29 April 2008
Uang Kawin Kristina Diusut. Dari Al Amin, Terkait Suap Tanjung Api-Api
Jawa Pos, 30/4/2008, JAKARTA - Mau tidak mau, Kristina bakal semakin sering datang ke KPK. Kiprah suaminya, Al Amin Nasution, sebagai anggota DPR telah membawa dia menjadi salah seorang saksi dalam pengusutan kasus suap yang melibatkan wakil rakyat.
Mengapa penyanyi dangdut itu terseret menjadi saksi? Sumber KPK menyebutkan, itu terkait Al Amin. Al Amin yang duduk di Komisi IV DPR juga diduga terlibat dalam kasus alih fungsi hutan untuk Pelabuhan TAA (Tanjung Api-Aapi), Sumsel.
Sumber itu menyebutkan, Al Amin menerima cek senilai Rp 75 juta. Uang tersebut lantas diberikan kepada Kristina sebagai biaya pernikahan yang digelar pada 4 Januari 2007. Karena itulah, KPK memintai keterangan penyanyi lagu Jatuh Bangun itu pada Senin lalu (28/4).
"Dia mengaku menerima uang sejumlah itu sebelum pernikahannya (dengan Al Amin)," kata sumber tadi. Kristina bahkan telah menandatangani BAP dalam pemanggilan itu.
Sylvia, adik Kristina, yang dikonfirmasi secara terpisah enggan menanggapi tentang kabar tersebut. Dia yang biasanya membantu mencairkan cek kakaknya memilih untuk tidak bicara banyak. "Aku nggak tahu tentang itu. Nggak ada hubungannya," katanya ketika dihubungi Jawa Pos kemarin.
Keterlibatan Al Amin dalam kasus TAA diperjelas oleh pernyataan Ketua KPK Antasari Azhar ketika ditanya pemeriksaan terhadap Kristina. "Tentunya masih menyangkut AN (Al Amin Nasution)," katanya.
Meski Antasari tidak menyebutkan kasusnya, sebelumnya Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah dan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja mengatakan, pemanggilan Kristina terkait kasus alih fungsi hutan mangrove di Sumsel.
Kasus TAA itu adalah yang kedua menjerat Al Amin. Sebelumnya, anggota Fraksi Persatuan Pembangunan tersebut menjadi tersangka kasus Bintan setelah tertangkap tangan menerima suap dari Sekda Bintan.
Diduga, tak hanya Al Amin yang terlibat dalam pusaran kedua kasus suap itu. KPK juga menyidik sejumlah anggota Komisi IV DPR. Komisi yang membawahkan kehutanan, pertanian, perkebunan, dan prikanan itu memang "basah". Terutama dalam meloloskan alih status tanah hutan dan kebun.
Seperti dalam kasus TAA, diduga ada suap dalam pelepasan hutan mangrove menjadi pelabuhan. Jumlah yang disetujui untuk dilepas itu 600 hektare hutan.
Meski telah menetapkan tersangka, KPK enggan membeberkan kepada publik tentang kasus di Sumatera Selatan tersebut. Informasi yang beredar, KPK telah menetapkan anggota komisi IV dari FPD Sarjan Tahir. Ketua KPK Antasari Azhar yang ditanya perihal kebenaran informasi itu tidak memberikan jawaban tegas. "Cermati apa yang terjadi. Jangan tinggalkan KPK sedetik pun," katanya usai menerima delegasi Subkomisi Antikorupsi Parlemen Timor Leste di gedung KPK kemarin (29/4).
Ketika didesak lebih jauh seputar kasus itu, Antasari hanya mengatakan tidak ingin kasus tersebut terhalang kurangnya alat bukti atau barang bukti. "Jangan sampai kita tidak berhasil karena ada hal-hal yang tidak kita inginkan, terutama masalah barang bukti," kilahnya.
Informasi yang dihimpun, kasus tersebut telah masuk ke tahap penyidikan. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, dalam kasus itu, KPK telah memintai keterangan Gubernur Sumsel Syahrial Oesman dan Dirut Pelabuhan Tanjung Api-Api Sofyan Rebuin. Nama yang disebut terakhir sebelumnya menjabat Sekda Sumsel. "Sekitar Januari lalu kami minta keterangannya," kata Johan.
Sejumlah anggota Komisi IV DPR diduga menerima suap terkait perizinan alih fungsi untuk Pelabuhan TAA tersebut. Hal itu terlihat dari pengakuan anggota Komisi IV dari FKB Mufid Busyairi. Dia mengaku menerima cek senilai Rp 35 juta dari seseorang yang tidak dikenal.
"Tapi, sudah saya kembalikan ke KPK tahun lalu. Saya merasa itu subhat (tidak jelas, Red)," katanya kepada wartawan di gedung DPR kemarin. Dia menambahkan, dirinya menerima cek tersebut setelah pulang dari kunjungan kerja ke Tanjung Api-Api, Palembang.
Mufid mengatakan pernah dipanggil KPK untuk memberikan keterangan seputar kasus alih fungsi hutan untuk Pelabuhan TAA itu. "Bersamaan waktunya dengan pengembalian uang itu," jelasnya. Namun, dia tidak ingat kapan persisnya kunjungan ke Palembang dan pengembalian uang ke KPK. (fal/cak/pri/tof)
Mengapa penyanyi dangdut itu terseret menjadi saksi? Sumber KPK menyebutkan, itu terkait Al Amin. Al Amin yang duduk di Komisi IV DPR juga diduga terlibat dalam kasus alih fungsi hutan untuk Pelabuhan TAA (Tanjung Api-Aapi), Sumsel.
Sumber itu menyebutkan, Al Amin menerima cek senilai Rp 75 juta. Uang tersebut lantas diberikan kepada Kristina sebagai biaya pernikahan yang digelar pada 4 Januari 2007. Karena itulah, KPK memintai keterangan penyanyi lagu Jatuh Bangun itu pada Senin lalu (28/4).
"Dia mengaku menerima uang sejumlah itu sebelum pernikahannya (dengan Al Amin)," kata sumber tadi. Kristina bahkan telah menandatangani BAP dalam pemanggilan itu.
Sylvia, adik Kristina, yang dikonfirmasi secara terpisah enggan menanggapi tentang kabar tersebut. Dia yang biasanya membantu mencairkan cek kakaknya memilih untuk tidak bicara banyak. "Aku nggak tahu tentang itu. Nggak ada hubungannya," katanya ketika dihubungi Jawa Pos kemarin.
Keterlibatan Al Amin dalam kasus TAA diperjelas oleh pernyataan Ketua KPK Antasari Azhar ketika ditanya pemeriksaan terhadap Kristina. "Tentunya masih menyangkut AN (Al Amin Nasution)," katanya.
Meski Antasari tidak menyebutkan kasusnya, sebelumnya Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah dan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja mengatakan, pemanggilan Kristina terkait kasus alih fungsi hutan mangrove di Sumsel.
Kasus TAA itu adalah yang kedua menjerat Al Amin. Sebelumnya, anggota Fraksi Persatuan Pembangunan tersebut menjadi tersangka kasus Bintan setelah tertangkap tangan menerima suap dari Sekda Bintan.
Diduga, tak hanya Al Amin yang terlibat dalam pusaran kedua kasus suap itu. KPK juga menyidik sejumlah anggota Komisi IV DPR. Komisi yang membawahkan kehutanan, pertanian, perkebunan, dan prikanan itu memang "basah". Terutama dalam meloloskan alih status tanah hutan dan kebun.
Seperti dalam kasus TAA, diduga ada suap dalam pelepasan hutan mangrove menjadi pelabuhan. Jumlah yang disetujui untuk dilepas itu 600 hektare hutan.
Meski telah menetapkan tersangka, KPK enggan membeberkan kepada publik tentang kasus di Sumatera Selatan tersebut. Informasi yang beredar, KPK telah menetapkan anggota komisi IV dari FPD Sarjan Tahir. Ketua KPK Antasari Azhar yang ditanya perihal kebenaran informasi itu tidak memberikan jawaban tegas. "Cermati apa yang terjadi. Jangan tinggalkan KPK sedetik pun," katanya usai menerima delegasi Subkomisi Antikorupsi Parlemen Timor Leste di gedung KPK kemarin (29/4).
Ketika didesak lebih jauh seputar kasus itu, Antasari hanya mengatakan tidak ingin kasus tersebut terhalang kurangnya alat bukti atau barang bukti. "Jangan sampai kita tidak berhasil karena ada hal-hal yang tidak kita inginkan, terutama masalah barang bukti," kilahnya.
Informasi yang dihimpun, kasus tersebut telah masuk ke tahap penyidikan. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, dalam kasus itu, KPK telah memintai keterangan Gubernur Sumsel Syahrial Oesman dan Dirut Pelabuhan Tanjung Api-Api Sofyan Rebuin. Nama yang disebut terakhir sebelumnya menjabat Sekda Sumsel. "Sekitar Januari lalu kami minta keterangannya," kata Johan.
Sejumlah anggota Komisi IV DPR diduga menerima suap terkait perizinan alih fungsi untuk Pelabuhan TAA tersebut. Hal itu terlihat dari pengakuan anggota Komisi IV dari FKB Mufid Busyairi. Dia mengaku menerima cek senilai Rp 35 juta dari seseorang yang tidak dikenal.
"Tapi, sudah saya kembalikan ke KPK tahun lalu. Saya merasa itu subhat (tidak jelas, Red)," katanya kepada wartawan di gedung DPR kemarin. Dia menambahkan, dirinya menerima cek tersebut setelah pulang dari kunjungan kerja ke Tanjung Api-Api, Palembang.
Mufid mengatakan pernah dipanggil KPK untuk memberikan keterangan seputar kasus alih fungsi hutan untuk Pelabuhan TAA itu. "Bersamaan waktunya dengan pengembalian uang itu," jelasnya. Namun, dia tidak ingat kapan persisnya kunjungan ke Palembang dan pengembalian uang ke KPK. (fal/cak/pri/tof)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar