04 April 2011

Perseteruan Setajam Silet

MULANYA adalah seorang paranormal yang diwawancarai dalam acara infotainmen Silet di Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). Menurut sang narasumber, bencana Yogyakarta, yang sedang dihembalang letusan Gunung Merapi ketika itu, tidak akan selesai begitu saja. Akan ada bencana lebih besar, demikian ramalannya. Warga Yogyakarta, yang tengah dirundung duka akibat bencana, semakin resah dan terusik oleh program yang ditayangkan pada 7 November 2010 itu. Silet pun dikecam, kontroversi meluas, sampai tayangan infotainmen di RCTI itu pun dihentikan sementara.

Ramalan, alhamdulillah, tak terbukti. Dampak letusan Merapi sudah mereda. Silet pun sudah kembali tayang. Tapi masalah yang berkelindan masih berlanjut hingga kini, berkaitan dengan proses hukum kasus Silet yang sudah diputuskan dua pekan lalu.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berkeberatan atas putusan pengadilan dan kepolisian yang memenangkan stasiun televisi penayang Silet. "Kami maju terus, ini soal khalayak dan kredibilitas Komisi," kata Ezki Tri Rezeki Widianti, salah satu komisioner. Komisi pun menempuh upaya hukum selanjutnya setelah informasi resmi putusan hukum diterima Senin pekan lalu.

Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan Silet tidak melanggar Undang-Undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia. "Pemberian sanksi berlebihan dan tidak berdasarkan hukum," kata ketua majelis Bambang Heriyanto dalam sidang Rabu dua pekan lalu.

Sebelumnya, KPI menjatuhkan sanksi administratif berupa putusan penghentian sementara program Silet pada 8 November 2010. Tayangan Silet sehari sebelumnya dinilai menyebarkan informasi bohong dan memicu keresahan masyarakat korban bencana Gunung Merapi. RCTI juga diminta membuat permohonan maaf secara terbuka melalui surat kabar nasional dan lokal serta pada program beritanya.

Meski sempat menghentikan tayangan Silet dan merilis permintaan maaf, RCTI mengajukan keberatan atas putusan KPI ke PTUN pada 29 November 2010. Hasilnya, putusan hakim dua pekan lalu itu memperkuat penayangan Silet kembali. Toh, Silet sudah tayang dua minggu sebelum ketok palu sidang.

Kemenangan RCTI masih berlanjut. Sehari setelah putusan PTUN, polisi mengumumkan penghentian penyidikan perkara tayangan Silet. "Berdasarkan fakta-fakta yang ada, penyidik menyimpulkan tidak cukup bukti," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Besar Boy Rafli Amar.

Polisi menindaklanjuti laporan Komisi pada 30 November 2010 setelah Komisi menerima 1.032 surat pengaduan dari masyarakat yang mengeluhkan tayangan Silet-meski ada 40 masukan yang mendukung Silet. Hary Tanoesoedibjo, CEO PT Media Nusantara Citra Tbk-induk perusahaan RCTI-pun dilaporkan sebagai orang yang bertanggung jawab atas isi siaran RCTI.

Ezki menandaskan pengaduan publik atas Silet tidak main-main. "Pertama kalinya dalam sejarah KPI selama delapan tahun berdiri," katanya. Dari 1.578 pengaduan yang masuk, 1.032 di antaranya mengenai Silet, dan mengalir dalam waktu kurang dari 24 jam setelah tayangan Silet kontroversial tentang Merapi itu. "Kami teruskan pengaduan itu ke polisi, jadi masyarakat yang berhadapan langsung dengan RCTI," Ezki menjelaskan.

Pengaduan itu diperkuat surat keberatan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto. Laporan ke kepolisian merujuk pada Undang-Undang 32 Tahun 2005 tentang Penyiaran Pasal 36 ayat 5, yang melarang siaran menyebarkan fitnah, menghasut, menyesatkan, atau bohong

Tindakan kepada RCTI ini bukanlah yang pertama kali. Berdasarkan catatan KPI, sedikitnya 10 sanksi administratif dijatuhkan terhadap RCTI berkaitan dengan materi tayangannya selama 2010. Dengan sanksi sebanyak itu, RCTI menjadi satu dari tiga stasiun televisi yang mendapat sanksi terbanyak tahun lalu-masing-masing mendapat 10 sanksi.

Sanksi berupa teguran sampai pengurangan durasi alias penghentian sementara suatu program. Selain kasus Silet ini, sanksi semacam penghentian durasi terhadap RCTI dikeluarkan untuk program Go Spot setelah menayangkan adegan ciuman bibir penyanyi Krisdayanti dan Raul Lemos, suaminya sekarang.

Sanksi-sanksi sebelumnya tidak berlanjut sampai ranah hukum seperti pada kasus Silet. "Kerap selesai dengan komunikasi di antara kami sambil tertawa-tawa," kata Ezki. Satu contoh sinetron Santriwati Semelekete, yang akhirnya hanya tayang iklannya setelah dilakukan komunikasi intensif.

Penanganan kasus Silet lebih galak mengingat masifnya pengaduan. Ini salah satu bentuk tindakan Komisi menjalankan peran sebagai regulator dan pengawas penggunaan frekuensi publik oleh stasiun televisi. Untuk lebih mengefektifkan pengawasan, Komisi juga berencana mengeluarkan rapor penilaian terhadap stasiun-stasiun televisi berdasarkan materi tayangannya mulai akhir Maret lalu. Rapor yang muncul sebulan sekali ini akan dipublikasikan luas sehingga khalayak makin terdorong turut mengawasi.

Belajar dari putusan kasus Silet, lembaga hukum ternyata cenderung tidak menjadi mitra Komisi dalam menjalankan peran pengawasan penyiaran. Putusan hakim PTUN, misalnya, secara mendasar dinilai tidak kuat. "Yang berwenang menilai materi siaran kan KPI," ujar Ezki. Komisi pun mengajukan permohonan banding. "Meski sebenarnya putusannya juga ingin memberikan win-win solution." Sebab, dalam putusan PTUN disebutkan KPI berwenang menjatuhkan sanksi atas tayangan televisi.

Komisi juga mempertanyakan pertimbangan polisi menghentikan penyidikan. Apalagi saksi-saksi ahli yang diajukan Komisi tidak diakomodasi polisi. Dua saksi Megi Margiono dari Aliansi Jurnalis Independen dan Imam Wahyudi dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia-keduanya mengantongi sertifikat sebagai saksi ahli hukum, media, serta film dokumenter-dianggap tidak layak oleh polisi. KPI pun mengajukan permohonan praperadilan atas keputusan polisi menghentikan penyidikan.

Silet sudah kembali ditayangkan, komunikasi KPI dan RCTI juga sudah terjalin, tapi proses hukum terus berjalan. "Kasus Silet ini preseden lho untuk kasus-kasus penyiaran yang lain," kata Ezki. Solusi penyelesaian damai? "Mereka yang bisa cabut gugatan," katanya. "Kalau pengaduan ke polisi, kami kan meneruskan dari masyarakat."

Di sisi lain, pihak RCTI meyakini gugatan ke PTUN merupakan jalan terbaik untuk mengoreksi kewenangan dan prosedur Komisi dalam menjatuhkan sanksi kasus Silet. Corporate Secretary RCTI Driantama menandaskan langkah itu wujud penghormatan terhadap KPI. "Serahkan kepada pihak ketiga yang berwenang. Kalau ingin meruntuhkan wibawa KPI, sih, abaikan saja keputusannya."

Perihal program tayangannya sendiri, RCTI sudah mengambil langkah-langkah koreksi saat kontroversi mencuat maupun untuk perbaikan selanjutnya. Sehari sesudah penayangan Silet itu, permintaan maaf ditayangkan berkali-kali, juga dalam bentuk running text, meski di luar program berita. "Itu sudah luar biasa buat kami," kata Driantama, yang juga menjabat News Gathering Manager Redaksi RCTI.

Sebelum Silet stop sementara, sempat ditayangkan Silet edisi koreksi. Selanjutnya Silet juga tidak langsung ditayangkan normal meski sudah diizinkan kembali tayang Januari lalu. "Perbaikan dulu dua bulan untuk memastikan isinya lebih baik," kata Driantama.

Dia menjamin tidak ada kesengajaan menyalahi regulasi penyiaran pada setiap program RCTI, termasuk yang dibuat rumah produksi dari luar. Jikapun terjadi, "Lebih ke human error," katanya. Pola ini juga terjadi pada Silet itu. "Ini menjadi introspeksi yang sangat kuat buat kami," katanya.

Senayan pun akan melakukan mediasi atas perselisihan antara KPI dan RCTI. "Kami akan lihat prosesnya, dan memanggil kedua pihak," kata Roy Suryo dari Komisi Informasi Dewan Perwakilan Rakyat. Roy mengusulkan opsi damai. "Tidak usah diperpanjang, yang rugi kita semua," katanya. Sebab, proses hukum bukan tidak mungkin melemahkan KPI, minimal mengganggu tugas pengawasan yang maksimal.

Harun Mahbub

Tidak ada komentar: