04 Februari 2010

Mendesak, Standar Kompetensi Wartawan

Standar kompetensi wartawan di Indonesia dinilai mendesak untuk diterapkan. Hal itu terutama untuk menjawab pertanyaan dan bahkan gugatan masyarakat terkait pemberitaan yang dinilai merugikan lantaran tidak dibuat dengan patokan kaidah pemberitaan baku dan kode etik jurnalistik.

Penilaian itu disampaikan mantan Ketua Dewan Pers Atmakusumah Astraatmadja, Kamis (4/2) di Jakarta. Menurut dia, reformasi berdampak memicu ledakan media massa, mulai cetak, radio, hingga televisi. Dari sedikitnya 300 media cetak, 800 radio, dan 7 stasiun televisi, jumlahnya kini meningkat pesat.

"Masyarakat terkejut, apalagi berbagai media massa tadi semakin kentara warnanya masing-masing, mulai dari yang serius sampai yang hanya mengandalkan sensasi serta tidak memenuhi standar jurnalisme profesional," ujar Atmakusumah.

Akibatnya, masyarakat kebingungan dalam membedakan media massa yang "benar" dan "asal-asalan". Untuk itu, Atmakusumah menyambut baik panduan standar kompetensi yang disusun Dewan Pers. Rencananya, panduan itu diluncurkan pada peringatan Hari Pers, 9 Februari 2010.

Dengan standardisasi kompetensi wartawan itu, diharapkan seorang jurnalis pemula punya pengetahuan dasar meliput dan menulis berita sesuai standar baku dan kode etik jurnalistik.

Mantan Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara, secara terpisah, mengatakan, pihaknya telah menuntaskan Standar Kompetensi Wartawan yang diyakini bisa dijadikan sebagai alat ukur profesionalitas wartawan.

Standar Kompetensi Wartawan itu dibutuhkan untuk melindungi kepentingan publik dan pribadi, sekaligus menjaga kehormatan pekerjaan wartawan, dan bukan malah untuk membatasi hak asasi warga negara menjadi wartawan. (DWA) -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/05/04310713/mendesak.standar.kompetensi.wartawan

Tidak ada komentar: