"Secara umum, kita dapat menamakannya pluralisme serta keterbukaan publik," ungkap Direktur Jenderal Bidang Perencanaan Internasional dan Penyiaran Kantor Berita Jepang NHK Toshiyuki Sato.
Di depan peserta seminar itu, Toshiyuki mengatakan, kebebasan pers memiliki peran sebagai stabilisator dalam masyarakat demokratis. Media yang memiliki peran pengontrol dalam masyarakatnya bertanggung jawab untuk mengkritik pemerintah yang cenderung koruptif atau menentang perkembangan demokrasi itu sendiri.
Terbuka pada kritik
Dengan peran itu, tutur Toshiyuki, media massa mampu mendewasakan masyarakat yang dilayaninya. Untuk itu, semakin hari media massa, termasuk wartawannya, harus bersikap imparsial dan independen. Di sisi lain, intervensi pemerintah terhadap media harus diminimalkan.
"Untuk itu, media harus selalu terbuka terhadap kritik dan siap bertanggung jawab atas apa yang diliputnya," lanjut Toshiyuki.
Pemimpin Umum The Korea Post Lee Kyung Sik menambahkan, berbagai bentuk media makin berkembang dengan hadirnya internet dan telepon genggam. "Setiap orang saat ini dapat menjadi wartawan. Mereka dapat melaporkan apa yang mereka lihat dan alami serta membagikan berita melalui internet dan telepon genggam," kata Lee.
Kehadiran dua media itu akan mengubah wajah dunia. Tak ada lagi batas dan nyaris tidak tersensor. Aktivitas jurnalisme di masa depan akan semakin berkembang, ditambah kian terbukanya akses masyarakat terhadap informasi.
Namun, Direktur Pusat Nasional Hak Asasi Manusia Republik Uzbekistan A Saidov mengatakan, perubahan dan kebebasan pers penting untuk membangun demokrasi. Akan tetapi, perubahan itu sebaiknya disikapi dengan dewasa.
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/13/00464467/kebebasan.pers.percepat.demokratisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar