27 Maret 2010

Kompleks Fenny Rose (Catatan Minggu Bre Redana)

Sungguh rasanya negeri ini begitu makmur dan berkelimpahan setiap kali melihat acara televisi menjajakan properti, biasanya pagi hari di akhir pekan. Pembawa acara yang energik, Fenny Rose, dengan bergairah mewawancarai pihak pengembang sembari dia sendiri menggarisbawahi betapa elok, nyaman, dan bergengsi tinggal di tempat yang mereka bahas.

Lokasi wawancara berlangsung di tempat yang ditawarkan dengan latar belakang bisa apartemen mewah, tempat bersantai misalnya kolam renang, taman artifisial, pusat pembelanjaan, pasar tradisional yang dikemas modern, dan lain-lain. Busana disesuaikan dengan lokasi. Kadang gaun mewah seperti hendak menghadiri acara ballroom, kadang kasual seperti kalau pagi hari perempuan yang pintar berdandan hendak ke mal, atau busana olahraga sambil lari-lari di taman. Sambil lari pun, semua tetap cantik, tak tampak berkeringat. Ah....

Harga tempat tinggal yang puluhan atau ratusan juta selalu disebut dengan kata awal "hanya".

"Hanya Rp 10 juta per meter persegi," katanya. Atau tunggu apa lagi, mumpung ada diskon. Sebuah ajakan, beli properti dengan bilangan miliar seperti ajakan beli kacang goreng.

Yang mungkin menjadi pertanyaan bagi orang yang uang dengan bilangan miliar hanya sebuah ilusi adalah bagaimana properti-properti baru muncul setiap minggu.

Ada sebuah studi mengenai arsitektur yang mencoba membahas bagaimana pihak yang punya kuasa (baik otoritas kekuasaan maupun kekuasaan modal) membangun dan membangun. Sederhananya, studi itu berangkat dari pertanyaan "mengapa kita membangun"—agak berbeda dengan pembahasan mengenai arsitektur yang umumnya lebih menekankan "bagaimana kita membangun".

Ditulis oleh pengamat arsitektur yang biasa menulis untuk koran Observer di London, Deyan Sudjic, studi itu ditarik ke belakang sampai mengapa dulu Hitler, Mussolini, dan Stalin membangun masing-masing Berlin, Roma, dan Moskwa.

Arsitektur rupanya bisa membuat kecanduan. Seiring menggelembungnya ego dari mereka yang dirahmati untuk berkesempatan membangun, maka mereka akan terus membangun dan membangun. Bagi penguasa seperti namanya disebut tadi, tentu yang termanifestasi adalah semacam arsitektur kekuasaan.

Kalau untuk konteks dunia konsumsi sekarang, yang termanifestasi tentunya bakal lain lagi, yakni kekuasaan arsitektur. Setelah tamatnya ideologi berikut tidak musimnya propaganda, yang namanya "Edifice Complex" (semacam kompleks individu untuk memenuhi kebutuhan ego dengan terus membangun) menemukan platform baru. Kira-kira dengan penggelembungan modal yang kami dapat dari kalian, akan terus kami bangun apartemen yang menyatu dengan pusat perbelanjaan, taman rekreasi, arena kebugaran, pokoknya, serba jempol (dalam hal ini pembawa acara memang suka mengacungkan jempol).

Di Paris ada kawasan terkenal bernama La Défense. Di situ ada Grande Arche, monumen berbentuk geometris berbahan baja dan kaca, yang dibangun François Mitterrand untuk menunjukkan komitmen Perancis pada modernitas. Ambisi yang cerdas.

Agak berbeda dibandingkan kawasan seperti ditawarkan di televisi kita. Pada suatu ketika, pembawa acara bertanya: tidak banjir? Jawab yang diwawancarai: Oh tidak, sudah ditinggikan.

Lhah, banjir tadi lalu dibuang ke mana....

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/28/03264078/kompleks.fenny.rose

Tidak ada komentar: