Menurut Komisaris PT MNC Skyvision, Komjen Pol (Pur) Posma L Tobing, peningkatan jumlah stasiun televisi free to air lokal yang akan disiarkan Indovision akan dilakukan segera setelah pembangunan satelit yang baru selesai.
"Satelit kami yang baru ini jauh lebih besar daripada satelit yang kini kami miliki. Dengan satelit ini kami bisa menggendong channel televisi dua kali lipat lebih banyak dari sekarang. Rencananya tahun depan pembangunan satelit ini akan selesai," kata Posma menjawab pertanyaan SP, di sela-sela acara diskusi bulanan Indovision dengan sejumlah wartawan di Jakarta, Rabu (16/4).
Posma mengungkapkan, satelit yang dibangun dengan menelan biaya sekitar US$ 200 juta, atau sekitar Rp 1,8 triliun ini, mampu "menggendong" sekitar 120 channel televisi. Dengan kemampuan tersebut, tidak tertutup kemungkinan bagi Indovision untuk kembali menambah jumlah stasiun televisi dan radio lokal dari berbagai daerah di indonesia.
"Saat ini, kami menyiarkan 15 televisi lokal dan beberapa radio channel favorit. Dari 15 channel televisi lokal, 11 di antaranya adalah televisi free to air atau televisi nasional, seperti RCTI, Global TV, SCTV, TPI, Indosiar, Antv, Metro TV, Trans TV, dan lain-lain," jelasnya.
Jika pembangunan satelit berkapasitas besar tersebut rampung, lanjut Posma, pihaknya akan segera menambah channel dengan siaran televisi lokal atau daerah. Dengan demikian diharapkan melalui satelit indovision, siaran televisi daerah akan dapat disiarkan secara nasional.
"Jangkauan kami hampir ke seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Kalau televisi lokal disiarkan melalui jaringan kami, maka misalkan Bali TV juga akan bisa dinikmati oleh masyarakat yang ada di Papua. Begitu juga dengan stasiun televisi daerah lainnya," urainya.
Sementara itu, ketika ditanya mengenai penjajakan perluasan pasar Indovision ke Malaysia, seperti halnya yang telah dilakukan Astro Malaysia ke Indonesia, Posma mengatakan bahwa hal itu pernah mereka usahakan.
"Namun, ternyata ketika bulan September tahun 1997, kami bersama Menteri Komunikasi dan Informatika yang saat itu dijabat Sofyan Djalil ke Malaysia untuk mengajukan izin siaran di sana, kami ditolak. Alasannya, karena hingga tahun 2017 Pemerintah Malaysia telah memberikan hak monopoli bagi Astro untuk menjadi satu-satunya televisi berbayar yang boleh siaran di Malaysia," ungkapnya.
Keputusan tersebut dirasa tidak adil terutama oleh para pengusaha televisi berbayar Indonesia. Pasalnya berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Tahun 1992, diatur mengenai koordinasi satelit kedua negara dan adanya komitmen resiprokal (timbal balik di antara kedua negara).
"Dengan demikian, undang-undang telah mengatur, bahwa jika stasiun televisi suatu negara dapat siaran di negara lain, maka televisi dari negara tersebut juga boleh siaran di negara itu. Jadi, kalau Astro Malaysia boleh siaran di Indonesia, maka seharusnya Indovision maupun televisi berbayar lainnya yang ada di Indonesia juga boleh siaran di Malaysia," jelasnya.
Posma pun berharap, pemerintah dapat dengan tegas mendesak Pemerintah Malaysia untuk dapat mengizinkan televisi berbayar Indonesia siaran di negeri Jiran tersebut. Sehingga komitmen resiprositi seperti yang diatur dalam undang-undang dapat benar-benar dilaksanakan.
"Sayangnya, pemerintah kita sudah terlanjur memberikan izin pada Astro Malaysia untuk siaran di Indonesia, sebelum menanyakan terlebih dahulu ke Pemerintah Malaysia apakah televisi berbayar Indonesia juga dapat siaran di sana," katanya. [Y-6]
http://www.suarapembaruan.com/News/2008/04/18/index.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar