12 Juni 2010

Sepak Bola: Drama dan Histeria

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Pengunjung menonton pertandingan perdana Piala Dunia 2010 antara Afrika Selatan melawan Meksiko lewat layar lebar dalam acara Castro Open Room di Barcode, Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (11/6).

OLEH BUDI SUWARNA

Maradona melompat tinggi. Dengan tangan yang tersembunyi, dia menceploskan bola ke gawang Inggris. Penduduk Argentina menyebutnya "gol tangan Tuhan", penduduk Inggris menyebutnya "gol tangan setan".

Itulah drama sepak bola. Sebuah drama dengan lakon Maradona dan "tangan Tuhan." Adegan Maradona mencetak gol dengan tangan di babak perempat final Piala Dunia 1986 Mexico City itu, diingat orang hingga sekarang. Apalagi, stasiun televisi terus membicarakan dan mengulang adegan tersebut setiap menjelang perhelatan Piala Dunia berikutnya, termasuk Piala Dunia 2010.

Pada Piala Dunia 2010 ini, miliaran orang di bumi barangkali akan menyaksikan drama dengan kejutannya. Kekuatan utama tayangan olahraga, terlebih Piala Dunia, memang terletak pada aspek dramanya. Di situ ada konflik, sorak sorai, air mata, kemenangan, kekalahan, kejutan, klimaks, dan antiklimaks.

Drama sepak bola juga melahirkan pahlawan dan pecundang. David Beckham, pesepak bola Inggris yang menjadi pujaan jutaan orang, tiba-tiba menjadi sosok paria ketika menendang pemain Argentina, Diego Simeone, dengan sengaja dan diganjar kartu merah pada Piala Dunia 1998.

Roger Milla, pemain Kamerun, yang namanya tidak begitu kedengaran, tiba-tiba menjadi selebriti pada Piala Dunia 1990 lantaran goyang pinggulnya seusai mencetak gol.

Pengelola televisi paham benar drama di lapangan olahraga. Michael R Real dalam A Companion to Television (2010) mengatakan, para produser terus mengembangkan teknologi gambar, grafis, kecepatan, strategi representasi, dan promosi pemasaran untuk memaksimalkan tayangan olahraga sebagai sebuah drama.

Televisi juga membangkitkan perasaan emosional penonton terhadap tayangan pertandingan olahraga. Semua aspek terkait olahraga dikupas habis termasuk gosip seputar kehidupan atletnya. Karena itu, tidak perlu heran melihat miliaran orang di dunia hanyut dalam histeria menonton Piala Dunia.

Sekadar catatan, total akumulasi orang yang menonton Piala Dunia 2006 selama satu bulan mencapai 26,29 miliar. Final Piala Dunia 2006 ditonton sekitar 715 juta orang atau sepersembilan penduduk muka Bumi.

Pengamat kebudayaan dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, Yasraf Amir Piliang, mengatakan, histeria itu sengaja dibentuk oleh media. "Syarat histeria itu adalah pemassalan dan itu dilakukan oleh media, terutama televisi," ujar Yasraf.

Televisi, lanjut Yasraf, sangat berkepentingan memicu histeria Piala Dunia karena sepak bola telah menjadi bagian tak terpisahkan dari industri dan hiburan. "Jadi, di balik pembentukan histeria Piala Dunia, ada kepentingan bisnis yang besar," katanya.

"Magic"

Gegap gempita Piala Dunia selalu terjadi di Indonesia. Piala Dunia 2010 disiarkan oleh RCTI dan Global TV, dua stasiun di bawah MNC Group. Humas RCTI Yulia Maroe mengatakan, program Piala Dunia 2010 dikemas dengan musik. Pertimbangannya, program musik menjadi keunggulan RCTI selama ini.

Sejak Januari 2010, RCTI telah mengondisikan Piala Dunia lewat program Mega Konser World Cup. Pengondisian diintensifkan lewat program lainnya, seperti Dahsyat, dokumentasi partai final Piala Dunia, berita, kuis, hingga gosip.

Jumat (10/6), RCTI mengemas siaran langsung Pembukaan Piala Dunia dengan aksi Deddy Corbuzier masuk ke dalam kubah es bersuhu minus 17 derajat celsius selama 12 jam sebelum dia membuat prediksi mengenai pemenang Piala Dunia 2010 berikut skor pertandingannya.

Hasil prediksi itu dimasukkan ke dalam peti. Peti kemudian disegel oleh notaris dan digantung di tiang setinggi 20 meter di depan Electronic City selama satu bulan. Untuk lebih meyakinkan orang bahwa peti itu aman, Deddy mengatakan, peti itu dijaga 24 jam oleh polisi. Seorang penyiar yang menemaninya menambahkan, setiap hari akan ada dua siaran langsung yang melaporkan kondisi peti itu.

Kalau sekadar ingin membuat prediksi, sebenarnya Deddy tidak perlu repot-repot berada di dalam kubah es dari pagi hingga malam. Tapi itulah showbiz. Dramatisasi dan sensasi menjadi elemen yang sangat penting untuk menghanyutkan orang dalam ekstasi tontonan.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/13/04040325/drama.dan.histeria

Tidak ada komentar: