28 Februari 2008
KPI Gandeng PBNU, Awasi Acara TV
Selasa, 26 Februari 2008 20:50 WIB
JAKARTA, SELASA- Meski dalam koridor kebebasan pers, televisi nantinya tidak akan bisa bebas sebebas-bebasnya menayangkan program-program acaranya. Terlebih untuk acara kategori kekerasan, misteri (tahayul), dan gosip yang disinyalir lebih banyak mudharatnya.
Ke depan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan melakukan pengawasan ketata. Dalam hal ini, KPI ikut menggandeng Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) untuk ikut berperan serta meminimalisasi dampak tayangan yang kurang baik bagi generasi muda. Mereka sepakat untuk mencari formulasi tayangan televisi yang bermartabat.
Wacana itu tertuang dalam penandatanganan MoU antara PBNU dan KPI di kantor PBNU, Jakarta, Selasa (26/2) siang oleh Ketua KPI Sasa Djuarsa Sendjaja dan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi. "Kami ingin MoU ini tidak hanya sekadar pasif, tapi juga progresif. Kami ingin melihat perubahan dari tayangan televisi yang selama ini semakin lama semakin memprihatinkan," kata Hasyim Muzadi.
Sebagai ormas keagamaan, kata Hasyim, NU tidak akan menegakkan negara Islam di Indonesia. Hanya, kata dia, NU tidak akan rela jika budaya bangsa Indonesia dihancurkan perlahan-lahan oleh tayangan televisi yang tidak mendidik.
"Ada sebuah ekses yang memilukan, Salah besar jika kita hanya diam. Masalah pergeseran budaya ini bisa jadi lebih berbahaya dari masalah politik atau ekonomi," kata Hasyim.
Ketua KPI Sasa Djuarsa Sendjana mengatakan, KPI akan melakukan terobosan dengan membuat sistem rating acara-acara di televisi. Sistem kualitatif itu sebagai tandingan sistem rating kuantitatif buatan lembaga survei AGB Nielsen, yang selama ini dijadikan panutan industri pertelevisian.
Sistem rating baru tersebut, kata Sasa, akan dilakukan dua minggu sekali terhadap program televisi. "Selain insan pertelevisian, sistem rating ini juga akan melibatkan pemuka agama, dan tokoh pendidikan. Kami ingin ada sistem yang lebih bermartabat," tegas Sasa.
Sebelumnya, Hasyim menyindir sistem rating televisi selama ini yang menurutnya malah menempatkan acara-acara buruk di peringkat atas.(Persda Network/HAD)
JAKARTA, SELASA- Meski dalam koridor kebebasan pers, televisi nantinya tidak akan bisa bebas sebebas-bebasnya menayangkan program-program acaranya. Terlebih untuk acara kategori kekerasan, misteri (tahayul), dan gosip yang disinyalir lebih banyak mudharatnya.
Ke depan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan melakukan pengawasan ketata. Dalam hal ini, KPI ikut menggandeng Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) untuk ikut berperan serta meminimalisasi dampak tayangan yang kurang baik bagi generasi muda. Mereka sepakat untuk mencari formulasi tayangan televisi yang bermartabat.
Wacana itu tertuang dalam penandatanganan MoU antara PBNU dan KPI di kantor PBNU, Jakarta, Selasa (26/2) siang oleh Ketua KPI Sasa Djuarsa Sendjaja dan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi. "Kami ingin MoU ini tidak hanya sekadar pasif, tapi juga progresif. Kami ingin melihat perubahan dari tayangan televisi yang selama ini semakin lama semakin memprihatinkan," kata Hasyim Muzadi.
Sebagai ormas keagamaan, kata Hasyim, NU tidak akan menegakkan negara Islam di Indonesia. Hanya, kata dia, NU tidak akan rela jika budaya bangsa Indonesia dihancurkan perlahan-lahan oleh tayangan televisi yang tidak mendidik.
"Ada sebuah ekses yang memilukan, Salah besar jika kita hanya diam. Masalah pergeseran budaya ini bisa jadi lebih berbahaya dari masalah politik atau ekonomi," kata Hasyim.
Ketua KPI Sasa Djuarsa Sendjana mengatakan, KPI akan melakukan terobosan dengan membuat sistem rating acara-acara di televisi. Sistem kualitatif itu sebagai tandingan sistem rating kuantitatif buatan lembaga survei AGB Nielsen, yang selama ini dijadikan panutan industri pertelevisian.
Sistem rating baru tersebut, kata Sasa, akan dilakukan dua minggu sekali terhadap program televisi. "Selain insan pertelevisian, sistem rating ini juga akan melibatkan pemuka agama, dan tokoh pendidikan. Kami ingin ada sistem yang lebih bermartabat," tegas Sasa.
Sebelumnya, Hasyim menyindir sistem rating televisi selama ini yang menurutnya malah menempatkan acara-acara buruk di peringkat atas.(Persda Network/HAD)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar