27 Maret 2010

Refleksi Intelektual Melalui Budaya Baca

Jakarta, Kompas - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan media elektronik, tradisi membaca tetap harus menjadi kebiasaan. Membaca memberikan ruang dan waktu untuk melakukan refleksi intelektual, merangsang cara berpikir kritis, dan memberikan kemampuan membuka, serta memperbarui diri.

Pada sisi lain gambar atau foto hanya mampu menyentuh emosi perasaan. Oleh karena itu, tulisan, buku, atau media cetak tetap relevan, dan dibutuhkan.

"Refleksi intelektual dan berpikir secara kritis serta bertanggung jawab tidak mungkin bisa dilakukan hanya dengan menonton gambar," kata Jakob Oetama, Pemimpin Umum Harian Kompas dalam Diskusi Bulanan Kompasiana bertema "Kompas Menghadapi Perubahan Media Massa Kini dan Mendatang", Sabtu (27/3) di Jakarta.

Saat teknologi komunikasi dan media elektronik mulai berkembang pesat dan disambut antusias masyarakat, terutama kalangan muda, Jakob mengaku, kalangan praktisi media cetak dunia dilanda perasaan bingung, khawatir, dan cemas akan nasib media cetak. Namun, bagi Jakob, peradaban dunia, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan tidak akan bisa terbangun jika masyarakat hanya menonton siaran televisi atau mengandalkan media elektronik.

"Apakah peradaban, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan solidaritas cukup dikembangkan, ditemukan, diinovasi, dan disebarluaskan hanya dengan menonton?" kata Jakob.

Dalam diskusi itu, peserta menanyakan beragam hal seputar perkembangan teknologi komunikasi dan sikap Kompas menghadapi terjangan internet. Jakob mengakui kehadiran teknologi baru bidang komunikasi lebih cepat dan interaktif. Melalui jaringan internet, suatu peristiwa dipublikasikan serentak dan diketahui dunia secara bersamaan. "Ada kebangkitan kesadaran global citizenship. Muncul saling peduli kaya dan miskin, negara maju dan miskin," katanya.

Kompasiana.com adalah kanal blog portal berita Kompas.com, wadah bagi blogger untuk berinteraksi melalui tulisan yang dikirimkan ke http://www.kompasiana.com, yang diluncurkan pada tahun 2008.

Direktur Eksekutif Kompas.com Taufik Mihardja mengemukakan, Kompasiana kini memiliki 17.000 anggota dan setiap hari diakses sedikitnya 1,7 juta orang. Kompasiana juga menerima kiriman 200 artikel per hari. "Tidak semuanya masuk Kompasiana. Artikel akan dicabut jika mengandung unsur SARA, menyinggung atau menyakiti orang lain," ujarnya. (LUK) http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/28/02432591/refleksi.intelektual.melalui...budaya.baca

Tidak ada komentar: