|
KOMPAS/LASTI KURNIA / Kompas Images Salah satu tayangan Empat Mata yang diasuh Tukul Arwana. Tayangan itu kini dihentikan sementara oleh KPI. |
Budi Suwarna
Seorang perempuan kurus mengangkat seekor kodok yang masih menggeliat-geliat ke depan mulutnya. Sejurus kemudian, dia menggigit dan menyantapnya dengan rakus. Sebagian penonton berteriak kaget, sebagian bergidik melihat adegan singkat itu.
Ini bukan pertunjukan aneh- aneh di pasar malam, melainkan bagian dari acara Empat Mata yang ditayangkan Trans7 pada 29 Oktober lalu. Akibat adegan tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menghentikan sementara acara yang diasuh Tukul Arwana itu. Surat keputusan mengenai penghentian program itu dikeluarkan KPI pada 4 November lalu.
KPI menilai adegan makan kodok yang diperagakan salah seorang tamu Empat Mata itu kelewat batas. Tidak hanya itu, adegan itu juga melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS), khususnya Pasal 28 dan 36.
Pasal 28 melarang tayangan yang mengandung adegan sadistis dan mengagungkan kekerasan, sedangkan Pasal 36 melarang adegan penyiksaan terhadap binatang. "Adegan semacam itu benar-benar tidak bisa diterima," tegas Ketua KPI Pusat Sasa Djuarsa Sendjaja, Jumat (7/11).
Sebelum dihentikan, Empat Mata sudah menerima tiga surat teguran tertulis dari KPI, yakni pada 5 Mei 2007, 27 September 2007, dan 25 Agustus 2008. Menurut Sasa, surat teguran itu dilayangkan karena Empat Mata beberapa kali menampilkan adegan dan lelucon berbau seks secara eksplisit.
"Jadi, acara itu sudah beberapa kali melanggar P3-SPS. Kami tidak bisa menoleransi lagi," ujar Sasa.
Dia menambahkan, Empat Mata bisa ditayangkan lagi setelah ada perbaikan. "Kami harap mereka berkonsultasi dulu jika akan menayangkan lagi acara tersebut," kata Sasa.
Kepala Departemen Marketing Public Relation Trans7 Anita Wulandari, Jumat, mengatakan, pihaknya mengerti dan bisa menerima keputusan KPI. "Kami mengakui bahwa adegan itu melanggar," ujarnya.
Saat ini, pihaknya masih membahas apakah Empat Mata akan diteruskan atau diganti dengan acara lainnya. "Semuanya belum final, konsepnya sedang kami godok," ujarnya.
Bagaimana dengan nasib Tukul? "Dia adalah bagian dari konsep yang sedang kami bicarakan secara internal," jawab Anita.
Anita berjanji, pihaknya akan memperketat kontrol atas tayangan Trans7. Selain itu, pihaknya akan mengingatkan semua kru Trans7 agar memerhatikan P3-SPS setiap kali menggarap sebuah acara.
Cukup keras
KPI pernah menjatuhkan sanksi berupa penghentian tayangan pada program impor Smack Down dan Fashion TV. Selain itu, pada April lalu, KPI juga menghentikan pemutaran iklan operator seluler XL yang menceritakan pernikahan manusia dan binatang serta iklan supranatural Ki Joko Bodo yang mengklaim bisa mengubah nasib manusia.
Namun, Empat Mata menjadi program televisi lokal pertama yang tayangannya dihentikan KPI. Sanksi penghentian tayangan program sejauh ini menjadi sanksi terkeras yang pernah dijatuhkan KPI. Sebelumnya, KPI paling banter hanya memberikan teguran tertulis pada program yang dianggap bermasalah.
Sasa menegaskan, semua program yang melanggar bisa saja dihentikan penayangannya seperti Empat Mata, bahkan dijatuhi sanksi lebih keras. "Semua bergantung jenis pelanggarannya. Kalau pelanggarannya sangat fatal, tidak perlu diberi surat teguran tetapi langsung dihentikan seperti Smack Down," ujarnya.
Sasa mengatakan, pelanggaran P3-SPS sudah sering dilakukan stasiun televisi. Saking seringnya, lanjut Sasa, KPI telah melayangkan sekitar 80 surat teguran dan imbauan sejak 2007. "Hampir semua stasiun televisi pernah menerima surat teguran, bahkan ada yang berkali-kali," ujarnya.
Berdasarkan catatan KPI, pelanggaran yang paling banyak dilakukan televisi berkaitan dengan adegan cabul, eksploitasi seksual, kekerasan, pelecehan, dan mistis. Adegan-adegan yang tidak pantas itu terselit di acara reality show, puspa ragam (variety show), infotainment, sinetron, iklan, dan kuis.
Sasa berharap semua stasiun televisi belajar dari kasus Empat Mata. Dia juga mengimbau semua televisi menjalankan kontrol kualitas tayangan sebaik mungkin. "Pandai-pandailah menimbang mana yang pantas untuk ditayangkan, mana yang tidak," ujarnya.
"Boleh saja televisi berlomba jualan (program), tetapi juallah program yang sehat," katanya.
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/09/02153192/ada.kodok.ada.sanksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar