12 Juli 2010

Kesaksian Mantan Orang Dalam

  • Bidikan kamera mengarah ke Yohanes Waworuntu yang sedang gering. Selang ok si gen tersumbat di hidung. Ja rum infus menancap di lengan kiri. Kala itu, Desember 2009, mantan Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika ini dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan. "Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum telah dimainkan pengelolanya," kata Yohanes di ha dapan kamera.

    Lelaki 55 tahun ini tokoh kunci. Dia lah mantan orang dalam kepercayaan Hary Tanoesoedibjo. Yohanes berada di tengah pusaran sengketa kepemilikan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia, yakni antara Hary Tanoesoe dibjo dan Siti Hardijanti Indra Rukmana alias Tutut. Pekan-pekan ini, pertarungan memasuki babak penentuan siapa yang bakal menjadi juragan Televisi Pendidikan Indonesia.

    Hary Tanoe, menurut kesaksian Yohanes, telah meminta dia memblokir akses Tutut untuk mendaftarkan akta badan hukum TPI ke Sisminbakum. "Awalnya saya menolak karena itu melanggar peraturan," kata Yohanes. Namun, setelah dibujuk salah seorang direktur PT Sarana, akhirnya Yohanes setuju melaksanakan pemblokiran.

    Setelah memblokir, masih menurut Yohanes, kubu Hary Tanoe terus beraksi. Kali ini dia memerintahkan orang-orangnya-selaku operator Sisminbakum-membuka blokir sistem pada hari yang sama. Akta perubahan badan hukum PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia versi Hary Tanoe disetor ke dalam sistem. "Lalu mereka menutup akses kembali," kata Yohanes.

    Kesaksian Yohanes kontan mengguncang peta pertarungan di TPI. Testimoni ini diyakini bakal mengubah klaim kepemilikan stasiun televisi yang berlokasi di Taman Mini Indonesia Indah tersebut.

    Sebulan yang lalu, tepatnya 8 Juni 2010, Kementerian Hukum memutuskan membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor C-07564 Tahun 2005 tentang perubahan kepemilikan Cipta Televisi Pendidikan Indonesia. Berdasarkan surat bertanggal 21 Maret 2005 ini, 75 persen saham TPI beralih menjadi milik PT Media Nusantara Citra (MNC), perusahaan Hary Tanoe.

    Adalah tim bentukan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar yang berperan mendorong kesaksian Yohanes. Menteri Patrialis membentuk tim ini setelah muncul pengaduan bertubi-tubi dari kubu Siti Hardijanti. Tim dibentuk setelah tercium aroma kejang galan dalam proses penerbitan penge sahan perubahan badan hukum TPI.

    Rizaldi Limpas, anggotastaf khusus Menteri yang berlatar belakang jaksa, ditunjuk memimpin tim. "Saya se ngaja memilih orang yang tidak terlibat dalam proses perubahan akta di Sisminbakum," kata Patrialis di lobi gedung Kementerian Hukum, Kamis pekan lalu.

    Tim Rizaldi diperkuat empat anggota, yakni seorang notaris independen, seorang pejabat Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum, dan dua ahli dari Direktorat Administrasi Badan Hukum. Mereka diperlukan untuk memahami mekanisme pengesahan badan hukum dan mengakses data Sisminbakum.

    Proses mendapat kesaksian Yohanes cukup berliku. Pada saat dimintai keterangan tim, Yohanes yang divonis 5 tahun oleh Mahkamah Agung tengah menjalani perawatan karena serangan jantung. Saat itu ia berstatus tahanan yang dibantarkan karena sedang gering.

    Dua kali tim menyambangi Yohanes. Kunjungan pertama untuk memberkas kesaksian. Pada kunjungan kedua, tim merasa perlu merekam kesaksian Yohanes. Rupanya tim tak ingin ambil risiko. "Mungkin mereka takut saya tidak panjang umur," kata Yohanes sambil terkekeh.

    Tim Rizaldi juga mengkaji keterlibatan sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Hukum yang terkait dengan pengesahan PT CTPI. Zulkarnaen Lubis dan Syamsudin Manan Sinaga, dua mantan direktur jenderal di Kementerian Hukum, juga dimintai keterangan. Zulkarnaen dimintai keterangan dari dalam Penjara Cipinang karena statusnya sebagai tahanan perkara Sisminbakum.

    Siti Hardijanti, si pelapor, tak luput dimintai keterangan. Putri mantan penguasa Orde Baru ini dimintai keterangan dua kali. Selain di kantor Kementerian Hukum, tim menyambangi kediamannya di Cendana. "Karena yang bersangkutan mengaku sakit flu," kata Rizaldi.

    Total, tim telah mengumpulkan keterangan dari 14 orang. Hartono dan Hary Tanoesoedibjo juga diundang untuk memberikan keterangan. "Kami menitipkan pesan. Kalau tak bisa, biar kami yang datang," kata Rizaldi. Namun Hary ataupun Hartono memilih tak hadir. Mereka mengutus dua pengacara.

    Tim menilai pengacaranya tak memiliki kompetensi untuk menjelaskan duduk perkara. "Kami ingin keterangan langsung dari Hary Tanoe," ujar Rizaldi. Hary kabarnya menunggu proses pengadilan. "Padahal ini bukan persoalan pengadilan," kata Rizaldi. "Ini soal kewenangan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum mengenai Sisminbakum."

    Menurut keterangan Syamsudin Si naga, mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, pihaknya tidak tahu-menahu proses pemblokir an itu. "Ini kejanggalan," kata Rizaldi. Langkah pemblokiran Sisminbakum haruslah berdasarkan perintah peja bat yang berwenang, seperti Menteri Hukum dan Hak Asasi, Dirjen Administrasi Hukum Umum, atau pejabat lain yang ditunjuk.

    Kejanggalan lain juga terkuak. Sis tem dalam Sisminbakum ternyata tidak hanya bisa dikendalikan dari Direkto rat Administrasi Hukum Umum. Kendali bisa dilakukan pihak luar, seperti terbukti dalam kasus blokir akta TPI. Tentu saja ini berbahaya karena bisa menjadi pintu bagi pihak yang se ngaja ingin mengutak-atik dokumen hukum. "Itu kewenangan negara yang tidak dapat didelegasikan," kata Rizaldi.

    Proses pemblokiran juga tak kalah aneh. Pada hari yang sama, sistem mengalami penutupan dan pembukaan kembali akses. Temuan tim menunjukkan, setelah akses dibuka untuk notaris Bambang Wiweko, sistem diblokir kembali. "Ini tidak lazim," kata Rizaldi. "Blokir tidak bisa dibuka dan ditutup dalam waktu satu hari. Karena harus ada proses dan prosedur panjang yang dilampaui." Lebih aneh lagi, tim Rizaldi tidak menemukan satu nota pun yang berhubungan dengan alasan penutupan.

    Ketidaktahuan Dirjen Administrasi Hukum Umum dalam proses blokir, alur pemblokiran yang janggal, membuat tim menilai bahwa proses penge sahan perubahan badan hukum TPI cacat hukum. "Karena dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang," ujar Rizaldi.

    Menteri Hukum Patrialis, setelah mendapatkan adanya prosedur yang disalahi, menyatakan bahwa menjadi tugas Departemen Hukum untuk memberikan keadilan. "Nilai keadilan itu, ya, dengan mencabut surat keputusan sebelumnya," ujarnya.

    Kubu Tutut lega dengan keputusan ini. "Ini keputusan yang tepat," kata Harry Pontoh, pengacara Siti Hardijanti. Proses persetujuan perubahan akta PT CTPI tidak benar dan tidak sesuai dengan hukum administrasi negara. Dengan pembatalan ini, yang berlaku adalah pengesahan kepemilikan sebelumnya, tanpa 75 persen saham MNC. "Logikanya kan begitu," katanya.

    Akhir dari pertarungan tentu tidak mudah. Kepemilikan TPI tidak otomatis beralih ke tangan Tutut. Kubu lawan punya suara berbeda. "Keputusan pem batalan itu keputusan ngawur," kata pengacara Hary Tanoesoedibjo, Hotman Paris Hutapea. Menurut Hot man, surat keputusan kehakiman dibatalkan hanya dengan surat biasa, ditandatangani direktur perdata yang tiga tingkat di bawahnya "Itu surat ngawur," katanya.

    Hotman mengaku kliennya tidak pernah dipanggil Kementerian Hukum untuk menanyakan statusnya. "Disurati pun tidak," katanya. Bahkan, menurut Hotman, surat pembatalan tidak diki rimkan kepada mereka. Surat pemba talan baru diterima setelah pihaknya melayangkan surat. "Saya menduga surat pembatalan muncul karena ada lobi," katanya.

    Yang tidak masuk akal, kata Hotman, surat pembatalan bertanggal 8 Juni 2010 itu menyebut rapat umum pemegang saham luar biasa pada 2005, yang diselenggarakan Hary Tanoe, cacat hukum. "Kementerian Hukum tidak berwenang menilai sah-tidaknya sebuah RUPS," kata Hotman. Menurut dia, kewenangan Kementerian Hukum hanya menyangkut pencatatan.

    Hadirnya putusan pembatalan ini, menurut Hotman, mendahului putusan pengadilan. Di luar negeri, kasus seperti ini bisa dianggap penghinaan terhadap pengadilan atau contempt of court. "Bisa dipenjarakan," tuturnya.

    Menurut Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Aidir Amir Daud, surat pembatalan itu telah melalui tahap prosedural. "Jika dianggap me nyalahi, bisa diperkarakan ke Pengadilan Tata Usaha Negara," ujarnya. Aidir menjelaskan, di Kementerian Hukum, keputusan menteri bisa ditandatangani dirjen dan direktur yang telah diberi wewenang.

    Aidir menegaskan bahwa pembatal an ini adalah saran dari tim yang dipimpin Rizaldi. Kemudian didisposisikan Menteri kepada Dirjen Administrasi Hukum Umum. "Kebetulan direktur sedang ke luar kota sehingga surat ditandatangani pejabat pelaksana. Supaya cepat dikirimkan," kata Aidir. Langkah ini penting mengingat telah ditemukan adanya produk hukum yang salah dan tidak bisa dibiarkan. "Pembiar an juga bisa dipidana," katanya.

    Terbitnya pembatalan keputusan per ubahan saham membuat peta pere butan TPI semakin seru. Patrialis menegaskan, meskipun pihaknya merilis surat pembatalan, surat itu tidak menegaskan mana pihak yang benar, mana pihak yang salah. "Posisi kami netral saja," kata Patrialis. "Mengenai sengketa kepemilikan, biar pengadilan yang memutuskan."

    Ramidi

  • http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/07/12/LU/mbm.20100712.LU134081.id.html


Denny Kailimang:

  • Tutut Tak Pernah Menyetujui Pengalihan Saham

    BERBEKAL surat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Siti Hardijanti Rukmana, 61 tahun, mengklaim sebagai pemilik sah PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia. Sabtu dua pekan lalu, sekelompok orang yang mengaku sebagai pendukung perempuan yang akrab disapa Tutut itu mendatangi kantor TPI di kawasan Taman Mini Indonesia Indah. Mereka menempel dan menyebarkan pengumuman tentang struktur direksi dan komisaris TPI yang baru.

    Peristiwa yang berlangsung ketika ada acara bakti sosial itu menandai mema nasnya perseteruan Tutut dengan Hary Tanoesoedibjo, 45 tahun. Hingga kini, putri mendiang presiden Soeharto itu belum bersedia memberikan keterangan langsung ke publik. Surat permohonan wawancara yang dikirim Tem po ke rumah pribadinya tak direspons. "Sampai saat ini Mbak Tutut belum bersedia diwawancarai," kata pengaca ra Tutut, Denny Kailimang.

    Akhirnya, Denny Kailimang sendi ri yang menjawab pertanyaan Erwin Dariyanto dari Tempo, Jumat pekan lalu, di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan.

    Apa arti surat Direktur Perdata Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu terhadap kedudukan Tutut di TPI?

    Saya rasa surat itu untuk menanggapi surat kami sebelumnya, 30 November 2009. Kami menanyakan soal pengalihan saham di TPI.

    Bukankah sudah ada komitmen dari Tutut untuk memberikan 75 persen saham TPI ke PT Berkah?

    Itu akan dilakukan setelah semua utang diselesaikan, dan harus dihitung ulang lagi. Di investment agreement itu belum ada persetujuan dari Mbak Tutut tentang pengalihan saham.

    Bagaimana dengan surat kuasa yang diberikan Tutut ke Hary Tanoe?

    Memang ada surat kuasa itu, untuk mengelola TPI, mewakili dan atas nama pemegang saham, ke Hary Tanoe. Yang perlu dicatat dalam surat kuasa itu, tidak ada pengaturan soal pengalihan saham.

    Salah satu hal yang memicu persoalan adalah soal tanah TPI di Taman Mini, benar begitu?

    Ibu Tutut tidak sepakat dengan hitung-hitungan yang disodorkan Hary Tanoe, makanya dia berniat menjual TPI ke Hary Tanoe. Syaratnya, TPI harus keluar dari tanah di Taman Mini. Karena wasiat mendiang Ibu Tien Soeharto, tanah itu tidak boleh dialihkan ke pihak ketiga.

    Kenapa Tutut tidak mau bertemu dengan Hary Tanoe?

    Kalau iktikadnya baik, kenapa tidak dari 18 Maret 2005 itu mendatangi Ibu Tutut? Ini hanya lip service. Hary Tanoe tidak pernah menghubungi Ibu Tutut.

    Hary Tanoe melaporkan surat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu ke Kepolisian Daerah?

    Dengan senang hati, kami minta ini diproses agar transparan, semua benderang.

    Apa pertimbangan Tutut memasang na ma Japto Soerjosoemarno di jajaran direksi, dan Syamsir Siregar sebagai komisaris?

    Pak Japto sangat dekat dengan Keluarga Cendana. Dia memang mau membantu Mbak Tutut. Karena Pak Japto dekat dengan Pak Syamsir, Pak Japto minta bantuan. Karena bekas intel, dia tahu semua seluk-beluk kasus ini. Pak Syamsir tentunya tidak mau dipasang begitu saja, kalau tidak tahu duduk persoalannya.

    Siti Hardijanti Rukmana

    PUTRI sulung mantan presiden Soeharto ini mendirikan puluhan perusahaan di banyak sektor. Tapi jalan tol adalah bisnisnya yang paling populer. Ia pernah dijuluki Ratu Jalan Tol. Lewat PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk., perempuan kelahiran Jakarta, 23 Januari 1949, ini membangun jalan tol di Jakarta dan kota-kota lain.

    Keistimewaan dari ayahnya membuat Siti leluasa mengguritakan bisnisnya dengan kredit gampang dari bank-bank pemerintah. Ia mendirikan Bank Yakin Makmur. Lalu membuat Televisi Pendidikan Indonesia. Tapi bisnis-bisnis itu kolaps seiring dengan krisis ekonomi. Perusahaan-perusahaan Siti itu menjadi pesakitan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan harus membayar ratusan miliar utang. Utang-utang di TPI salah satu yang tak terbayar. Maka ia memerlukan seorang Hary Tanoe untuk menutup gunungan utang tersebut.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/07/12/LU/mbm.20100712.LU134082.id.html



Hary Tanoesoedibjo:

  • Kami Akan Bertahan

    PERSETERUAN Presiden Grup Media Nusantara Citra Hary Tanoesoedibjo, 45 tahun, dan Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut, 61 tahun, memanas. Lewat berbagai iklan di media, termasuk running text di tiga stasiun televisi yang kini di bawah kendali Hary, Global TV, Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), dan Rajawali Citra Televisi Indonesia, pihak Hary berkukuh merekalah yang paling berhak atas kepemilikan TPI.

    Hary menegaskan kepemilikan sahamnya di TPI berjalan sesuai dengan prosedur dan kesepakatan yang telah ia tanda tangani dengan Siti Hardijanti Rukmana. Master bisnis lulusan Carlton University, Kanada, ini juga menegaskan tak akan menjual 75 persen saham yang dibelinya dari Tutut. Kamis dua pekan lalu, didampingi sejumlah petinggi TPI, Hary datang ke kantor Tempo. Berikut ini wawancara Tempo dengan Hary.

    Bagaimana sebenarnya perjanjian awal Anda dengan Tutut?

    Pada 2002 kami dari PT Berkah Karya Bersama diminta membantu masalah keuangan yang dihadapi Mbak Tutut yang waktu itu sedang terlilit utang, baik utang pribadi maupun perusahaan. Kami memutuskan membantu, dengan limit US$ 55 juta. Kompensasinya, kami diberi 75 persen saham di TPI.

    Selain US$ 55 juta itu, dalam kesepakatan tersebut apakah diatur kewajiban Anda yang lain?

    Tidak ada. Komitmen hanya sampai US$ 55 juta. Apabila (nilai) penyelesaiannya di atas itu, itu adalah tanggung jawab pribadi Mbak Tutut.

    Tutut bermaksud mengambil kembali 75 persen saham yang sekarang Anda kuasai?

    Ya, setelah TPI membaik, Mbak Tutut meminta TPI dikembalikan. Mbak Tutut mengirim surat tertanggal 20 Desember 2004. Isinya, karena kondisi keuangannya sudah membaik, bermaksud membayar kembali biaya yang dikeluarkan PT Berkah guna menyelesaikan utang-utang TPI dan Citra Group tersebut.

    Apa yang membuat Anda berkeberatan?

    Kami di jajaran direksi terus berkomunikasi, sampai pada 7 Maret 2005 di rapat board Bimantara disepakati menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) dan memanggil Mbak Tutut. Kami memberikan tiga alternatif kepada Mbak Tutut. Pertama, kami jual saham dengan harga Rp 630 miliar. Kedua, kami beli saham Mbak Tutut di TPI yang 25 persen senilai Rp 210 miliar. Atau kembali ke perjanjian awal, 75 : 25 persen.

    Keputusan itu langsung dilaporkan ke Tutut?

    Ya, keesokan harinya, 8 Maret 2005, saya bersama rekan-rekan Grup Bimantara melapor ke Mbak Tutut di kediamannya. Kami minta Mbak Tutut mengambil sikap sampai 17 Maret, satu hari sebelum digelar RUPS pada 18 Maret. Namun, sampai RUPS digelar, kami tidak menerima tanggapan Mbak Tutut. RUPS pun memutuskan seperti semula, yakni tetap 75 : 25 persen, se suai dengan perjanjian awal. Beberapa hari setelah RUPS, kami menerima surat dari Mbak Tutut yang intinya dia berminat membeli saham kami senilai Rp 630 miliar.

    Anda tidak menyetujui permintaan Tutut itu?

    Sulit bagi kami. TPI ini kan bagian dari perusahaan publik. Keputusannya, sesuai dengan RUPS 18 Maret itu, tidak akan kami jual. Kalau kami mau menjual, harus mengubah RUPS.

    Tutut juga menggelar RUPS sehari sebelumnya, Anda tidak mengetahui?

    Bisa saya katakan, kalau itu ada, itu tidak sah dan ilegal.

    Tapi kemudian Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membatalkan RUPS yang Anda gelar, apa tanggapan Anda?

    Itu sepihak. Seharusnya Direktorat Jenderal Perdata tidak menge luarkan surat seperti itu sebelum ada penjelasan dari kami. Kalaupun sampai ada pembatalan, berarti terjadi suatu penipuan dan penggelapan oleh Mbak Tutut. Kami telah melaksanakan kewajiban kami, melunasi semua utang Mbak Tutut. Hak kami mendapat 75 persen saham di TPI.

    Anda yakin dalam posisi yang kuat?

    Sangat kuat, dan apa yang saya sampaikan ini bukan cerita. Ada datanya semua. Ada panggilan RUPS-nya, ada surat Mbak Tutut, dan ada surat kuasanya. Semua lengkap. Ada juga dokumen notaris untuk RUPS.

    Selama ini yang sebenarnya tidak ingin menyelesaikan masalah itu secara baik-baik Anda atau Tutut?

    Sejak RUPS 2005 sampai detik ini, saya tidak bisa bertemu dengan Mbak Tutut. Meskipun telah saya upayakan berkali-kali, baik secara langsung, lewat SMS, maupun melalui orang.

    Kenapa kemudian Anda membawa kasus ini ke polisi?

    Banyak gerakan yang membahayakan TPI, antara lain adanya percobaan untuk mengubah specimen dari reke ning bank. Ini dilakukan oleh orang-orang tertentu dengan membawa surat dari Kementerian Hukum dan HAM yang ditandatangani oleh pelaksana hariannya, Rieke Amarita. Rekening TPI sekarang diblokir. Karena itu, TPI akan mensomasi bank tersebut. Kenapa hanya gara-gara selembar surat itu, rekening diblokir?

    Kami mendapat informasi, salah satu yang membuat Tutut marah kepada Anda adalah Anda akan menjual aset tanah TPI di Taman Mini Indonesia Indah?

    Begini. Ini dari rapat direksi. TPI itu kan tanahnya luas sekali. Banyak yang nganggur, kenapa tidak dijual saja, untuk membangun studio yang besar atau melengkapi peralatan. Tapi, karena keputusan menjual itu tidak bulat, tidak dijalankan. Ini pembusukan, seakan-akan dikesankan kami mau jual tanah.

    Apa harapan Anda sekarang?

    Intinya, kami harus bertemu dengan Mbak Tutut. Kalau setiap hari hanya menghadirkan pengacara ataupun orang ketiga, tidak akan selesai.

    Anda akan terus melawan dalam perkara ini?

    Tentu kami akan bertahan.

    Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo

    NAMANYA muncul ketika konglomerat lain bangkrut dihajar krisis ekonomi 1997. Lewat PT Bhakti Investama Tbk., Hary mengakuisisi banyak perusahaan yang kolaps atau membeli aset-aset perusahaan yang dijual murah di Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Bentoel, Astra, Salim Oleochemical, Indomaret, dan AGIS (agen Sony) adalah sebagian yang dibeli Hary.

    Hary mendirikan Bhakti pada usia 26 dengan modal Rp 200 juta, sepulang menggondol bachelor of commerce dari Carleton University dan master business administration dari Ottawa University. Kedua universitas itu ada di Kanada.

    Hoki bisnis laki-laki kelahiran Surabaya, 26 September 1965, ini kian moncer setelah bergabung dengan Bimantara Group milik Bambang Trihatmodjo. Tahun lalu, majalah Forbes memasukkan namanya ke daftar "40 Orang Terkaya Indonesia" dengan jumlah harta mencapai Rp 4,1 triliun.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/07/12/LU/mbm.20100712.LU134083.id.html


Tidak ada komentar: