02 Agustus 2008

Sonia Wibisono & Kanker

Mulai Agustus ini adalah hari-hari sibuk bagi dokter Sonia Wibisono (31). Rabu (6/8) nanti, misalnya, ia menyelenggarakan talkshow tentang pencegahan kanker serviks dengan vaksin terbaru di Hotel Mulia, Jakarta. Acara hasil kerja sama dengan Yayasan Kanker Indonesia dan Wanita Indonesia Tanpa Tembakau ini berjudul "All for Love".

"Kanker serviks itu kanker pembunuh nomor satu bagi wanita di dunia, termasuk Indonesia; nomor dua, kanker payudara. Karena kanker belum ada obatnya, sebaiknya dicegah selagi bisa," katanya.

"Ibu saya meninggal karena kanker payudara, tante saya kena kanker ovarium. Karena itu, saya peduli pada perlindungan wanita sejak anak, remaja, sampai dewasa dari kanker kandungan, serviks, maupun payudara."

Bersamaan dengan talkshow itu, diselenggarakan pula fashion show Iwan Tirta dan Vera Abi-Ina Thomas. "Uangnya akan disumbangkan untuk Yayasan Asma, Yayasan Kanker Indonesia, dan Wanita Indonesia Tanpa Tembakau," tuturnya.

Ia lalu bercerita tentang kegiatannya yang lain di bulan Agustus, di antaranya membuat website tentang pelayanan kesehatan, menggarap buku amal bersama teman-teman, seperti Wulan Guritno dan Sandra Dewi.

"Isinya kisah-kisah pribadi, true story, yang inspiratif dan antistres," kata Sonia yang tengah menyusun konsep untuk membuka klinik wanita ini. (VIK)

http://cetak.kompas.com/namaperistiwa 02 08 2008

MASA KAMPANYE, Pemberitaan Diatur dengan UU Pers

Jakarta, Kompas - Semua masalah yang terkait dengan pemberitaan di media massa selama masa kampanye Pemilihan Umum 2009 akan diselesaikan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan bukan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD.

"Itu kesepakatan Dewan Pers dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Juni lalu. Dengan demikian, jika ada masalah dengan pemberitaan selama kampanye, pertama-tama KPU akan menyerahkannya ke Dewan Pers, untuk kemudian diselesaikan dengan UU Pers," kata anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi, Jumat (1/8).

Kesepakatan itu dibuat untuk mengantisipasi pertentangan antara UU Pers dan UU Pemilu. Pertentangan ini dipicu oleh Pasal 99 UU No 10/2008 yang menyatakan, pers dapat dikenai berbagai sanksi, dari teguran hingga pencabutan izin penerbitan, jika melakukan pelanggaran dalam pemberitaan selama kampanye.

Padahal, dalam UU No 40/ 1999, berbagai saksi itu tidak dikenal. Bahkan, dinyatakan tidak ada penyensoran atau pemberedelan untuk pers. Menyikapi hal ini, Presiden Yudhoyono mempersilakan kalangan pers melakukan uji materi terhadap UU No 10/2008 (Kompas, 1/8).

Dewan Pers sudah lama berniat mengajukan uji materi atas UU No 10/2008, khususnya terhadap Pasal 99. "Namun, hal itu belum terlaksana karena terhambat sejumlah persoalan, seperti tiadanya biaya," kata Alamudi.

Anggota KPU, I Gusti Putu Artha, membenarkan, KPU telah bersepakat dengan Dewan Pers guna menyelesaikan semua sengketa yang terkait dengan pemberitaan dengan menggunakan UU Pers. Langkah ini diambil karena UU Pemilu dinilai terlalu jauh mencampuri hal-hal tentang pemberitaan media. KPU juga merasa tak punya cukup otoritas untuk memberi sanksi bagi media seperti termuat di UU Pemilu.

Meski demikian, Putu tetap memandang perlu ada uji materi terhadap UU No 10/2008 karena akan menghilangkan adanya dualisme peraturan yang saling menegasikan. Sebab, dualisme itu sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh media.

Agus Sudibyo dari Yayasan Sains, Estetika, dan Teknologi juga menilai, uji materi atas UU No 10/2008 tetap perlu dilakukan. Sebab, aturan dalam UU Pemilu itu perlu dilihat sebagai bagian dari upaya membatasi kebebasan pers secara luas dan tidak hanya ketika pemilu. (NWO)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/02/00313727/pemberitaan.diatur.dengan.uu.pers

Selebriti dan Politikus

Pernyataan kandidat presiden AS dari Partai Republik, John McCain, tentang kandidat dari Partai Demokrat, Barack Obama, menarik untuk disimak.

McCain mulai melancarkan serangan agresif terhadap Obama. Ia antara lain menyebut Obama sebagai kandidat yang arogan dan tidak siap menjadi presiden, bahkan Obama dikatakan seperti seorang selebriti, bintang pop. McCain juga menyamakan Obama dengan penyanyi Britney Spears dan Paris Hilton.

Obama memang begitu populer. Namanya mendunia. Di banyak negara, ia disambut bak seorang presiden. Di Berlin, Jerman, misalnya, sekitar 200.000 orang mengelu-elukan ketika ia berpidato. Namun, penampilan Obama itulah yang digunakan kubu McCain untuk menyerangnya.

Benarkah ejekan McCain itu? Memang, sekarang ini, batas antara selebriti dan politikus dapat dikatakan tipis. Sama seperti selebriti, politikus harus pandai dan piawai bergaya, berlagak, bersandiwara, dan juga harus menguasai bahasa tubuh secara baik, terutama jika disorot kamera televisi.

Meskipun batas di antara keduanya semakin tipis, mau tidak mau antara selebriti dan politikus pasti berbeda. Sebagai misal, kemewahan selebriti dinikmati masyarakat. Dengan menyaksikan kemewahan selebriti, masyarakat seperti mencapai katarsis wishful thingking-nya.

Anggota masyarakat ingin cantik, tampan, gagah, kaya, hidup mewah bergelimang harta, dan sebagainya. Semua itu hanya ada dalam impian. Dan, dengan menyaksikan penampilan para selebriti, mereka mengidentifikasikan diri mereka dengan para selebriti itu.

Di sinilah bedanya. Kalau selebriti sebagai aktualisasi wishful thingking dari masyarakat, politikus seharusnya adalah gantungan harapan kehidupan nyata masyarakat. Dalam banyak hal rakyat tahu, mereka diperalat oleh politikus, tetapi apa mau dikata, mereka tidak berdaya untuk menghindar dari jeratan itu.

Rakyat juga mengetahui bahwa seorang kepala negara itu seperti selebriti, populer dan berkarisma selama berkuasa, untuk dilupakan dan ditinggalkan setelah masa populernya habis. Seorang kepala negara berkarisma karena kekuasaan dan kekuatannya, seperti selebriti berkarisma karena kecantikan, suara, goyang pinggul, bahkan kenekatannya.

Pada akhirnya, anggota masyarakat yang cerdik akan bisa membedakan mana selebriti mana politikus, mana selebriti yang berlagak seperti politikus, mana politikus yang bergaya seperti selebriti sekadar untuk menebar pesona. Itu berlaku di mana-mana, di semua negara.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/02/00400594/readksi.yth

01 Agustus 2008

Rakornas KPI 2008 Putuskan untuk Gabungkan Standar Siaran Iklan ke P3SPS

Siaran Pers

 

Rakornas KPI 2008 Putuskan untuk Gabungkan Standar Siaran Iklan

ke dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran

 

Nomor: 22/KPI/SP/07/08

 

Salah satu butir rekomendasi yang dihasilkan oleh bidang isi siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Rakornas kali ini adalah memutuskan untuk memasukkan draft pedoman iklan ke dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Ini dilakukan agar industri dan masyarakat tidak kebingungan dengan banyaknya aturan yang mengatur isi siaran baik TV maupun radio.

 

Namun, sebelum digabungkan ke dalam P3 dan SPS, draft pedoman iklan akan dibahas oleh tim perumus yang terdiri dari perwakilan anggota KPI Daerah Maluku, Jateng, DIY, Jatim, Lampung, Bali, Sulsel, NTT, Kalsel, Sultra, Sumsel, Banten, Gorontalo, Kalbar, Sulbar, NTB dan Jabar.

 

Draft pedoman iklan ini pada dasarnya mengadopsi Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang disusun oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI). Namun, tim perumus akan mengatur beberapa ketentuan mengenai iklan yang belum diatur dalam EPI. Beberapa ketentuan yang belum diatur dalam EPI di antaranya adalah  :

 

  1. Iklan terselubung yang sering muncul dalam program talkshow, variety show, pertandingan olah raga, infotainment, baik yang dibawakan oleh pembawa acara maupun yang ditampilkan di layar.
  2. Iklan yang ditayangkan lebih dari 30 detik.
  3. Persentase tampilan program yang tidak seimbang dengan tampilan iklan, dari segi durasi dan layout/tampilan pada layar (2/3 maksimal).
  4. Iklan dalam bentuk running text.
  5. Tayangan promo program.
  6. Iklan politik.

 

 

Menurut rencana, masa kerja tim perumus ini adalah dua bulan sejak dikeluarkannya rekomendasi pada 17 Juli 2008 hingga September 2008.

 

Selanjutnya, KPI akan mengintensifkan koordinasi dengan LSF untuk meningkatkan pengawasan terhadap isi siaran pascaditandatanganinya Nota Kesepahaman antara KPI dan Lembaga Sensor Film (LSF). Lebih lanjut, Rakornas bidang Isi Siaran juga sepakat merekomendasikan untuk segera membuat kesepakatan bersama antara KPI dan PPPI.

 

Terkait bidang Perizinan, secara khusus KPI menganggap TV kabel yang dikelola masyarakat di daerah-daerah yang marak berkembang di sejumlah daerah sebagai aset lokal dan memerlukan pengkajian lebih mendalam dari Pemerintah terkait aspek regulasinya agar tercipta prinsip keadilan.

 

Sedangkan mengenai pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ), KPI mendesak kepada Pemerintah agar Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) tersebut dilaksanakan secara konsekuen pada 28 Desember 2009. Untuk mendukung itu, maka KPI akan memasukkan salah satu pasal dalam P3 dan SPS tentang adanya kewajiban TV swasta untuk memasukkan siaran lokal minimal 10 %.

 

Untuk bidang kelembagaan, Rakornas 2008 kali ini dalam kaitannya dengan pelaksanaan Kampanye Pemilu 2009 yang telah dimulai sejak 12 Juli 2008, merekomendasikan KPI untuk segera membentuk "Desk Pengawasan Penyiaran Kampanye Pemilu" bersama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

 

Rangkaian acara Rakornas KPI 2008 diikuti oleh 244 peserta yang terdiri dari KPI Pusat dan 27 KPI daerah serta telah sukses dilaksanakan dan ditutup pada 17 Juli 2008 malam sejak dimulai pada Selasa, 15 Juli 2008.

Batam, 18 Juli 2008
KOMISI PENYIARAN INDONESIA PUSAT

Balmon Siapkan Penertiban Frekwensi Radio dan Televisi Di Surabaya

kpigoid-1/08/2008 :: Balai Monitoring (Balmon) Frekwensi Radio Surabaya berencana melakukan operasi penertiban terhadap stasiun-stasiun televisi dan radio yang mengabaikan aturan serta mengakibatkan interferensi sehingga merugikan masyarakat.

Ini diungkapkan Purwoko, Kepala Balai Monitoring Frekwensi Radio Surabaya pada media setempat, bulan lalu. Menurut dia, pihaknya memang sudah memonitor adanya interensi tersebut dan menerima laporan dari KPID Jawa Timur.

Interferensi frekwensi itu terjadi lantaran stasiun-stasiun televisi yang statusnya masih melakukan siaran ujicoba sebagai syarat mendapatkan Ijin Siaran Radio (ISR) malah berlomba-lomba menduduki kanal yang terbatas. Akibatnya, satu kanal bisa digunakan oleh 2 stasiun televisi.

Stasiun televisi tersebut adalah Surabaya TV dan TV Edukasi, TV Arek dan Pas TV, SBO dan MH TV. Selain pelanggaran interfrensi, pelanggaran lainnya adalah terkait dengan proses perizinan dimana ada stasiun televisi yang belum memproses ijin sama sekali namun sudah menempati kanal. Menurut Surochiem, Ketua Bidang Kelembagaan dan Sosialisasi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim, stasiun televisi itu menempati kanal 42 yakni SUN TV.

Bagaimana bentuk penertiban tersebut, Purwoko menjelaskan yang pasti bukan berupa pencabutan ISR karena pada prinsipnya belum ada stasiun televisi di Jawa Timur yang sudah memiliki ISR.

"Penertiban akan kami lakukan sesuai tingkat kesalahannya. Tapi yang terberat akan kita proses secara hukum," ujarnya.

Proses hukum terhadap pelanggaran ISR, ujar Purwoko juga pernah dilakukan Balai Monitoring Frekwensi Radio terhadap 4 stasiun radio siaran di Surabaya, Mojokerto, dan Sidoarjo karena melampaui kanal yang disediakan untuk siaran radio dan mengganggu frekwensi radio penerbangan di sekitar Bandara Udara Internasional Juanda.

Penertiban frekwensi radio tidak hanya dilakukan terhadap frekwensi televisi, namun juga frekwensi radio, terutama yang membahayakan nyawa manusia seperti gangguan frekwensi radio di sekitar Bandara Udara Internasional Juanda.

Kapan penertiban itu akan berlangsung, Purwoko enggan membeberkannya. "Nanti kalau dibocorkan, saya yang salah," ujarnya sambil tersenyum. Suara Surabaya/Red

Rapat Bidang Kelembagaan dan Perizinan Hasilkan Sejumlah Rekomendasi

kpigoid-17/07/2008 ;; Sore ini, meskipun berjalan alot, rapat bidang kelembagaan dan perizinan KPI menghasilkan beberapa rekomendasi internal dan eksternal. Rekomendasi ini rencananya akan dibawa ke rapat pleno KPI yang akan dilangsungkan nanti malam, Kamis (17/7).

Adapun hasil rekomendasi rapat yang dipimpin oleh anggota KPI Pusat bidang kelembangaan, Mochamad Riyanto dan Sutisno Sinansari ecip yakni untuk rekomendasi internal:

  1. Rakornas KPI pada tahun 2009 akan diselenggarakan di Jakarta.
  2. Rakornas memberikan mandat kepada tim kecil untuk menyempurnakan dan menyelaraskan materi.
  3. Draft peraturan yang dibahas dalam Rakornas harus segera disahkan dan ditetapkan untuk diberlakukan.
  4. KPI diharapkan segera membentuk "Kode Etik Penyiaran".
  5. KPI perlu membuat pedoman persyaratan administratif rekrutmen keanggotaan KPI.
  6. KPI segera membentuk "Desk Pengawasan Penyiaran Kampanye Pemilu".
  7. KPI perlu menganggarkan biaya advokasi dan biaya proses ajudikasi.

Sedangkan rekomendasi eksternal yang dihasilkan dalam rapat bidang kelembagaan yakni:

  1. Lembaga Penyiaran taat pada Peraturan tentang Penyiaran Kampanye Pemilu.
  2. Lembaga Penyiaran mengedepankan aspek pendidikan politik untuk literasi demokrasi.
  3. Lembaga Penyiaran taat dan tunduk pada Peraturan KPI.
  4. Lembaga Penyiaran yang menyiarkan program khusus debat kandidat yang menjangkau daerah, mesti bekerjasama dengan Lembaga Penyiaran setempat.

Rapat bidang kelembagaan KPI ini, berakhir lebih awal dari yang diperkirakan. Saat ini, rapat-rapat bidang isi siaran dan perizinan masih terus berjalan melakukan pembahasan ke dua bidang tersebut.
 
Sementara itu, dalam rapat bidang perizinan yang dipimpin oleh anggota KPI Pusat, Amar Ahmad, menghasilkan tujuh rekomendasi yang akan disampaikan dalam rapat pleno Rakornas KPI nanti malam. Adapun isi rekomendasi tersebut yakni :
  1. KPI menyatakan bahwa TV kabel adalah aset lokal yang memerlukan pengkajian lebih mendalam dari Pemerintah terkait aspek regulasinya agar tercipta prinsip keadilan.
  2. KPI mendesak kepada Pemerintah agar Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) tersebut dilaksanakan secara konsekuen pada 28 Desember 2009. Untuk mendukung itu, maka KPI memasukkan salah satu pasal dalam P3 dan SPS tentang adanya kewajiban tv swasta untuk memasukkan siaran local minimal 10 %.
  3. KPI mendesak Pemerintah untuk menunda penerbitan Permen Tentang Tata Cara Pengurusan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), sebelum Pemerintah memproses permohonan izin yang sudah dilakukan KPI di masa sebelumnya.
  4. KPI meminta Pemerintah untuk membahas kembali bersama KPI rancangan Permen Tata Cara Pengurusan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) sebelum diterbitkan.
  5. KPI mendesak Pemerintah untuk melakukan FRB. Apabila terjadi seleksi, maka alokasi frekuensi diprioritaskan bagi para pemohon yang sudah lebih dahulu mendapatkan Rekomendasi Kelayakan dari KPI.
  6. KPI akan menerbitkan peraturan tentang Standard Operational Procedure Permohonan Izin Penyelenggaraan Perizinan Jasa Penyiaran.
  7. KPI mendesak Pemerintah untuk melakukan kajian komprehensif tentang system penyiaran digital agar dapat diimplementasikan.
Pada rapat pleno Rakornas yang akan berlangsung nanti malam, rencananya akan dibacakan semua rekomendasi hasil rapay tiga bidang di KPI. Dalam rapat pleno nanti malam, sekaligus juga sebagai acara penutupan Rakornas KPI 2008. Red

KPI Bentuk Desk Penyiaran Pemilu 2009

kpigoid-25/07/2008 :: Anggota KPI Pusat, Muhammad Izzul Muslimin mengatakan, KPI sudah membentuk desk penyiaran untuk pemilihan umum (Pemilu) 2009. Rencananya, desk penyiaran pemilu ini bertugas melakukan pemantauan atau pengawasan khusus siaran-siaran kampanye pemilu yang ada di televisi dan radio. Hal tersebut diungkapkan oleh Izzul disela-sela pertemuan KPI dengan Banwaslu di kantor KPI Pusat, Jumat (25/7).

"Kami akan melakukan pemantauan program-program kampanye yang terdapat dalam pemberitaan, talk show dan juga siaran iklan kampanye yang ada di lembaga penyiaran," kata Izzul yang juga merangkap PIC program ini.

Untuk program pengawasan penyiaran pemilu ini, Izzul menjelaskan, KPI secara khusus sudah mempersiapkannya. KPI akan membentuk kelompok kerja yang nanti akan bertugas melakukan pengawasan, mengevaluasi, menerima pengaduan pelanggaran dari publik, membentuk tim monitoring dan mengkaji isi tayangan dan mengkaji pengaduan tersebut.

"Nantinya hasil dari kajian tersebut akan dibawa ke rapat desk pemilu untuk menentukkan tayangan tersebut melanggar atau tidak. Jika terjadi pelanggaran, rapat tersebut akan menentukan bentuk sanksi seperti teguran tertulis, penghentian sementara program, dan pengurangan durasi, sebelum diberikan kepada lembaga penyiaran bersangkutan," tutur Izzul melengkapi.

Desk penyiaran pemilu ini juga dibentuk disemua KPID yang sudah terbentuk. Adapun anggaran yang digunakan untuk kegiatan ini, untuk KPI Pusat diambil dari APBN dan untuk KPID diambil dari APBD.

Adapun kelompok kerja desk penyiaran pemilu KPI Pusat yakni sebagai PIC, Muhammad Izzul Muslimin, sedangkan anggotanya antara lain, Mochamad Riyanto, Sutisno Sinansari ecip dan Fetty Fajriati. Selain itu, akan dibantu oleh asisten ahli dan staf sekretariat. Red

Pers Dipersilakan Ajukan Uji Materi

Presiden: UU Pemilu Bertentangan dengan UU Pers
  

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Oleh sebab itu, Presiden mempersilakan kalangan pers mengajukan uji materi atau judicial review dan menjamin tidak akan ada media yang terkena sanksi, seperti diatur dalam UU Pemilu.

"Saya minta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) bersama mitra kerjanya menyelesaikan masalah ini sebaik-baiknya," ujar Presiden, Kamis (31/7), saat menerima pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) periode 2008-2013 di Istana Negara, Jakarta.

Respons dan perintah Presiden kepada Menkominfo M Nuh disampaikan menjawab Deklarasi Kongres XXII PWI di Banda Aceh, yang berisi desakan untuk merevisi UU Pers dan uji materi atas UU Pemilu yang dinilai bertentangan dengan kebebasan pers yang dijamin dalam UU Pers. Deklarasi itu disampaikan Ketua Umum PWI Margiono.

UU Pers tak mengenal penyensoran, pemberedelan, dan pelarangan penyiaran. Namun, dalam UU Pemilu hal itu dinegasikan.

Dalam Pasal 99 UU No 10/ 2008, pers dapat dikenai sanksi teguran tertulis; penghentian sementara mata acara yang bermasalah; pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu; denda; pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu untuk waktu tertentu; atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak.

"Saya kira, ini napas reformasi, tidak ada lagi pemberedelan, pencabutan. Ini kita jadikan pilihan kita dan berkali-kali saya juga mengatakan seperti itu. Ternyata dalam kedua UU ini ada sesuatu yang bertabrakan. UU Pers sejiwa dengan napas reformasi," ungkap Presiden seusai membacakan pasal dalam kedua UU yang dinilai saling bertentangan itu.

Menanggapi perintah Presiden itu, M Nuh mempersilakan kalangan pers mengajukan uji materi atas UU Pemilu. Pemerintah menjamin, selama proses uji materi dan selama masa kampanye Pemilu 2009 tak akan ada sanksi kepada pers sesuai UU Pemilu. Ia juga akan berkonsultasi dengan Komisi Pemilihan Umum. (inu)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/01/00255547/pers.dipersilakan.ajukan.uji.materi

30 Juli 2008

Tjandra Wibowo: Idealisme yang Tertanam sejak Kecil

Didit MajaloloTjandra Wibowo

Pada 1991, wajah Tjandra Wibowo (41) mulai menghiasi layar kaca. Di Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), tepatnya, sebagai reporter sekaligus produser untuk program spesial. Ia memilih nama panggilan sehari-hari, dari nama panjangnya yang indah, Sutjiati Eka Tjandrasari, dan menambahkan nama ayahnya.

Tjandra belum menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) ketika bekerja di TPI. Alih-alih "nyambi bekerja", ia justru keterusan bekerja, apalagi acap mendapat tugas-tugas penting. Salah satu di antaranya, meliput penerbangan perdana N-250 pada 1995. Gelar sarjana biologi akhirnya berhasil disandang perempuan kelahiran 20 Juni 1967 ini, pada 1991.

Tjandra semakin dikenal ketika tampil sebagai presenter di Surya Cipta Televisi (SCTV). Di stasiun televisi itu, ia merangkap sebagai produser Liputan 6. Pekerjaan itu dilakoninya sampai dengan 2000. Pada 2002, ia menjadi Corporate Secretary PT SCTV, namun masih sempat mengerjakan program Potret, sebuah karya dokumenter.

"Program itu awalnya cuma jadi ending Liputan 6 Siang, tentang keragaman budaya. Lalu, muncul Potret sebelas episode yang ditayangkan setengah jam, secara stripping, menjelang ulang tahun SCTV," katanya.

Film dokumenter rupanya telanjur menjadi obsesinya. Obsesi itu pula yang membuatnya memutuskan keluar dari pekerjaan yang telah memberinya kenyamanan. Ada dorongan yang terus mengusiknya untuk membuat perusahaan sendiri, menelurkan ide-ide yang terus menggelegak dalam dirinya.

Tekad, semangat, gairah, ide, dan idealisme, itu kemudian ia wujudkan dengan mendirikan perusahaan pada 2002, PT Samuan Rumah Kreasi. "Saya mendirikannya bersama dua teman. Modalnya Rp 15 juta, dari menguras tabungan," katanya, dalam suatu perbincangan dengan SP.

Melalui perusahaan itu lahir karya-karya dokumenter lainnya, seperti Anganku, Kampoeng Halaman, Pijar, Satu Jiwa, dan karya-karya profil perusahaan. Program Anganku memotret anak-anak di seluruh penjuru Nusantara dan mimpi-mimpi mereka. Melalui program itu, Tjandra dan timnya meraih Femme Film Award dari Yayasan Jurnal Perempuan untuk kategori Dokumenter Terbaik pada Jiffest, Desember 2004.

Karya dokumenter Kampoeng Halaman, yang ditayangkan RCTI pada 2003, memotret keragaman budaya di Indonesia, berfokus pada interaksi warga dan lingkungannya. "Kekurangan-kurangan saat mengerjakan Potret menjadi bekal berharga saat membuat Kampoeng Halaman. Begitu ditayangkan, rating-nya tinggi. Tidak menyangka, karena itu karya dokumenter. Surprised banget," Tjandra tertawa, mengenang.

Prestasi berikut diraih Tjandra dan timnya melalui Program Pijar, karya dokumenter berdurasi 30 menit yang ditayangkan SCTV pada 2004-2006. Program yang memotret kemiskinan itu dibuat 117 episode bekerja sama dengan Yayasan Pundi Amal SCTV.

Program itu meraih The Asian Television Award untuk kategori Best Social Program, di Singapura, pada 2004. Program yang sama, yang berjudul "Aku Ingin Sekolah", dinominasikan meraih penghargaan dalam ajang festival Film Indonesia 2005 kategori Dokumenter Terbaik.

"Channel" Sendiri

Dari tiga orang, kini 27 orang terlibat dalam rumah produksi yang didirikan Tjandra. Kenyataan itu suatu saat pernah menyentakkannya. "Tiba-tiba saya harus menandatangani sejumlah besar uang untuk gaji karyawan?" istri Imam Sewoko, juru foto kantor berita asing itu, menggambarkan.

Tjandra jujur mengatakan, awalnya ia tidak mempunyai gambaran muluk menjalankan perusahaannya. Karena merasa sebagai pemilik, ia pergi ke kantor kapan saja. Perubahan terjadi ketika ia menggandeng teman kuliahnya. Mulanya hanya untuk merapikan laporan keuangan, namun kemudian merembet ke profesionalisme.

"Sama dengan proses dalam kehidupan, ada masa kanak-kanak, remaja, dewasa, berumah tangga, punya anak. Intinya, memang dari pemimpinnya. Kalau saya tidak bisa mengatur dan mengubah diri saya terlebih dulu, ke bawah pun tidak akan bisa saya lakukan," ujarnya.

Kepada rekan-rekan kerjanya, Tjandra menyatakan tekadnya untuk terus maju. Ia meyakinkan rekan-rekannya bahwa mereka bisa maju bersama. Ketika seorang instruktur dalam suatu pelatihan bertanya tentang impiannya ke depan, Tjandra langsung mengaitkan angannya dengan Discovery Channel atau National Geographic. "Kenapa nggak bikin channel sendiri? Karena kalau suplai ke tempat lain sangat bergantung pada tempat itu," ujarnya.

Tjandra tidak main-main ketika menyatakan keinginannya membangun stasiun televisi sendiri kelak. "Entah channel, atau apalah, yang jelas isinya karya-karya kami. Intinya, adalah perusahaan yang bisa mencerdaskan umat manusia di mana pun melalui karya audiovisual. Judul atau tag-nya mencerdaskan. Walau cuma satu orang pun yang jadi cerdas, tidak apa-apa. Tetapi, ada value pada produk kami," ia menambahkan.

Perusahannya, pada kenyataannya, berjalan baik. Tjandra tak menyembunyikan kegembiraannya ketika menceritakan kemampuannya menyisihkan keuntungan untuk mengirim karyawan dan keluarganya berekreasi tiga hari ke Bali.

Belakangan, Tjandra terjun memproduksi film layar lebar. Bekerja sama dengan adiknya, Satrijo Wibowo, dan iparnya, penulis Rachmania Arunita, ia memproduksi Lost In Love, yang ditayangkan di bioskop-bioskop 22 Mei lalu.

Lomba Karya Ilmiah

Jauh sebelum berkarya di televisi dan kemudian memproduksi film-film dokumenter, Tjandra sebetulnya sudah beberapa kali mencatat prestasi. Pada 1984, ia keluar sebagai juara pertama Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI/TVRI bidang kimia, melalui karyanya, "Kerang sebagai Indikator Pencemaran Lingkungan Perairan Pantai". Ia masih duduk di bangku SMA Regina Pacis, Bogor saat itu, dan aktif dalam kelompok ilmiah remaja.

Biro Pemasyarakatan Iptek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang memayungi kelompok ilmiah remaja di sekolah-sekolah, acap membuat kegiatan bersama pada waktu itu. Tiga kegiatan besar yang rutin dilaksanakan adalah latihan dasar kepemimpinan, perkemahan ilmiah remaja nasional, dan lomba karya ilmiah.

Bertemu dengan teman-teman dengan hobi sama, dan kesempatan bertemu muka dengan para pakar di LIPI membuka wawasannya. "Mungkin karena dulu nyemplung di kegiatan-kegiatan LIPI itulah yang memberikan andil bagi saya membuat karya-karya dokumenter seperti Potret, Kampoeng Halaman, Anganku, Pijar, dan sebagainya," ujarnya.

Bukan hanya di lingkungan akademik Tjandra berprestasi. Setahun sesudah menang lomba karya itu, ia dinobatkan sebagai Puteri Remaja, ajang pemilihan gadis sampul yang diselenggarakan Majalah Gadis. Ajang itu juga menelurkan nama-nama terkenal seperti Petty Tunjungsari dan Tika Bisono.

"Bapak (almarhum, Red) sangat keras. Walaupun jadi Puteri Remaja, saya menghindari segala macam photo session dan sebagainya, untuk menghindari menjadi terkenal. Bapak tidak suka," kata anak sulung dari dua bersaudara itu, tersenyum.

Walau dilahirkan dari keluarga berada, ayahnya seorang dokter dan ibunya pengajar di perguruan tinggi, Tjandra dan adiknya, Satrijo, dididik dengan keras dan disiplin. "Sampai kuliah nggak pernah dikasih duit. Kalau ingin membeli sesuatu, harus upaya dulu," Tjandra mengibaratkan.

Ketika suatu saat ia menghilangkan kamera temannya, ia mendapat marah ayahnya. "Memang mudah cari uang? Ibarat tukang becak, kalau tidak nggenjot dulu, saya nggak bakal dapat uang," Tjandra menirukan kata-kata bapaknya. Tak mengherankan, ia terbiasa menulis sejak remaja, untuk mendapatkan uang saku.

Pendidikan seperti itu juga mengasah bakat berdagang adiknya. "Ia berdagang kecil-kecilan, seperti kartu nama dan sebagainya, sampai kemudian mampu mendirikan perusahaan sendiri di bidang desain grafis," tutur Tjandra.

Walau dididik dengan keras dan disiplin, Tjandra tidak menyesal. Ia bahkan bersyukur kini bisa menjadi pribadi mandiri. Kedisiplinan dan kehidupan keras yang diterapkan ayahnya benar-benar membekas dalam dirinya. Salah satunya, ia menjadi pribadi yang sangat komit.

"Dari kecil kepada saya ditanamkan nilai-nilai. Nilai kehidupan lebih penting daripada harta warisan, contohnya. Sampai besar dan dewasa seperti ini, saya tidak boleh prejudice, negative thinking, dalam bergaul. Walau dalam kenyataan kita menghadapi ada yang jahat kepada kita, pasti ada sisi baiknya, pasti ada nilai positifnya. Makanya dalam keseharian, walau tidak mendapatkan teman kerja yang terbaik tidak apa-apa, yang penting kerja sama berjalan dengan baik, saya bisa menangani," kata Tjandra, dalam beberapa kesempatan berbeda. [SP/Sotyati]

http://www.suarapembaruan.com/News/2008/07/29/index.html

Tjandra Wibowo: Idealisme yang Tertanam sejak Kecil

Didit MajaloloTjandra Wibowo

Pada 1991, wajah Tjandra Wibowo (41) mulai menghiasi layar kaca. Di Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), tepatnya, sebagai reporter sekaligus produser untuk program spesial. Ia memilih nama panggilan sehari-hari, dari nama panjangnya yang indah, Sutjiati Eka Tjandrasari, dan menambahkan nama ayahnya.

Tjandra belum menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) ketika bekerja di TPI. Alih-alih "nyambi bekerja", ia justru keterusan bekerja, apalagi acap mendapat tugas-tugas penting. Salah satu di antaranya, meliput penerbangan perdana N-250 pada 1995. Gelar sarjana biologi akhirnya berhasil disandang perempuan kelahiran 20 Juni 1967 ini, pada 1991.

Tjandra semakin dikenal ketika tampil sebagai presenter di Surya Cipta Televisi (SCTV). Di stasiun televisi itu, ia merangkap sebagai produser Liputan 6. Pekerjaan itu dilakoninya sampai dengan 2000. Pada 2002, ia menjadi Corporate Secretary PT SCTV, namun masih sempat mengerjakan program Potret, sebuah karya dokumenter.

"Program itu awalnya cuma jadi ending Liputan 6 Siang, tentang keragaman budaya. Lalu, muncul Potret sebelas episode yang ditayangkan setengah jam, secara stripping, menjelang ulang tahun SCTV," katanya.

Film dokumenter rupanya telanjur menjadi obsesinya. Obsesi itu pula yang membuatnya memutuskan keluar dari pekerjaan yang telah memberinya kenyamanan. Ada dorongan yang terus mengusiknya untuk membuat perusahaan sendiri, menelurkan ide-ide yang terus menggelegak dalam dirinya.

Tekad, semangat, gairah, ide, dan idealisme, itu kemudian ia wujudkan dengan mendirikan perusahaan pada 2002, PT Samuan Rumah Kreasi. "Saya mendirikannya bersama dua teman. Modalnya Rp 15 juta, dari menguras tabungan," katanya, dalam suatu perbincangan dengan SP.

Melalui perusahaan itu lahir karya-karya dokumenter lainnya, seperti Anganku, Kampoeng Halaman, Pijar, Satu Jiwa, dan karya-karya profil perusahaan. Program Anganku memotret anak-anak di seluruh penjuru Nusantara dan mimpi-mimpi mereka. Melalui program itu, Tjandra dan timnya meraih Femme Film Award dari Yayasan Jurnal Perempuan untuk kategori Dokumenter Terbaik pada Jiffest, Desember 2004.

Karya dokumenter Kampoeng Halaman, yang ditayangkan RCTI pada 2003, memotret keragaman budaya di Indonesia, berfokus pada interaksi warga dan lingkungannya. "Kekurangan-kurangan saat mengerjakan Potret menjadi bekal berharga saat membuat Kampoeng Halaman. Begitu ditayangkan, rating-nya tinggi. Tidak menyangka, karena itu karya dokumenter. Surprised banget," Tjandra tertawa, mengenang.

Prestasi berikut diraih Tjandra dan timnya melalui Program Pijar, karya dokumenter berdurasi 30 menit yang ditayangkan SCTV pada 2004-2006. Program yang memotret kemiskinan itu dibuat 117 episode bekerja sama dengan Yayasan Pundi Amal SCTV.

Program itu meraih The Asian Television Award untuk kategori Best Social Program, di Singapura, pada 2004. Program yang sama, yang berjudul "Aku Ingin Sekolah", dinominasikan meraih penghargaan dalam ajang festival Film Indonesia 2005 kategori Dokumenter Terbaik.

"Channel" Sendiri

Dari tiga orang, kini 27 orang terlibat dalam rumah produksi yang didirikan Tjandra. Kenyataan itu suatu saat pernah menyentakkannya. "Tiba-tiba saya harus menandatangani sejumlah besar uang untuk gaji karyawan?" istri Imam Sewoko, juru foto kantor berita asing itu, menggambarkan.

Tjandra jujur mengatakan, awalnya ia tidak mempunyai gambaran muluk menjalankan perusahaannya. Karena merasa sebagai pemilik, ia pergi ke kantor kapan saja. Perubahan terjadi ketika ia menggandeng teman kuliahnya. Mulanya hanya untuk merapikan laporan keuangan, namun kemudian merembet ke profesionalisme.

"Sama dengan proses dalam kehidupan, ada masa kanak-kanak, remaja, dewasa, berumah tangga, punya anak. Intinya, memang dari pemimpinnya. Kalau saya tidak bisa mengatur dan mengubah diri saya terlebih dulu, ke bawah pun tidak akan bisa saya lakukan," ujarnya.

Kepada rekan-rekan kerjanya, Tjandra menyatakan tekadnya untuk terus maju. Ia meyakinkan rekan-rekannya bahwa mereka bisa maju bersama. Ketika seorang instruktur dalam suatu pelatihan bertanya tentang impiannya ke depan, Tjandra langsung mengaitkan angannya dengan Discovery Channel atau National Geographic. "Kenapa nggak bikin channel sendiri? Karena kalau suplai ke tempat lain sangat bergantung pada tempat itu," ujarnya.

Tjandra tidak main-main ketika menyatakan keinginannya membangun stasiun televisi sendiri kelak. "Entah channel, atau apalah, yang jelas isinya karya-karya kami. Intinya, adalah perusahaan yang bisa mencerdaskan umat manusia di mana pun melalui karya audiovisual. Judul atau tag-nya mencerdaskan. Walau cuma satu orang pun yang jadi cerdas, tidak apa-apa. Tetapi, ada value pada produk kami," ia menambahkan.

Perusahannya, pada kenyataannya, berjalan baik. Tjandra tak menyembunyikan kegembiraannya ketika menceritakan kemampuannya menyisihkan keuntungan untuk mengirim karyawan dan keluarganya berekreasi tiga hari ke Bali.

Belakangan, Tjandra terjun memproduksi film layar lebar. Bekerja sama dengan adiknya, Satrijo Wibowo, dan iparnya, penulis Rachmania Arunita, ia memproduksi Lost In Love, yang ditayangkan di bioskop-bioskop 22 Mei lalu.

Lomba Karya Ilmiah

Jauh sebelum berkarya di televisi dan kemudian memproduksi film-film dokumenter, Tjandra sebetulnya sudah beberapa kali mencatat prestasi. Pada 1984, ia keluar sebagai juara pertama Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI/TVRI bidang kimia, melalui karyanya, "Kerang sebagai Indikator Pencemaran Lingkungan Perairan Pantai". Ia masih duduk di bangku SMA Regina Pacis, Bogor saat itu, dan aktif dalam kelompok ilmiah remaja.

Biro Pemasyarakatan Iptek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang memayungi kelompok ilmiah remaja di sekolah-sekolah, acap membuat kegiatan bersama pada waktu itu. Tiga kegiatan besar yang rutin dilaksanakan adalah latihan dasar kepemimpinan, perkemahan ilmiah remaja nasional, dan lomba karya ilmiah.

Bertemu dengan teman-teman dengan hobi sama, dan kesempatan bertemu muka dengan para pakar di LIPI membuka wawasannya. "Mungkin karena dulu nyemplung di kegiatan-kegiatan LIPI itulah yang memberikan andil bagi saya membuat karya-karya dokumenter seperti Potret, Kampoeng Halaman, Anganku, Pijar, dan sebagainya," ujarnya.

Bukan hanya di lingkungan akademik Tjandra berprestasi. Setahun sesudah menang lomba karya itu, ia dinobatkan sebagai Puteri Remaja, ajang pemilihan gadis sampul yang diselenggarakan Majalah Gadis. Ajang itu juga menelurkan nama-nama terkenal seperti Petty Tunjungsari dan Tika Bisono.

"Bapak (almarhum, Red) sangat keras. Walaupun jadi Puteri Remaja, saya menghindari segala macam photo session dan sebagainya, untuk menghindari menjadi terkenal. Bapak tidak suka," kata anak sulung dari dua bersaudara itu, tersenyum.

Walau dilahirkan dari keluarga berada, ayahnya seorang dokter dan ibunya pengajar di perguruan tinggi, Tjandra dan adiknya, Satrijo, dididik dengan keras dan disiplin. "Sampai kuliah nggak pernah dikasih duit. Kalau ingin membeli sesuatu, harus upaya dulu," Tjandra mengibaratkan.

Ketika suatu saat ia menghilangkan kamera temannya, ia mendapat marah ayahnya. "Memang mudah cari uang? Ibarat tukang becak, kalau tidak nggenjot dulu, saya nggak bakal dapat uang," Tjandra menirukan kata-kata bapaknya. Tak mengherankan, ia terbiasa menulis sejak remaja, untuk mendapatkan uang saku.

Pendidikan seperti itu juga mengasah bakat berdagang adiknya. "Ia berdagang kecil-kecilan, seperti kartu nama dan sebagainya, sampai kemudian mampu mendirikan perusahaan sendiri di bidang desain grafis," tutur Tjandra.

Walau dididik dengan keras dan disiplin, Tjandra tidak menyesal. Ia bahkan bersyukur kini bisa menjadi pribadi mandiri. Kedisiplinan dan kehidupan keras yang diterapkan ayahnya benar-benar membekas dalam dirinya. Salah satunya, ia menjadi pribadi yang sangat komit.

"Dari kecil kepada saya ditanamkan nilai-nilai. Nilai kehidupan lebih penting daripada harta warisan, contohnya. Sampai besar dan dewasa seperti ini, saya tidak boleh prejudice, negative thinking, dalam bergaul. Walau dalam kenyataan kita menghadapi ada yang jahat kepada kita, pasti ada sisi baiknya, pasti ada nilai positifnya. Makanya dalam keseharian, walau tidak mendapatkan teman kerja yang terbaik tidak apa-apa, yang penting kerja sama berjalan dengan baik, saya bisa menangani," kata Tjandra, dalam beberapa kesempatan berbeda. [SP/Sotyati]

http://www.suarapembaruan.com/News/2008/07/29/index.html

27 Juli 2008

VJ MTV Candice Anggunadinata: Aku Ini "Full of Life"

Mau tahu, bagaimana prototipe kawula muda zaman sekarang? Coba kita tengok sosok Candice Anggunadinata (22), seorang guest video jockey Music Television alias MTV. Gadis ini bisa mewakili apa yang sekarang kerap disebut sebagai "anak gaul".

Candice biasa tampil membawakan acara "MTV Ampuh" dan "MTV Total Request". Di dua acara itu, dara berwajah bulat-manis ini memandu informasi 20 tangga lagu Indonesia teratas serta melayani permintaan lagu dari pemirsa. Biasanya, dia muncul ditemani VJ lain serta bareng musisi atau satu grup band.

"Aku baru dua bulan jadi video jockey (VJ). Tapi, aku merasa, jiwanya aku banget. Ini seru, fun, gila," katanya.

Memang, menjadi pemandu acara musik di televisi cocok dengan pembawaan gadis ini. Dia selalu ceria, suka ngomong ceplas-ceplos, dan rada ngocol. Semua itu membuatnya leluasa berkomunikasi kepada pemirsa muda yang kerap disebut "anak-anak nongkrong", seperti terlihat saat dia memandu acara MTV Total Request, Jumat (25/7) sore lalu.

"Penampilan itu bermula dari hati. Kalau bisa membuat mood hati nyaman, kita enak saja bawa acara apa pun," katanya.

Mood yang baik itu juga terasa ketika kami ngobrol di sebuah kafe di Plaza Senayan, Rabu (23/7) sore lalu. Selain enak dan asyik, berbincang lama dengan gadis ini mungkin bisa membuat kita sedikit terkaget-kaget dengan cara pandangnya yang begitu ringan dalam memaknai segala sesuatu.

"Sebenarnya aku lebih suka 'haha hihi' daripada mikir," katanya seraya tertawa. Sore itu, Candice tampak segar dengan setelan tank-top merah marun yang dipadu dengan baju bermotif India dengan potongan leher v-neck. Rambutnya dicat coklat muda. Jam tangan merah yang lebih mirip gelang di tangan kiri memberi aksen yang dinamis.

Sebagai VJ MTV, Candice tentu akrab dengan dinamika musik di Indonesia dan mancanegara. Tren mode terus diikuti demi mendukung penampilan di depan publik. Selain piawai bercuap-cuap di depan layar kaca, dia juga aktif berbicara dalam beberapa bahasa asing.

"Menyajikan musik bagi pemirsa itu seperti tersenyum kepada banyak orang. Kalau kita senyum kepada semua orang, maka orang lain juga akan tersenyum kepada kita," paparnya.

Mencoba

Perjalanan Candice hingga menjadi guest VJ MTV bisa menggambarkan bagaimana anak muda ini selalu bersemangat mencoba hal-hal baru. Tahun 2002, perempuan ini masih menjajal jadi co-host program "DJ Kamu" di Radio Prambors, Jakarta. Setelah sempat jadi public relations di sebuah restoran dan klub dansa, dia lantas jadi co-host acara "Metro Kampus" di Metro TV, Jakarta.

Kesempatan itu juga memberinya celah untuk magang jadi public relations di Metro TV. Itu juga tak lama karena dia tertantang saat ditawari casting jadi penyiar cuaca berbahasa Inggris dalam program "Indonesia This Morning". Ternyata, dia diterima dan akhirnya muncul di televisi setiap hari, dari Senin sampai Jumat.

"Jadi penyiar acara cuaca itu menyenangkan, walaupun aku harus bangun jam 03.30 dan masuk kantor jam 04.00. Bayangkan saja, aku sudah bangun dan bersiap siaran saat banyak orang masih tidur pulas," katanya.

Setelah menekuni pembawa acara cuaca sekitar 1,5 tahun, Candice mencoba tantangan baru dengan masuk casting DJ MTV. Kini, dia menjadi salah satu guest VJ di televisi musik yang digemari anak-anak muda itu.

Meski dia menikmati kerja sekarang, Candice merasa, menjadi VJ hanya satu stasiun yang akan mengantarnya menuju stasiun-stasiun berikutnya. Suatu saat nanti, begitu cita-citanya, dia bakal jadi presenter di salah satu stasiun televisi internasional, katakanlah seperti MTV Asia, V-Channel, atau televisi olahraga ESPN.

"Aku ingin buktikan, anak muda Indonesia juga bisa menembus kancah internasional," katanya dengan bersemangat.

Mencoba

Namun, menjadi presenter di televisi internasional juga bukan tujuan akhir. Baginya, perjalanan hidup masih panjang, dan dia tak akan berhenti pada satu pencapaian saja. "Aku masih pengen mencoba hal-hal baru dan menantang," katanya.

Memang, punya mimpi apa lagi, Candice? "Salah satunya, nanti aku ingin punya sekolah atau yayasan yang mendidik anak-anak sesuai bakatnya. Pendidikan kita sekarang terlalu mendikte. Saya ingin mendorong anak-anak menemukan karakter, potensi, dan bakat dalam dirinya sendiri, kemudian membantu mereka mengembangkan potensi itu sampai jadi."

Candice belum tahu persis, bagaimana cara mewujudkan impian itu. Namun, dia yakin, jika dirancang sungguh-sungguh, semuanya akan tercapai pada suatu waktu nanti. "Impossible means i'm possible. Aku selalu punya energi untuk menjajal semuanya dan mewujudkan keinginanku. Aku ini full of life, penuh dengan daya hidup."

Apa sih arti hidup itu bagimu?

"Hidup itu seperti kita menyetir mobil dalam kegelapan. Kita punya tujuan, tapi hanya bisa melihat apa yang tersorot lampu mobil saja. Kita harus selalu siap menerima kejutan yang muncul, tapi tetap fokus pada tujuan awal."

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/27/01582760/aku.ini.full.of.life


"Dicuekin" Orang Perancis
Bagi Candice Anggunadinata, menguasai bahasa asing adalah syarat utama untuk mencapai cita-cita berkecimpung dalam institusi internasional. Untuk itu, sudah lama dia mempersiapkan diri dengan mempelajari bahasa Inggris, Perancis, dan Jepang. Belakangan, dia tengah menambah satu bahasa lagi, yaitu bahasa Mandarin.

Candice menguasai bahasa Inggris sejak kecil. Kebetulan, ayahnya selalu berbahasa Inggris di rumah. Meski bisa berbahasa Indonesia, ibunya juga sering menggunakan bahasa Inggris saat bersama keluarga.

Bahasa Perancis dan Jepang dipelajari sejak belajar di Gandhi Memorial International School, Jakarta—sekolah internasional setingkat SMP. Kemahiran bercakap dan menulis dua bahasa itu diasah lagi saat dia melanjutkan studi di Overseas Family International School, Singapura.

"Bahasa asing mengantar kita pada pergaulan internasional. Bahasa itu harta karun yang sangat berharga, dan orang lain tidak bakal bisa mencurinya," katanya.

Bagaimana pentingnya bahasa, Candice punya cerita unik. Saat masih kecil, dia pernah diajak jalan-jalan oleh orangtuanya ke Paris. Dia menyapa seorang Perancis dengan bahasa Inggris. Ternyata, orang itu enggan menjawab.

"Saya sakit hati dicuekin begitu. Rupanya, orang lebih senang disapa dengan bahasa ibunya. Setelah itu, saya serius belajar bahasa Perancis sampai lancar," katanya.

Kemampuan berbahasa itu kini terbukti sangat bermanfaat bagi profesi sebagai presenter di televisi. Setidaknya, dia selalu siap ketika harus mewawancarai narasumber asing. "Di luar kerjaan, bahasa asing itu sudah jadi hobi. Dengan senang hati, saya masih sempatkan untuk mengajar privat bahasa," katanya.

Selain hobi berbahasa asing, Candice juga senang belajar tari salsa, vokal, dan main gitar. Eh, gadis berkulit putih ini juga belajar boxing alias tinju lho.

Apakah tinju itu juga dalam rangka menyiapkan diri dalam pergaulan internasional? Candice menukas, "Itu untuk olahraga dan bela diri dong! He-he-he...." (iam)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/27/01573910/dicuekin.orang.perancis

Generasi Muda Tionghoa Kini Banyak Terjun di Dunia Jurnalistik

Chaterine Keng, presenter Metro Xinwen di Metro TV
/
Catharine Keng sudah delapan tahun menjadi presenter Metro Xinwen, acara TV yang dibawakan dalam bahasa Mandarin. "Ketika kali pertama aku mendaftarkan diri menjadi pembawa acara dalam bahasa Mandarin, aku masih kurang percaya. Benar enggak sih ada TV yang menyiarkan acara dalam bahasa Mandarin," cerita Chaterine Keng dalam percakapan dengan Kompas di sebuah kafe di kawasan Senayan, Selasa (22/7) malam.

Pertanyaan Catharine saat itu wajar. Selama 32 tahun Indonesia dikuasai rezim Soeharto, bahasa Mandarin tak boleh tampil di depan publik. Namun, pada tahun 2000, Metro TV milik pengusaha Surya Paloh ini mencatat sejarah pertelevisian di Indonesia. Metro Xinwen menghadirkan berira-berita yang dibawakan dalam bahasa Mandarin.

"Waktu itu kandidatnya tidak banyak. Belum banyak orang Indonesia yang bisa berbahasa Mandarin. Situasi ini berbeda dengan situasi saat ini di mana sekarang kursus bahasa Mandarin menjamur dan jumlah orang Indonesia yang menguasai bahasa ini makin bertambah," ungkap Catharine.

Setelah Metro Xinwen hadir, banyak orang Tionghoa di Indonesia, terutama yang sudah lanjut usia, menanggapi positif. "Saat itu tidak penting apakah cara pengucapannya salah dan apa isinya, tetapi yang penting ada generasi muda Tionghoa yang dapat berbahasa Mandarin. Tanggapan positif tidak hanya dari kalangan Tionghoa, tetapi juga masyarakat Indonesia umumnya. Ini menunjukkan orang Tionghoa sudah bagian integral dalam masyarakat Indonesia," kata sarjana Universitas Katolik Atmajaya Jakarta ini.

Catharine berpendapat, saat ini makin banyak orang muda Tionghoa yang tertarik terjun dalam dunia jurnalistik. Banyak lamaran dari anak-anak muda Tionghoa Indonesia. "Jika pada masa lalu banyak orang Tionghoa memilih terjun ke dunia usaha, itu karena hanya dunia itulah yang terbuka dimasuki. Tetapi, reformasi politik di Indonesia mengubah semuanya," kata anak kedua dari empat bersaudara ini.

Catharine Keng melihat sosok Surya Paloh sebagai pemimpin yang revolusioner dan berani. Menghadirkan Metro Xinwen di Metro TV sejak tahun 2000 dan bertahan sampai kini, memberi pengaruh besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kini banyak orang Indonesia terbiasa mendengar bahasa Mandarin, sama seperti mendengar bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya.

"Walaupun masih banyak orang muda Tionghoa yang belum fasih berbahasa Mandarin, suasana sekarang membuat orang muda Tionghoa tidak merasa berbeda dengan yang lainnya. Cara berpikir kaum muda Tionghoa yang dulu hanya ingin menjadi pengusaha, sekarang mulai berubah. Banyak yang ingin menjadi jurnalis, artis, juga politisi," kata perempuan lajang ini.

Catharine mengatakan, saat ini ia melakukan apa yang disukainya dan yang penting berguna untuk bangsa dan negara Indonesia. "Sebagai orang Tionghoa, aku tidak merasa berbeda. Justru kalau merasa beda, kita akan diperlakukan berbeda," kata Catharine yang belajar bahasa di Taiwan itu.

Ayah Catharine, Frank Ho, memang suka menulis dan membaca sehingga darah itu mengalir ke darah putrinya. Catharine bercerita, suatu hari dalam kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke China, ia termasuk jurnalis yang ikut serta. "Pak SBY meyakinkan orang-orang China di negeri itu bahwa saat ini tak ada lagi diskriminasi rasial di Indonesia. Pak Presiden memberi contoh, Catharine Keng yang menjadi jurnalis dan presenter Metro TV. Orang-orang China pun melirik ke arah saya dan manggut-manggut," ceritanya.

Nah, bagaimana dengan jodoh? Catharine mengaku hingga kini masih sendiri. "Kalau ada yang cocok, saya sih mau saja," katanya. Serius nih Catharine?
http://www.kompas.com/read/xml/2008/07/23/09325550/generasi.muda.tionghoa.kini.banyak.terjun.di.dunia.jurnalistik

Perjuangan Aris dan Gisel Mencapai Final Indonesian Idol 2008

[ Jawa Pos Minggu, 27 Juli 2008 ]
Bingung Bisa Terima Banyak SMS
Perjuangan Aris dan Gisel Mencapai Final Indonesian Idol 2008

Ada beberapa kisah di balik perjuangan Gisella Anastasia, 18, dan Januarisman Runtuwene, 21, menuju final Indonesian Idol 2008. Keduanya sama-sama mengalami masa pahit menghadapi hidup dan lingkungan.

-----

Gisel -sapaan akrab Gisella- tidak pernah menyangka bisa lolos ke babak final. Setahu dia, seorang kontestan bisa terus bertahan karena banyaknya dukungan berupa short message service (SMS). Banyaknya SMS itu pun tidak bisa diharapkan sepenuhnya dari masyarakat luas.

Setahu Gisel, sumber SMS itu dari keluarga para kontestan. Ada yang memborong pulsa, dibagikan kepada kerabat, lalu kompak ber-SMS bersama mendukung jagoannya.

Tapi, kata Gisel, keluarganya tidak bisa seperti itu. Gadis kelahiran Surabaya, 16 November 1990, itu mengaku berasal dari keluarga sederhana. ''Aku nggak ngerti selama ini aku dapat SMS dari mana saja,'' ucapnya saat berkunjung ke Graha Pena Jawa Pos, Jakarta, Rabu (23/7).

Banyak orang mengira Gisel adalah anak orang kaya. Ketika banyak orang mengira ayahnya belanja pulsa untuk ''ngebom'' SMS, perempuan berkulit putih itu kesal. ''Orang mikirnya aku orang kaya yang monopoli SMS. Padahal, nggak sama sekali. Aku gemes aja. Penampilan aku dari sananya memang begini. Orang-orang berpikir aku keturunan Tionghoa. Tapi, kan nggak semua (orang Tionghoa itu kaya),'' jelasnya.

Gisel mengatakan, ayahnya, Alal Suryanto, bekerja wiraswasta menjadi tukang service AC. Menurut dia, pekerjaan itu pun tidak setiap hari ada, bergantung ada klien atau tidak. Sementara ibunya, Rita Ningsih Marbun, ibu rumah tangga biasa. ''Dulu sih sempat buka laundry kiloan,'' ujarnya.

Gisel sebenarnya maklum jika kebanyakan orang menganggap dirinya anak orang kaya. Dia telanjur sekolah di salah satu sekolah berbiaya tinggi di Surabaya. Bahkan, sejak TK. "Sebab dari dulu dianjurkan saudara-saudara. Tapi, dapat keringanan terus. Setiap tahun datang ke sekolah bawa surat keterangan nggak mampu dari RW, surat keterangan dari gereja, terus ditinjau dulu ke rumah apakah benar nggak mampu,'' kata Gisel, yang tinggal bersama keluarganya mengontrak di rumah kecil kawasan Wisma Tengger, Surabaya.

Jika berangkat sekolah, siswi kelas 2 SMA Kristen Petra 1 Surabaya itu diantar ibunya menaiki sepeda motor jenis bebek. Turun di depan gerbang paling luar sekolah, lalu buru-buru berjalan masuk. Menurut Gisel, selama ini teman-temannya tidak ada yang tahu dengan kondisi asli keluarganya. ''Bukannya menutupi, cuma nggak pengin buka-buka saja. Agak gengsi aja kalau di sekolah,'' akunya.

Lalu, mengapa tidak mau diantar sekolah papa? ''Kalau papa yang nganter, nggak mau karena malu. Kecuali kalau les (vokal), papa yang antar naik Vespa,'' jawab anak tunggal itu.

Gisel mengakui, dirinya memang jaga gengsi. Menurut dia, biar miskin asal keren. Jadilah, dia seperti sekarang. Dandanan modis, punya ponsel bagus, dan pergaulan dengan anak orang kaya. ''Potongan rambut aku ini Rp 15 ribu lho, nggak keliatan kan?'' sahutnya, sambil menunjuk ke arah rambutnya yang dicat cokelat.

Sedangkan Januarisman alias Aris mengaku dari jalanan. Semua orang kini sudah tahu, dia menjadi pengamen di kereta jurusan Kota-Bekasi karena impitan ekonomi. Awalnya Aris berbohong kepada kedua orang tuanya, Sllop Runtuwene dan Siti Rohaya tentang pekerjaannya itu. Sebab, orang tuanya tidak setuju. Tapi, Aris sering pulang sambil membawa uang Rp 15 ribu untuk orang tuanya. ''Sebelumnya sih saya bilang saja uang hasil mungutin bola (anak gawang). Tapi, lama-lama mereka nggak percaya,'' kisah pria kelahiran Jakarta, 25 Januari 1987, itu.

Aris adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Ayahnya, Sllop, bekerja di sebuah gereja. Sedangkan Siti bekerja sebagai penjahit dan guru mengaji anak-anak di lingkungan sekitar rumahnya, Cakung, Jakarta Timur.

Pria yang putus sekolah kelas 2 SMP itu mengatakan, teman-temannya di jalan sampai saat ini tetap kompak. Bahkan, kata dia, ada yang sengaja membeli pulsa semampu mungkin untuk SMS ke Indonesian Idol mendukung temannya sesama musisi jalanan. ''Untuk mereka, gue mau bangun studio. Dan mau bikin rumah singgah untuk ngumpul-ngumpul lagi sama gue,'' ujarnya. (sugeng sulaksono/nda)