01 Januari 2009

Jurus Iklan Mencetak Uang

Judul: Advertising That Makes Money

Penulis: Aloysius Adji Watono

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Cetakan: November 2008

Tebal: 316 halaman

Banyak orang setuju, iklan harus mampu menjual dan menghasilkan kenaikan omzet. Namun, tuntutan tersebut belum cukup bagi Adji Watono. Bos Dwi Sapta Group itu menyebut iklan juga mesti menghasilkan uang. Iklan bukan hanya soal awareness melainkan juga profit.

Kesan personal dan emosional sudah terlihat dari judul upper deck buku ini: "My Life, My Way, My Blood". Kredo terbaru Adji seolah menyempurnakan pemikirannya yang termuat dalam buku Advertising That Sells, terbitan September 2006. Iklan menjual tidak lagi cukup pada era masa kini. Adji bahkan mempertanyakan efektivitas iklan beromzet 200 - 300 persen yang ternyata justru menghamburkan biaya besar pula.

Kini Adji bahkan sudah merevisi Dwi Sapta dengan filosofi dasarnya. Parameter kesuksesan klien bukanlah kinerja penjualan atau omzet yang melejit, melainkan profit. Argumen Adji cukup kuat, klien jangan sampai terjebak pertumbuhan semu. Hati-hati, pertumbuhan biaya kerap berlomba dengan pertumbuhan bisnis. Adji lantas mengajukan 12 prinsip mengelola merek sehingga menjadi pemimpin pasar dan menghasilkan profit.

Advertising That Makes Money memaparkan gamblang keyakinan dan landasan tindak Dwi Sapta. Boleh jadi agak kontroversial, bahkan sulit diaplikasi para pebisnis mana pun jika tak berjiwa besar. Sebut saja, prinsip lose to win atau mengalah demi kemenangan yang lebih besar. Sementara banyak pebisnis masih beranggapan kemenangan adalah segalanya dan kekalahan berarti jatuhnya harga diri. Prinsip tersebut dibuktikan saat pitching ulang Fatigon Hydro tahun 2007. Jalur resmi tetap ditempuh Dwi Sapta, yang dulu ikut membesarkan "bayi" Fatigon.

Salah satu prinsip yang unik dipaparkan di Bab 5. Seluruh kru Dwi Sapta dilarang menolak rezeki, kecuali ada indikasi kecurangan. Pengalaman membuktikan, Dwi Sapta tumbuh menjadi besar bersama klien-klien yang dulunya kecil. Memegang teguh prinsip memang tak mudah. Dwi Sapta pun mengalami ujian pahit dari prinsip never say no. Alih-alih tagihan dibayar lunas, klien malah mengajukan barter. Adji akhirnya terpaksa menerima bayaran genteng bertruk-truk.

Satu prinsip yang membuat Dwi Sapta berkembang adalah follow your insting, trust your gut. Adji bahkan berani sesumbar instinct is more important than thinking. Meskipun terdengar ngawur, langkah Adji sebenarnya teratur. Kenekatan Dwi Sapta Group menjadi sponsor utama program Mama Mia di Indosiar seharga Rp 20 miliar. Semula spekulasi diragukan, tetapi acara sukses besar dengan rating tinggi. Sayang rumus ini hanya berlaku jika insting juga dibarengi nyali. Kebetulan Adji memang pemimpin yang risk taker, seperti kenekatannya memaksa pulang, meskipun terjebak demonstrasi besar di Thailand, beberapa waktu lalu.

Prinsip Adji yang paling klasik dipaparkan pada Bab 10. Farming, Not Hunting. Selama 27 tahun, Dwi Sapta memang telah mengujinya. Adji mencermati kecenderungan Agensi terbagi menjadi kelompok besar hunter dan farmer. Agensi tipikal hunter cenderung hit and run, dan tak ambil pusing soal loyalitas. Setelah transaksi dan dapat uang, pelanggan ditinggal. Sebaliknya, agensi berorientasi farmer mati-matian merawat pelanggan untuk kelak memetik panenan.

Ibarat sebutir benih, tanaman disiram, dipupuk, dan dirawat hingga berbuah. Adji punya bukti empiris. Sebagian besar klien Dwi Sapta sudah bermitra lebih dari satu dasawarsa. Sebut saja : Djarum selama 27 tahun, Sido Muncul selama 17 tahun, Kalbe Group selama 15 tahun, dan Astra Group selama 15 tahun. Dengan klien itu, Dwi Sapta sudah seperti suami-istri. Transparan saling buka-bukaan dan telanjang tanpa ada yang disembunyikan.

Dengan gaya bahasa bertutur, buku yang ditulis Adji sebenarnya mudah disimak meskipun agak berantakan. Termasuk soal kaidah bahasa. Untung saja, dua belas prinsip bisnis yang disajikan Adji bisa dikelompokkan menjadi tiga dimensi manusia, yakni soul-mind-body. Buku ini juga menyertakan studi kasus pemasaran yang cukup membantu pemahaman. Sayang, penggunaan bahasa Inggris bercampur aduk seenaknya. Indeks sebanyak 10 halaman tak banyak menolong. Di sisi lain, ilustrasi buku ini didominasi "foto-foto aksi" yang lebih pas untuk foto album kenangan daripada ilustrasi buku.

Advertising That Sells sangat khas Dwi Sapta, sehingga memang kasuistik. Kini Dwi Sapta Advertising telah bermetamorfosis menjadi Dwi Sapta Integrated Marketing Communication (IMC) Solution yang lahir dari prinsip Hungry for Change. Buat biro iklan lokal yang berkiprah selama 27 tahun, filosofi Adji Watono untuk Dwi Sapta teruji efektif. Kelak 12 prinsip bisnis Adji akan diwariskan generasi kedua Watono, Maya Carolina. Boleh jadi saat melakukan tiga agenda transformasi Dwi Sapta, kolaborasi ayah-anak itu akan mengemas prinsip-prinsip mutakhir menjadi buku baru. [SP/Unggul Wirawan]

http://202.169.46.231/News/2008/12/14/index.html

Tidak ada komentar: