05 November 2009

Parlemen "Online" (Opini Jaleswari Pramodhawardani)

Jangan menyepelekan Facebook. Gerombolan orang yang "diam" ini dapat menjadi kelompok penekan dalam suatu kasus.

Parlemen online bahkan dinilai berhasil menjalankan fungsi parlemen sebenarnya di Senayan. Setidaknya kasus Prita Mulyasari versus Rumah Sakit Omni dan KPK versus Polri, yang mereka usung, ikut memengaruhi kebijakan publik yang diputuskan kemudian.

Kasus terakhir, Wimar Witoelar (WW) dalam Facebook-nya menulis: "Kekuatan rakyat bulan Mei 1998 bergerak untuk melawan sistem dan di November 2009 justru digerakkan oleh sistem". Bisa jadi apa yang dikatakan benar jika mengacu substansi pembicaraan yang sama, yang juga ditanyakan Goenawan Mohamad (GM) dalam wall-nya, "Apakah aparat penegak hukum kian bobrok? Atau, sebenarnya kebobrokan itu dulu juga parah tetapi tak terungkap? Karena dulu—sejak 'demokrasi terpimpin' Bung Karno, sampai 'Orde Baru' Suharto—tak ada pers bebas, tak ada KPK, tak ada Mahkamah Konstitusi?".

Kalimat-kalimat yang diproduksi kedua tokoh ini, dan ratusan ribu facebookers, ikut memengaruhi proses penyelesaian konflik KPK versus Polri yang berujung penangguhan penahanan Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah.

Dalam konteks WW dan GM, "sistem" yang dimaksud mengacu "perpindahan rezim", yang otoritarian menuju demokrasi. Dari rezim yang menciptakan "negara sebagai misteri" menuju negara yang menganut demokrasi sebagai sarana atau fasilitas dalam kebebasan. Demokrasi ini memberi jalan bagi publik untuk berpartisipasi dalam pertikaian politik yang dianggap tidak mewakili keadilan publik. Sekaligus menyodorkan kenyataan getir tentang keadilan publik yang diperkosa aparat negara.

Melonjaknya partisipasi publik melalui Facebook menunjukkan bagaimana demokrasi dimanfaatkan publik sebagai sarana kebebasan mengekspresikan gagasan dan kemarahan, sekaligus merepresentasikan ketidakpuasan terhadap pertanggungjawaban politik elitenya. Para elite dimaksud menunjuk institusi penegak hukum seperti kejaksaan, peradilan, dan polisi yang dianggap angkuh dalam kekuasaan, tecermin dalam jargon "cicak lawan buaya".

Fakta hukum

Ada hal-hal menarik dari fakta hukum itu. Pertama, gerakan facebookers merupakan representasi gugatan publik terhadap sebagian besar ahli hukum dan advokat tentang makna keadilan hukum itu sendiri. Ada kegeraman, ketidaksetujuan, dan penolakan terhadap hukum yang berisi perangkat norma yang padu, logis, dan otonom dari aneka pengaruh politik, ekonomi, dan budaya. Hukum menjadi kumpulan perdebatan kering pasal-pasal tanpa makna, tidak merefleksikan konsep jiwa publik terhadap keadilan substantif.

Kedua, tercemarnya aneka institusi hukum dan aparat akibat tidak tahan godaan kekuasaan dan uang. Tidak heran jika sebagian besar rancang bangun sistem hukum dan filosofi yang menopangnya tidak memungkinkan hukum melakukan perubahan sosial atau menghadirkan keadilan substantif. Beberapa kasus menunjukkan, produk hukum yang dirancang tidak lahir dari kebutuhan masyarakat dan mendapat penolakan publik yang luas, seperti terjadi pada RUU Rahasia Negara. Kesenjangan antara harapan dan fakta inilah yang membuat publik mencoba mendefinisikan kembali keadilan substantif yang diinginkan melalui ruang personal yang publik, Facebook.

Ketiga, parlemen online dianggap sebagai solusi alternatif saat kebuntuan komunikasi antara aneka institusi formal negara dan publik tersumbat. Ia merekam keinginan dan kebutuhan publik tentang makna keadilan hukum yang dicita-citakan sekaligus penolakan terhadap keadilan prosedural yang didefinisikan institusi-institusi negara.

Dengan mencermati kondisi itu, kehadiran parlemen online harus dilihat dari makna positif, sebagai wujud partisipasi langsung rakyat terhadap kinerja presiden yang langsung dipilih rakyat. Kenyataan ini merupakan dorongan bagi presiden agar tidak ragu melaksanakan program pemerintah yang berorientasi pada kebutuhan dan kepentingan rakyat banyak, salah satunya gerakan antikorupsi dengan reformasi birokrasi.

Selain itu, gerakan parlemen online juga merupakan acuan kerja Tim Pencari Fakta (TPF) agar dalam tugas yang dilakukan mengedepankan keadilan substantif ketimbang sekadar keadilan prosedural semata, karena inilah sebenarnya inti gugatan rakyat. Temuan TPF dapat dijadikan pintu masuk reformasi total institusi penegak hukum, yang dilakukan transparan dan memenuhi akuntabilitas publik.

Namun, dalam jangka panjang, kehadiran terus-menerus parlemen online menunjukkan rapor merah pemerintah karena dianggap tidak mampu mengelola dan memfungsikan aneka institusi negara sesuai dengan tujuan dan kebutuhan publik yang luas. Jaleswari Pramodhawardani Peneliti Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI --http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/06/0342208/parlemen.online

04 November 2009

Facebooker Dukung Bibit-Chandra Dekati Sejuta

Apakah hari ini akan tembus sejuta pendukung Bibit-Chandra?

VIVAnews - Pukul 08.45, Kamis 5 November 2009, pendukung dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, di situs jaringan sosial Facebook mencapai 816.560 orang. Kurang dari 200-an ribu lagi menjelang angka 1.000.000 yang menjadi target pendiri Usman Yasin.

Angka ini diperoleh setelah seminggu beredar di Facebook mulai saat Bibit-Chandra dijebloskan dalam ruang tahanan kepolisian. Selasa malam Bibit-Chandra telah ditangguhkan penahanannya dan sudah bisa pulang ke rumah, angka pendukung di grup bernama "Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Riyanto" ini justru semakin bertambah.
 
Sebuah grup lain bertema sama "Sejuta Facebookers Dukung Bebaskan Bibit - Chandra" juga bertambah dukungan. Sampai pagi ini, sudah 13.499 orang yang mendukung grup yang didirikan Arif Hidayat itu.

Dan dukungan untuk kedua grup itu pun terus bertambah setiap detik. Apakah hari ini bisa menembus sejuta? http://korupsi.vivanews.com/news/read/102846-facebooker_dukung_bibit_chandra_dekati_sejuta

catatan kameliatv: facebook adalah media virtual untuk mewadahi jejaring (sosial). Facebook merupakan salah satu bentuk medium media yang kian ngetren mendatang (new media). Facebook terlahir karena perkembangan teknologi informasi.--

Depkominfo Terbitkan Aturan Main TV Digital

Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) rupanya sudah menerbitkan aturan terbaru tentang penyelenggaraan siaran televisi digital yang dinantikan pelaku usaha. Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar menjelaskan aturan berupa Peraturan Menteri Nomor 39/PER/M.KOMINFO/10/2009 tersebut mengatur tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran Televisi (TV) Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free to Air).

"Aturan itu baru kerangka dasarnya saja, untuk bisa efektif segera diterbitkan peraturan-peraturan menteri yang lain," kata Basuki. Basuki menambahkan, sejumlah ketentuan pelaksana memang tidak tuntas disebutkan dalam aturan baru. Sebut saja mengenai perizinan, mekanisme penyelenggaraan tv digital dan sebagainya.

"Soal perizinan memang belum selesai diatur dalam Peraturan Menteri ini. Selain itu juga akan ada perubahan industri. Ada jasa yang disebut jasa multipleksing yang dulu kan tidak ada. Juga akan ada pola bisnis yang berbeda, paling tidak ada cerminan mengenai konvergensilah nanti. Kita tunggu respons dari pelaku usaha dulu untuk menerbitkan Peraturan Menteri pelaksananya," kata Basuki.

Menurut Basuki, instansinya terbiasa berdiskusi dengan pelaku usaha di sektor telekomunikasi setiap kali akan menerbitkan aturan baru. Sehingga, diharapkan tidak ada penolakan ketika aturan diterbitkan.

Sejumlah ketentuan penting dalam aturan yang diteken oleh Mohammad Nuh, Menteri Kominfo terdahulu pada 16 Oktober 2009 antara lain; disebutkan bahwa penyiaran tv digital bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan penyiaran; meningkatkan kualitas penerimaan program siaran televisi; memberikan lebih banyak pilihan program siaran kepada masyarakat; mendorong konvergensi layanan multimedia; dan menumbuhkan industri konten, perangkat lunak, dan perangkat keras yang terkait dengan penyiaran televisi digital. Di mana penyelenggara penyiaran televisi digital terdiri atas, penyelenggara program siaran yaitu stasiun tv swasta maupun TVRI dan penyelenggara infrastruktur.

Penyelenggaraan infrastruktur ini terbagi lagi menjadi penyelenggara multipleksing publik dan swasta. Serta ditambah satu lagi ketentuan mengenai penyediaan menara. Supeno Lembang, Direktur PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menilai pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah sebelum dapat mewujudkan digitalisasi tv tersebut. Terlebih aturan yang sudah diterbitkan belum secara detail memerinci tata cara penyelenggaraannya.

"Masih banyak yang perlu diatur. Mulai dari content provider, perizinan bagi lembaga penyiaran atau stasiun tv-nya itu sendiri. Kemudian harus ditentukan juga penyelenggara multipleksing nya. Lalu di mana saja diletakkan pemancarnya. Terakhir bagaimana mekanisme penyebaran set top box atau perangkat penerima siaran digital ke masyarakat," kata Supeno.

Meskipun mengakui bahwa proses digitalisasi tv ini masih membutuhkan waktu yang panjang, namun Supeno optimistis bahwa program ini sangat menguntungkan semua pihak. Dari sisi pemerintah, sisa frekuensi yang sudah tidak digunakan jika seluruh stasiun tv menggunakan sistem digital bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

Kemudian, para stasiun tv juga bisa berhemat karena bisa membiayai infrastruktur penyiaran digital secara bersama-sama. Perusahaan infrastruktur yang menyediakan multipleksing, pemancar, dan set top box juga diuntungkan.

"Bagi pemirsa, mereka bisa menikmati gambar yang lebih jernih dan dapat menerima tayangan di kendaraan bergerak dengan kualitas gambar yang stabil," katanya.

Sayangnya, Supeno mengaku belum dapat menghitung berapa besar biaya investasi yang harus dikeluarkan enam stasiun tv anggotanya yaitu SCTV, ANTV, Metro TV, Trans Tv, Trans7, dan tvOne untuk dapat membangun jaringan infrastruktur tv digital.

"Karena sangat tergantung dari jangkauan pemancarnya. Pemerintah memang sudah membagi menjadi 15 wilayah untuk seluruh Indonesia. Tapi harus dipertegas dulu provinsi atau kota yang akan didahulukan yang mana saja," tambahnya. Red/ST dari Kompas http://www.kpi.go.id/ Selasa, 3 November 2009

03 November 2009

"Dagelan" Hukum di Mahkamah Konstitusi

Rakyat Indonesia dibuat terpana dengan "dagelan" yang ditayangkan langsung oleh sejumlah televisi swasta dari Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (3/11). Ratusan orang melihat langsung sidang terbuka yang memperdengarkan rekaman percakapan telepon seluler Anggodo Widjojo dengan sejumlah pejabat kepolisian dan kejaksaan.

Rekaman itu dengan vulgar menyebut bagaimana merancang kasus hingga tawar-menawar imbalan kepada pihak-pihak yang diduga ikut merekayasa. Sejumlah tokoh masyarakat hingga aktivis 1998 berdatangan ke Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya ngeri sekaligus kaget, betapa proses peradilan di negara ini bisa didikte Anggodo. Ini menunjukkan mafia peradilan kuat menguasai lembaga penegak hukum kita," kata Teten Masduki, Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia, di Gedung MK.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar juga terlihat kaget dengan fakta yang dipaparkan secara vulgar dalam rekaman. Beberapa kali ia keluar-masuk ruang sidang MK. "Saya kira rekaman ini bagus dibuka untuk umum. Jangan sampai ada sesuatu yang ditutup-tutupi," kata Patrialis.

Adnan Buyung Nasution dan para anggota lain Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bibit-Chandra beberapa kali terlihat tak kuasa menahan senyum. Apalagi ketika terjadi perdebatan tentang jumlah honor yang harus dibayar kepada para pihak yang ikut merancang.

Di luar gedung sidang, sejumlah pengunjung sidang pun berkali-kali dibuat terpana dan tertawa dengan dialog vulgar dan terkadang lucu antara Anggodo dan berbagai pihak. "Saya takutnya kita disadap nih, Pak," kata seseorang yang diduga Ketut Sudiarsa, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, kepada Anggodo, contoh isi rekaman yang membikin geli.

Di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Suryo (42), karyawan swasta, mengaku tak sempat menyimak televisi yang menayangkan sidang di MK. Namun, ia mengetahui sebagian isi rekaman yang diperdengarkan dari penuturan sejumlah rekan. Dengan kesal, ia berkomentar, "Terhina banget rasanya jadi rakyat. Pejabat-pejabat publik kita begitu gampang dibeli!"

Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sidang perkara pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen sedang digelar. Namun, pegawai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sedang tidak bertugas terlihat menyaksikan siaran langsung sidang di MK dari salah satu stasiun televisi.

Di Kejaksaan Agung, suasananya juga seru. Pegawai di Pusat Penerangan Hukum Kejagung, misalnya, menyimak pemutaran rekaman di MK. Begitu juga jaksa-jaksa di Gedung Bundar Kejagung, menyaksikan siaran televisi.

Berharap Presiden

Antusiasme sekaligus kegeraman masyarakat menyimak rekaman yang diputar di MK juga tecermin dari puluhan wartawan yang mengerumuni televisi di ruang pers Istana Kepresidenan, Jakarta.

Meskipun agenda kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan diliput sudah selesai sekitar pukul 14.00, para wartawan masih berkumpul di ruang pers Istana Kepresidenan hingga usai penayangan sidang MK di televisi. Sebagian dari mereka juga berharap Presiden akan memberikan komentar atau mengambil kebijakan yang signifikan seusai menyimak pemutaran rekaman.

Wakil Presiden Boediono nyaris tidak menonton sidang di MK. Kebetulan, agenda Boediono memang padat. Mulai pukul 11.30, ia menerima pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan yang dipimpin Hadi Purnomo. "Setelah itu langsung memimpin rapat bersama tiga menteri koordinator untuk menindaklajuti program kerja 100 hari dan lima tahun," ujar Staf Khusus Wapres Bidang Media Massa Yopie Hidayat.

Namun, sebelum rapat bersama tiga menko dimulai, Menko Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto sempat berkomentar, "Wah, kita harus rapat, ya. Seharusnya kita bisa menonton dulu tayangan rekaman pembicaraan di televisi."

Mendengar komentar tersebut, Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa terlihat hanya senyum-senyum saja. (DAY/HAR/IDR/AIK) --http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/04/03385571/dagelan.hukum.di..mahkamah.konstitusi

Dicatut Anggodo dkk - RCTI: Kami Tidak Bisa Diatur-atur

Arifin Asydhad - detikNews

Jakarta - Kubu Anggodo Widjojo dan kawan-kawan mencatut nama RCTI. Ini bisa dilihat dari rekaman yang diperdengarkan di sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Atas pencatutan ini, Pemimpin Redaksi (Pimred) RCTI Arief Suditomo menegaskan bahwa RCTI tidak bisa diatur-atur oleh pihak lain.

"Kebijakan redaksional RCTI bukan suatu hal yang kami kompromikan dengan pihak mana pun," kata Arief saat dihubungi detikcom, Selasa (3/11/2009).

Menurut Arief, pengambilan keputusan di RCTI selalu transparan dan kredibel. "Fakta, bila kami ingin menghadirkan wawancara dengan Pak Anggoro, tentunya sama dengan media mana pun, tetapi bukan berarti kami bisa diatur-atur, bukan karena apa-apa, tetapi karena proses pengambilan keputusan selalu transparan dan kredibel," ujar Arief.

Dalam rekaman telepon itu, Anggodo dan lawan bicaranya mencatut nama stasiun RCTI. Berikut percakapan tertanggal 10 Agustus 2009 yang mencatut RCTI antara Anggodo dengan seseorang laki-laki:

AGD: bang, katanya tadi ada keluar sediit kalo yang keluar sedikit. Yang keluar bahwa itu bukan pemerasan tapi penyuapan. Saya kira lebih cepet abang. Kalau bisa abag live salah satu lebih bagus.
Male: tadi yang di RCTI gimana?
AGD: ya abang telepon dong. Sekarang abang telepon bisa gak live sekarang?
Male: ya tadi kontak ke mereka, lagi mereka atur gitu loh
AGD: bukan. Yang temen kita itu loh. Udah abang kontek belum? Coba dikontek, kan udah saya SMS nomernya. Itu yang pegang Seputar Indonesia, Bang. Jadi gampang.
Male: oke Bang.


Selain mencatut RCTI, Anggodo dkk juga menyebut nama Metro TV dan detikcom. Namun, kedua media ini disebut terkait lawan bicara Anggodo yang membaca dan melihat tayangan berita di dua media massa itu. (asy/mok) --http://www.detiknews.com/read/2009/11/03/234308/1234521/10/rcti-kami-tidak-bisa-diatur-atur

02 November 2009

Bisnis Surat Kabar di AS Kian Terpuruk

Anwar Khumaini - detikNews

Perusahaan jaringan media besar di Amerika Serikat, Freedom Communications, mengumumkan akan menutup salah satu surat kabar yang mereka miliki, The East Valley Tribune yang terbit di Arizona. Penyebabnya: krisis di industri surat kabar.

The East Valley Tribune
, koran yang mempekerjakan lebih dari 140 karyawan akan naik cetak terakhir pada 31 Desember 2009 mendatang. Edisi website-nya juga akan ditutup.

The East Valley Tribune yang terbit tiga kali dalam seminggu adalah koran kedua di Arizona yang akan tutup sepanjang tahun 2009 ini. The Gannett, sebelumnya telah gulung tikar pada Mei lalu.

"Sayang, kita tidak bisa mengelola dengan baik East Valley Tribune," kata Redaktur Eksekutif East Valley Tribune, Burl Osborne seperti dilansir AFP, Selasa (3/11/2009).

"Sehingga, dampaknya kita mengalami kesulitan untuk meneruskan bisnis ini dan hingga akhirnya terpaksa harus berhenti operasi," sesalnya.

Dua media yang juga gulung tikar baru-baru ini di AS adalah Rocky Mountain News dan Seattle Post yang telah berhenti cetak dan cuma terbit edisi online.

Christian Science Monitor
, juga telah gulung tikar tahun ini dan cuma terbit edisi online setelah cetak selama kuranglebih 100 tahun.

Freedom Communications
Inc adalah perusahaan jaringan media besar di AS yang memiliki The Orange County Register di California selatan, dan Media General Inc. Freedom juga menerbitkan Richmond Times- Dispatch di Virginia. Krisis industri surat kabar di AS akhirnya juga membuat perusahaan media raksasa ini kena getahnya. (anw/van) -- http://www.detiknews.com/read/2009/11/03/043925/1233714/10/bisnis-surat-kabar-di-as-kian-terpuruk

DPR Bentuk Tim untuk Kasus Pailit TPI

Tim ini akan mengupayakan tenaga kerja di TPI tidak terabaikan haknya.

Komisi IX DPR akan membentuk tim yang bertugas menyelesaikan kasus pailit Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) khususnya yang berkaitan dengan persoalan nasib tenaga kerja. Itulah salah satu hasil rapat dengar pendapat umum Komisi IX dengan perwakilan Serikat Pekerja TPI.

"Nantinya tim ini juga akan mengundang Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk membicarakan persoalan tenaga kerja di TPI," kata anggota DPR dari PDIP Nursuhud saat Rapat Kerja dengan Ketua Serikat Pekerja TPI Marah Bangun, di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 2 November 2009.

Dalam RDPU yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz, di Gedung Nusantara I itu, Nursuhud menjelaskan selama ini proses advokasi terkait persoalan tenaga kerja selalu gagal karena tidak adanya konsistensi dalam menyelesaikan persoalan ini. "Karena itu para serikat kerja harus membangun langkah-langkah sistemik dengan serikat pekerja lainnya," ujarnya.

Erwin Tunggul Setiawan (F-PDIP) menegaskan Komisi IX DPR harus segera mengadakan Rapat dengan Depnakertrans terkait persoalan tenaga kerja yang terancam pailit. "Apabila tidak tercapai pemerintah harus bertanggung jawab terhadap persoalan, karena itu kita mendukung adanya mediasa antara Pekerja dengan Pengusaha," katanya.

Sementara Gandung Pardiman (F-PG)mengatakan, DPR akan mengawal kasus ini sampai tuntas jika perlu kita akan mengundang pihak terkait persoalan tenaga kerja ini.

Rieke Diah Pitaloka dari PDIP menilai berdasarkan peraturan KPI apabila TPI dinyatakan Pailit maka ijin siaran tidak serta merta dicabut tetapi kembali kepada negara. "Jadi selama negara tidak mencabut ijin TPI maka TPI tetap ada," katanya.

Berdasarkan UU Tenaga Kerja, paparnya, apabila terjadi pailit maka nasib karyawan harus diutamakan. "Ini semua ada jaminan dari negara terhadap nasib buruh," katanya. Rieke menambahkan, apabila terjadi pailit maka perlu dipertimbangkan disusunnya regulasi bersama yang mengatur persoalan Pailit sehingga nasib karyawan TPI tetap menjadi prioritas.

Ketua Serikat Pekerja TPI Marah Bangun menilai upaya mempailitkan TPI melanggar UU Ketenagakerjaan dan UU perselisihan hubungan industrial serta mengingkari UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU penyiaran. "Jadi dengan demikian yang dilanggar bukan hanya hak pekerja juga masyarakat penonton TPI berjumlah 4 juta orang dalam memperoleh informasi, pengetahuan dan hiburan," ujarnya. • VIVAnews - http://politik.vivanews.com/news/read/101924-dpr_bentuk_tim_untuk_kasus_pailit_tpi


01 November 2009

Presiden Kumpulkan Tokoh, Wartawan Dilarang Meliput

Chandra Hamzah (kedua dari kanan) dan Bibit Samad Riyanto (kiri) saat dilepas oleh ratusan pecinta KPK yang menamakan dirinya CICAK di Gedung KPK, Jakarta, Selasa(15/9). Mereka dikawal hingga menaiki mobil masing-masing menuju Mabes Polri dan untuk menjalani pemeriksaan polisi.

Sejumlah wartawan tidak diperkenanan untuk meliput pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan sejumlah tokoh nasional, di Wisma Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Minggu (1/11) malam. Wartawan diminta meninggalkan Kompleks Istana oleh Pasukan Pengamanan Presiden (paspampres).

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Yudhoyono memanggil sejumlah tokoh masyarakat ke Istana malam ini guna membahas  masalah penahanan Wakil Ketua Komisi  Pemberantasan Korupsi (nonaktif) Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Mereka yang  diundang Presiden diantaranya praktisi hukum Todung Mulya Lubis, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, dan Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki.

Seorang anggota paspampres berpakaian safari yang berjaga di pintu selatan Istana Negara mengatakan kepada sejumlah wartawan bahwa Presiden tengah beristirahat. Para wartawan bersikeras bahwa mereka mendapat informasi mengenai acara pertemuan Presiden dan sejumlah tokoh malam ini. Beberapa anggota paspampres lantas datang menghampiri kerumunan wartawan dan meminta para juru warta untuk meninggalkan tempat karena tidak ada izin peliputan.

Selanjutnya, para wartawan bergerak ke arah Wisma Negara. Namun, pintu gerbang Wisma Negara tertutup dan dijaga beberapa petugas paspampres berpakaian safari. Komandan Kompleks Kepresidenan berpakaian militer menghampiri para wartawan dan kembali meminta wartawan meninggalkan lokasi karena tidak ada izin untuk melakukan peliputan.

Saat para wartawan bertanya siapa saja yang hadir, petugas kemanan balik bertanya apakah memang ada kegiatan malam ini. Para wartawan menjawab bahwa mereka mendapat informasi langsung dari sejumlah tokoh yang hadir malam ini. Komandan Kompleks Kepresidenan berpakaian militer itu diam dan kembali meminta wartawan meninggalkan halaman depan Wisma Negara.

Saat ini para wartawan berkumpul di depan gedung utama Sekretariat Negara dan hanya bisa melihat halaman Wisma Negara dari kejauhan.

Sesuai informasi yang diterima, pertemuan sudah dimulai sekitar pukul 21.15 dan dipimpin Presiden Yudhoyono. Sejumlah tokoh yang diundang seperti Teten Masduki membenarkan bahwa malam ini dirinya dipanggil oleh Presiden bersama beberapa tokoh. Dalam pesan layanan singkat yang disampaikan kepada pers Teten mengaku sudah berada di halaman Istana. -http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/11/01/22110483/Presiden.Kumpulkan.Tokoh..Wartawan.Dilarang.Meliput

Wartawan Telantar di Markas Brimob

Puluhan wartawan baik cetak maupun elektronik tak diperkenankan masuk ke dalam Markas Ksatrian Brimob, Kelapa Dua, Depok, Minggu (1/11).

Seperti diberitakan, pengamanan Markas Brimob semakin diperketat sejak dua Pimpinan KPK (nonaktif), Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, dipindahkan dari tahanan Mabes Polri ke tahanan Markas Brimob.

Tak hanya dilarang masuk, puluhan wartawan yang tadinya masih diperbolehkan menunggu di sekitar pos penjagaan pintu masuk pun diusir menjauhi area tersebut. Para juru warta terpaksa menjauh dan hanya bisa menunggu dari kejauhan areal pintu masuk Markas Brimob. Beberapa di antaranya bahkan terpaksa duduk-duduk di pinggir jalan sekitar areal tersebut.

Salah satu personel Provost Brimob yang berjaga mengatakan, pengamanan memang diperketat sejak masuknya dua Pimpinan KPK (nonaktif) tersebut. "Kami hanya menjalankan tugas. Kalau Anda tidak punya surat izin dari Bareskrim, mohon maaf, Anda tidak boleh masuk," kata dia.

Puluhan wartawan pun tak bisa menutupi kekecewaannya terhadap perlakuan aparat. "Masak duduk-duduk di sini saja enggak boleh," kata salah satu wartawan.

Sementara itu, kuasa hukum Chandra dan Bibit juga masih belum memastikan apakah akan datang menjenguk keduanya di Markas Brimob. "Kita masih koordinasi dulu dengan tim pengacara dan pihak keluarga. Nanti kami kasih tahu kalau akan datang," kata Taufik Basari, salah satu kuasa hukum Chandra dan Bibit saat dihubungi lewat telepon.

http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/11/01/11545469/Wartawan.Telantar.di.Markas.Brimob