Kamis, 29 Mei 2008 TEMPO Interaktif, Jakarta: Industri televisi berbayar justru menjadikan peningkatan biaya hidup masyarakat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) 30 persen sebagai peluang bisnis. Mereka optimistis bisnis tetap lancar karena lebih murah berlangganan televisi berbayar ketimbang mencari hiburan di luar rumah seperti bioskop dan konser musik.
"Dengan berlangganan payment TV, mereka cukup membayar murah memperoleh hiburan itu, semua lewat layar kaca di rumah," kata Sekretaris Perusahaan PT MNC Skyvision, pengelola stasiun televisi berbayar Indovision, Arya Mahendra kepada Tempo di Jakarta Selasa lalu.
Arya mengaku sama sekali tak khawatir pelanggan Indovision akan lari untuk mengurangi beban pengeluaran. Ia malah optimistis target meraup pelanggan 600 ribu pada akhir 2008 bakal tercapai. "Kondisi psikologis orang ketika ekonomi lesu, mereka akan butuh hiburan."
Jumlah pelanggan Indovision hingga pertengah Mei 2008, ia menjelaskan, sebanyak 420 ribu atau naik 20 persen dari posisi akhir tahun lalu yakni 350 ribu. Pada akhir 2007, anak usaha PT Global Mediacom Tbk. ini membukukan laba bersih Rp 50 miliar dan ditargetkan meningkat dua kali lipat pada akhir 2008.
Direktur Utama PT Indonusa Telemedia, pengelola Telkomvision, Rahadi Arsyad juga percaya diri. Apalagi, menurut dia, pasar televisi berbayar masih sangat besar. Jumlah pemilik televisi 45 juta kepala keluarga, sedangkan pelanggan payment TV belum 2 persennya. Jumlah pelanggan anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk. ini 122 ribu. Akhir tahun ini Telkomvision mentargetkan 250 pelanggan dan target 2010 adalah 1 juta pelanggan.
Namun, industri televisi terestrial lebih realistis. Mereka mengeluhkan efek kenaikan harga BBM karena akan menggerus pendapatan iklan. Efisiensi biaya mutlak akan dilakukan jika perusahaan pengiklan memotong anggaran iklannya.
Juru bicara PT Surya Citra Media Tbk., induk stasiun televisi SCTV, Hardijanto Saroso memastikan produsen berhemat. Akibatnya, pos belanja iklan bakal pertama dipangkas. "Otomatis kami harus melakukan pengetatan biaya," ucapnya Selasa lalu di Jakarta. Tapi, ia masih merahasiakan kebijakan pengetatan itu. Yang pasti penghematan akan menyentuh proses programing, operasional, serta kerjasama dengan rumah produksi (production house).
"Kalau tak bersiap dari sekarang, kami tak akan selamat ketika masa paceklik benar-benar tiba." Akhir tahun lalu, SCTV bisa menekan biaya program siaran menjadi Rp 652 miliar. Pada saat bersamaan, pendapatan iklan 2007 naik 8,4 persen menjadi Rp 1,29 triliun dari sebelumnya Rp 1,19 triliun. Alhasil laba bersih meningkat menjadi Rp 170,2 miliar dari sebelumnya Rp 120,3 miliar. "Kami berharap, biaya bisa ditekan seperti tahun lalu," ucap Hardijanto.
Head of Corporate Communication Metro TV Adjie Soeratmadjie berpendapat serupa. "Yang penting kami pastikan efisiensi tak akan mengganggu efektifitas kinerja Metro TV," katanya. Tapi, Metro TV masih berpatokan pada proyeksi pendapatan 2008, yakni 20 persen dari pendapatan 2007 sebesar Rp 306 miliar. Agoeng Wijaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar