11 Agustus 2009

Saatnya Mengubah Dimensi Negatif Menjadi Positif Untuk Tayangan Ramadhan

Selasa, 11 Agustus 2009 - Menjelang bulan suci Ramadhan 1429 H Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengadakan Dialog Publik bertema "Rambu-Rambu Program Siaran TV Dalam Bulan Ramadhan". Dialog tersebut adalah kesempatan untuk menjalin kebersamaan dan kesepahaman antara insan pertelevisian dengan KPI, MUI dan perwakilan masyarakat dalam menayangkan program TV di bulan Ramadhan.

Forum Dialog Publik dihadiri oleh beberapa narasumber yaitu M. Said Budairy perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Djamalul Abidin dari Lembaga Sensor Film (LSF), Asfa Davy Bya perwakilan dari masyarakat yang juga pengurus Majelis AZ ZIKRA dan Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja Ketua KPI Pusat sebagai penyelenggara. Acara yang dipandu oleh anggota komisioner KPI Fetty Fadjriaty Miftach MA diselenggarakan di Galeri Nasional Jl. Medan Merdeka Timur No. 14 pada hari Senin (10/08) kemarin.

Pada bulan suci Ramadhan ada kebutuhan dari para shaimin, mereka yang berpuasa, untuk dapat melaksanakan puasanya dengan baik. Hal itu yang disampaikan oleh M. Said Budairy perwakilan (MUI). M Said Budairy menyarankan agar acara dengan klasifikasi D (Dewasa) yang mengandung kekerasan, perilaku seks menyimpang, hal-hal gaib, paranormal dan klenik tidak ditayangkan selama bulan Ramadhan.

MUI juga memberikan saran kepada lembaga penyiaran agar meningkatkan kepatuhan terhadap UU Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS). Kepada KPI, MUI menyarankan agar lebih gigih mengawasi, memperingatkan dan memberikan tindakan tegas kepada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Selain itu, MUI juga meminta LSF lebih selektif lagi dengan adegan-adegan yang tidak sesuai dengan ajaran agama islam.

Pada saat ini banyak film layar lebar yang ditayangkan di televisi. Untuk tayangan di televisi, LSF menghadapi dilema menyangkut klasifikasi usia dan waktu tayang, klasifikasi usia dan materi yang tersensor, perencanaan program, produksi program serta penyensoran program. Ada beberapa wilayah yang tidak bisa disentuh oleh LSF seperti reality show dan talkshow yang termasuk dalam kriteria jurnalistik. Menurut Djamalul Abidin tayangan iklan yang bermuatan dewasa perlu diawasi selama bulan ramadhan, seperti iklan rokok. Dia juga menjelaskan bahwa untuk live program TV tidak termasuk dalam pengawasan LSF, yang menjadi perhatian LSF adalah tayangan film dan sinetron dengan unsur SKM (Seks, Kekerasan dan Mistik).  

"Diharapkan lembaga penyiaran meminimalisasi marketing target selama Ramadhan dan memaksimalisasi moral building target ," kata Djamalul Abidin. Selain itu, Dia juga mengharapkan agar daya saring internal dan eksternal dari lembaga penyiaran ditingkatkan. "Patuhi    regulasi dan intensifikasi komunikasi dari para pihak diperlukan," tambahnya.

Perwakilan masyarakat Asfa Davy Bya menginginkan agar tayangan yang positif tidak hanya ada selama bulan Ramadhan tetapi juga seterusnya. Hal yang perlu diawasi dalam tayangan Ramadhan adalah pelanggaran verbal, menurutnya pelanggaran verbal lebih berbahaya daripada pelanggaran visual. "Industri TV adalah bisnis dan jangan sampai bisnis ini mengalahkan ajaran agama," katanya.

Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja mengungkapkan bahwa dialog ini bertujuan untuk menjalin kebersamaan dan kesepahaman dari semua pihak dalam hal program siaran TV pada bulan Ramadhan. Dia mengungkapkan bahwa inilah saatnya mengubah dimensi dari tayangan TV yang selama ini banyak yang negatif diubah menjadi positif selama bulan Ramadhan dan diharapkan akan terus dilanjutkan. "Semoga momentum ini adalah titik awal dan akan terus dilanjutkan," katanya. kpigoi-Red/AN

Tidak ada komentar: