25 Oktober 2008

Eagle Awards untuk Prahara Tsunami

Budi Suwarna

Ternyata masih ada segelintir orang yang bersedia mempertaruhkan hidupnya melawan perusakan lingkungan. Inilah pesan yang bisa ditangkap dari kompetisi film dokumenter Eagle Awards 2008.

Kompetisi ini digelar MetroTV sejak tahun 2005. Tahun ini, tema yang diusung adalah "Hijau Indonesiaku". Dari temanya, kita bisa membayangkan bahwa film-film yang masuk semuanya akan berbicara soal lingkungan.

Memang begitulah adanya. Lima film yang terseleksi berbicara soal konflik antara usaha melestarikan lingkungan versus aktivitas ekonomi yang merusak lingkungan.

Tahun ini, film karya Emanuel Tome Hayon dan Mikhael Yosviranto, Prahara Tsunami Bertabur Bakau (PTBB), terpilih sebagai film terbaik versi juri sekaligus film favorit pilihan pemirsa. Satu kategori lain, yakni film rekomendasi juri direbut Rudi Harlan dan Nursubah dengan karyanya Pulau Bangka Menangis. Penyerahan Eagle Awards dilakukan pada Sabtu (25/10) malam.

PTBB berkisah tentang Baba Akong dan istrinya yang begitu gigih menghijaukan kembali pesisir Pantai Ndete, Flores, Nusa Tenggara Timur, selama bertahun-tahun. Mereka berdua tidak peduli ketika para tetangganya menganggapnya gila karena menanami pantai dengan bakau.

"Orang bilang mengapa tidak tanam lain yang berguna," ujar istri Akong dalam film dokumenter itu.

Waktu berlalu. Akong dan istri berhasil membuktikan bahwa tanaman bakau sangat penting untuk menjaga ekosistem pantai. Setelah Pantai Ndete seluas 23 hektar kembali hijau, nelayan mendapat tangkapan ikan lebih banyak. Dari situlah, orang-orang yang semula mencibir usaha Akong dan istri berbalik mendukungnya. Kini, sekitar 2.000 orang terlibat dalam gerakan penghijauan yang diprakarsai Akong.

Siapakah Akong dan istrinya? Aktivis lingkungankah mereka? Bukan. Mereka berdua hanyalah orang desa yang lugu. Mereka berdua mau bersusah payah menanami kembali Pantai Ndete lantaran takut bencana tsunami yang melanda Flores tahun 1992 terulang.

Mereka yakin, jika Pantai Ndete ditanami bakau, tsunami bisa diredam dan tidak akan menghajar kampungnya. Keuntungan lain, seperti pulihnya kembali ekosistem pantai, belum ada dalam pikiran Akong dan istrinya ketika itu.

Meski tidak ada lagi yang mengatai mereka gila, perjuangan Akong, istri, dan kelompoknya belum usai. Mereka sekarang menghadapi kelompok pencuri kayu bakau. Akong sebenarnya telah melaporkan hal itu kepada pemerintah setempat. Namun, pemerintah ternyata cuek saja.

Inilah menariknya Eagle Awards. Kompetisi ini dari tahun ke tahun berhasil mengangkat sosok-sosok yang terlupakan. Tahun 2006, misalnya, film terbaik Eagle Awards Suster Apung berhasil mengangkat Hj A Rabiah, seorang perawat yang bekerja untuk masyarakat di pulau-pulau terpencil di Sulawesi Selatan. Disebut suster apung karena dia beroperasi ke mana-mana dengan perahu.

Tahun 2007, Eagle Awards berhasil mengangkat sosok Mahmud, Kepala Sekolah sebuah madrasah setingkat SMP yang terpaksa menyambi sebagai pemulung karena miskin. Tahun ini, Eagle Awards mengangkat sosok Akong dan istrinya.

Produser dan Koordinator Eagle Awards Fajrian, Selasa (21/10), mengatakan, kompetisi ini memang berupaya menampilkan film-film dokumenter yang positif dan memberi harapan di tengah situasi serba susah. "Kami tidak ingin menampilkan film dokumenter yang cenderung menyorot kesuraman hidup dan kemiskinan," tambahnya.

Fajrian menceritakan, tahun ini, jumlah peserta Eagle Awards turun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, proposal yang dikirim peserta ke panitia hanya 200-an. Tahun 2007 sebanyak 300-an, tahun 2006 sebanyak 400-an, tahun 2005 500-an. Namun, menurutnya, secara kualitas, proposal yang masuk tahun ini jauh lebih baik.

"Proposal berisi cerita fiksi tinggal 5 persen, padahal tahun-tahun sebelumnya bisa 30 persen," tambah Fajrian.

Dari ratusan proposal yang masuk, pihak MetroTV memilih lima proposal. Proposal itulah yang kemudian digarap menjadi film dokumenter. Proses penggarapan dilakukan peserta dibantu tenaga profesional dengan supervisi pihak MetroTV.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/10/26/02180422/eagle.awards.untuk.prahara.tsunami

Tidak ada komentar: