct to home) di Indonesia semakin sengit. Kehadiran TV berlangganan dari Malaysia itu dianggap akan mengancam para pemain yang sudah lebih dulu ada seperti Indovision (Bimantara), Telkom Vision (Telkom), Indosat M2 (Indosat), dan Kabelvision (Lippo).

Sejatinya, Astro yang di Malaysia memiliki 55 kanal dengan lebih dari 1,4 juta pelanggan (33 persen pangsa pasar) masih bertalian darah dengan Kabelvision. Pemilik Kabelvision adalah PT Broadband Multimedia. Lantas, Broadband menguasai 100 persen saham PT Ayunda Prima Mitra. Ayunda inilah yang kemudian menguasai 49 persen saham PT Direct Vision (DV)- pemegang merek Astro Nusantara. Sisa 51% saham DV lainnya dikuasai perusahaan telekomunikasi asal Malaysia, Astro Group.

Di awal masa investasinya, Astro menyetor USD 15,3 juta ke kantong DV dan Ayunda menyetor USD 14,7 juta. Setelah itu, akan ada rencana penambahan modal dari kedua pemegang saham tadi senilai USD 30 juta lagi. Lalu, untuk menutupi biaya operasional dan investasi lainnya selama lima tahun ke depan, DV diperkirakan akan membelanjakan duit sampai USD 1 miliar.

Nama Astro dipilih untuk dijual karena kekuatan mereknya yang amat dahsyat di langit industri penyiaran Asia. Astro adalah bagian dari kelompok Usaha Tegas, milik Ananda Krishnan, salah seorang tycoon berwibawa dari negeri jiran.

Krishnan juga memiliki saham di Menara Kembar Petronas. Selain itu, bisnisnya juga tersebar di usaha migas (Pexco dan Bumi Armada), properti (Kuala Lumpur City Center), pembangkit listrik (Powerteak), dan satelit (Measat).

Diperkirakan, total kekayaan kelompok usaha ini sudah melebihi Rp 100 triliun. Ananda Krishnan sendiri pada 2003 tercatat sebagai orang terkaya di Malaysia. Hartanya ditaksir mencapai Rp 36,5 triliun. Sosok Krishnan yang sangat kharismatik dan karakter Astro yang kuat, rupanya menarik minat Star Group - milik taipan media Rupert Murdoch dari Australia - untuk bekerja sama. Karena itu dengan sosok Krishnan dan Lippo yang berada di belakangnya, tentu Astro TV tak akan diam begitu saja atas pembreidelan yang dilakukan pemerintah.

Vice President Corporate Affairs Astro Halim Mahfudz, kepada wartawan, kemarin (13/4), menanyakan kapan Depkominfo memperbolehkannya on air lagi. Sebab, pada Jumat (11/4), Astro telah memenuhi empat syarat yang diajukan Depkominfo.

"Kami sangat mengharap kejelasan dari Depkominfo, kapan kami bisa on air lagi, dengan pertimbangan kami bertanggung jawab memberikan layanan kepada 140.000 pelanggan," ujarnya.

Menurut dia, sampai saat ini, Astro belum berencana menggugat Depkominfo. Halim mengatakan pihaknya akan masih akan menunggu kejelasan dari Depkominfo hingga Selasa (15/4). "Kami tidak akan membicarakan itu (gugatan), karena kami percaya Depkominfo akan bijaksana. Depkominfo tahu lah kekecewaan pelanggan. Kalau Senin atau Selasa tidak ada perkembangan, kita akan ketemu lagi," ujar Halim. (wir/kim)


Tidak ada komentar: